COVID-19: Klaim Rumah Sakit Perawatan Tembus Setengah Triliun, Siapa Biang Bengkak?

negara menanggung biaya perawatan pasien covid-19 di tanah air. biaya perawatan seorang pasien bisa tembus hingga puluhan juta. pemicu besaranya biaya perawatan, selain perlu ruang perawatan terpisah, pasien covid-19 juga perlu penanganan dan peralatan medis terpisah/foto ilustrasi via kabar24.bisnis.com

COVID-19: Klaim Rumah Sakit Perawatan Tembus Setengah Triliun, Siapa Biang Bengkak?

angkaberita.id – Kendati belum seluruh rumah sakit rujukan pasien COVID-19 mengajukan klaim, namun berdasarkan data sementara klaim rumah sakit perawatan virus corona hingga 12 Juni 2020, telah tembus lebih dari setengah triliun rupiah.

Data itu, berdasarkan hasil verifikasi BPJS Kesehatan, dari 592 rumah sakit telah mengajukan klaim COVID-19. “Ada beberapa sudah selesai diverifikasi dan diajukan ke Kementerian Kesehatan untuk diproses lebih lanjut. Total jumlah klaim kasus COVID-19 sudah selesai diverifikasi sebesar Rp 557,4 miliar,” kata M. Iqbal Anas Ma’ruf, Kepala Humas BPJS Kesehatan, seperti dikutip CNBC Indonesia, (23/6/2020).

Dia menambahkan, BPJS Kesehatan bertugas memverifikasi klaim tagihan itu. Negara membayarnya melalui Kementerian Kesehatan. Secara nasional, terdapat 1.598 rumah sakit rujukan COVID-19. Dalam verifikasi, pihaknya meminta dukungan BPKP lantaran terdapat sejumah aturan belum selaras dengan teknis verifikasi klaim COVID-19 saat ini.

Iqbal menjelaskan, BPJS Kesehatan memverifikasi secara bertahap sesuai dengan tenggat waktu, yakni 7 hari kerja. Setelah verifikasi, BPJS Kesehatan akan menerbitkan Berita Acara Verifikasi ke Kementerian Kesehatan sebagai dasar pembayaran klaim, setelah dikurangi pemberian uang muka sebelumnya pemerintah ke rumah sakit rujukan.

Pembiayaan diambilkan dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau sumber dana lain sesuai ketentuan perundang-undangan, dengan masa kedaluwarsa klaim selama 3 bulan setelah pemerintah mencabut status pandemi COVID-19.

Karena itu, Iqbal meminta, rumah sakit dapat menyiapkjan berkas diperlukan dengan rinci sehingga proses klaim cepat dan berjalan lancar. Berkas klaim dapat diajukan, menurutnya, berkas klaim perawatan pasien sejak 28 Januari 2020. Berkas pendukung verifikasi diajukan dalam bentuk soft file melalui aplikasi e-Claim INA-CBGs.

“Ketika mengajukan klaim, kami harap berkas RS sudah lengkap sebagaimana diatur dalam juknis klaim Covid-19 sehingga dapat segera diselesaikan proses verifikasinya oleh BPJS Kesehatan,” pesan Iqbal.

Sebelumnya, lini masa medsos di tanah air sempat dihebohkan dengan unggahan sejumlah akun terkait biaya perawatan COVID-19, dengan nilai hingga ratusan juta rupiah. Lalu apa pemicu biaya perawatan hingga sebesar itu? Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menjelaskan, perawatan pasien COVID-19 memang tidak murah.

Karena, menurutnya, ada sejumlah tahapan perlu dipersiapkan rumah sakit bersangkutan. Belum lagi biaya ketersediaan alat medis juga tidak murah. “Pertama, tes rapid itu tidak gratis, kalau orang dengan COVID-19 itu dites dulu positif, nunggu Polymerase Chain Reaction (PCR)-nya, biasanya dalam sekali tes habis Rp 1 juta,” ujar Zubairi, seperti dikutip Kompascom.

Setelah tes PCR, pasien dengan hasil positif akan menjalani masa karantina dengan perawatan inap. Obat-obatan perawatan pasien juga tak murah. “Kalau sekarang yang rutin diberikan yang rawat inap diberi obat anti pembekuan darah, tapi ada juga yang molekuler itu yang lumayan mahal, sekali suntik Rp 300.000 sampai Rp 400.000 dalam satu obat, belum obat-obatan yang lainnya,” sebutnya.

Biaya lainnya ialah pelayanan ruangan perawatan pasien. “Kalau rawat di ICU itu mahal banget, untuk sakit apa pun kalau dirawat di ICU paling enggak Rp 5 juta per harinya,” ujar Zubairi. Sebab, ketika pasien dirawat di ICU, ada sejumlah alat penunjang kesehatan pasien, seperti monitor yang menunjukkan kondisi pasien, apakah gagal organ jantung, paru, ginjal, otak, atau pembekuan darah di mana-mana.

Belum lagi, kalau pasien harus mendapatkan bantuan ventilator. Biaya ventilator sendiri bisa menembus Rp 15 juta per unit per pasien. Selain biaya-biaya tadi, Zubairi menambahkan, membengkaknya tagihan rumah sakit juga dipicu pembebanan biaya pengadaan alat perlindungan kesehatan (APD) kepada pasien dan keluarga.

Katanya, sebagian besar pengadaan APD itu tak ditanggung pemerintah. “Satu APD-nya bisa seharga Rp 1 juta lebih,” kata dia. Senada Wakil Direktur Pendidikan dan Diklit sekaligus Jubir Satgas COVID-19 UNS/RS UNS, Tonang Dwi Ardyanto. “Penanganan pasien Covid relatif tinggi biayanya, karena keharusan sarpras dan lokasi perawatan di ruang khusus, dengan APD khusus. Jadi meningkat biayanya,” ujar Tonang, terpisah.

distribusi alat kesehatan dan material kesehatan pusat ke daerah per 1 mei 2020/infografis via twitter bnpb.go.id

Pemerintah melalui Kemenkes telah mengatur ketentuan klaim biaya perawatan pasien COVID-19. Biaya membesar lantaran diperlukan tempat khusus, dengan alur terpisah dan peralatan terpisah pula. “Dalam Kepmenkes Nomor 238 Tahun 2020 ditetapkan pagu maksimal cost-per-day sebagai batasan maksimal. Rumah sakit bisa mengajukan klaim, tapi tidak mungkin melebihi batas tersebut,” jelas Dwi.

Berdasarkan Permenkes 59/2016, biaya perawatan COVID-19 termasuk pelayanan penyakit infeksi emerging dengan potensi wabah, menjadi tanggungan pemerintah. Nah, berdasarkan ketentuan itu, kriteria pasien dapat diklaimkan biaya perawatan di antaranya:

Pertama, Orang Dalam Pemantauan (ODP) usia di atas 60 tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta dan ODP usia kurang dari 60 tahun dengan penyakit penyerta. Kedua, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) serta ketiga, konfirmasi COVID-19.

Kriteria itu berlaku bagi WNI dan WNA di lokasi pelayanan berupa rawat jalan dan rawat inapa di rumah sakit rujukan atau rumah sakit lain. Pelayanan dapat diklaim harus mengikuti standar panduan tata laksana sesuai kebutuhan medis pasien.

Kedua, Pembiayaan pelayanan pada rawat jalan dan rawat inap meliputi: administrasi pelayanan, akomodasi (kamar dan pelayanan di ruang gawat darurat, ruang rawat inap, ruang perawatan intensif, dan ruang isolasi), jasa dokter, tindakan di ruangan, pemakaian ventilator, bahan medis habis pakai.

Kemudian pemeriksaan penunjang diagnostik (laboratorium dan radiologi sesuai dengan indikasi medis), obat-obatan, alat kesehatan termasuk penggunaan APD di ruangan, rujukan, pemulasaran jenazah, dan pelayanan kesehatan lain sesuai indikasi medis.

Ketiga, Pola pembayaran klaim didasarkan tarif INA-CBGs yang diberikan top up sesuai lama perawatan yang dihitung sebagai cost per daya agar pembiayaan efektif dan efisien. Klaim diajukan RS secara kolektif kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, ditembuskan ke BPJS Kesehatan untuk verifikasi dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melalui email.

Berkas klaim penggantian biaya perawatan pasien COVID-19 yang dapat diajukan rumah sakit ialah pasien perawatan sejak 28 Januari 2020. Pengajuan klaim setiap 14 hari kerja. Selanjutnya, BPJS Kesehatan mengeluarkan Berita Acara Verifikasi paling lambat 7 hari kerja sejak klaim diterima. Kementerian Kesehatan kemudian akan membayar ke rumah sakit dalam waktu 3 hari kerja setelahnya. (*)

Bagikan