COVID-19, Guru Kunci Sukses Perangi Pandemi Corona Di Kerala

kk shailaja menteri kesehatan kerala, negara bagian di india. di kepri setara kepala dinas kesehatan provinsi/foto via the guardian.com

COVID-19, Guru Kunci Sukses Perangi Pandemi Corona Di Kerala

angkaberita.id– Kalau negara maju mengerahkan personel militer dan agen intelijen, masing-masing melacak orang terpapar pasien COVID-19 dan berburu ventilator, pemerintah Kerala negara bagian di India justru melibatkan tenaga guru sekolah.

Hasilnya, Kerala terbilang negara bagian terendah kasus pandemi COVID-19 termasuk kasus kematian akibat infeksi virus corona itu. Keberhasilan itu sontak melambungkan nama KK Shailaja, Menteri Kesehatan Kerala. Kalau di Kepri mungkin selevel Kepala Dinas Kesehatan.

Siapa Shailaja? Perempuan berusia 63 tahun itu, merupakan seorang guru. Sebelum berkarir di pemerintahan, dia pernah menjadi guru SMP di negara bagian paling rendah kasus kematian COVID-19, meskipun jumlah penduduknya banyak, 35 juta jiwa.

Strategi jitu ibu guru itu melambungkan namanya di pentas dunia. Sebagian media menjulukinya “Si Penghancur Virus Corona”. Lalu apa rahasianya, saat menjawab pertanyaan Laura Spinney jurnalis sekaligus penulis buku “Pale Rider: The Spanish Flu of 1918 and How it Changed the World”, Shailaja menjawab rahasianya sudah menjadi rahasia umum.

“Persiapan diri,” kata Shailaja, seperti dikutip Laura dalam kolomnya di The Guardian. Pengalaman menangani wabah Nipah dan sejumlah penyakit menular lainnya, sebelum pandemi COVID-19 menurutnya menjadi guru berharga. Itu menjadikan pemerintah siap dengan kondisi terburuk. Pelibatan dan partisipasi warga, menurutnya, juga menjadi kunci di saat dana penanggulangan terbatas.

Bersyukur, warga Kerala sepenuhnya satu frekuensi dengan pemerintah. Sehingga komunikasi publik pemerintah saat pencegahan berjalan dengan baik. Sebagian faktornya ialah tingginya angka melek huruf di Kerala. Meskipun berpuluh-puluh tahun di bawah pemerintahan partai sosialis, namun pendidikan di Kerala tak bisa dibilang terbelakang.

Sebaliknya, Kerala berkat sistem pendidikan terlembaga sejak lama justru mendorong tingginya indeks pembangunan manusia lainnya, yakni angka harapan hidup berkat sistem kesehatan publik menjadi prioritas pemerintahan selama bertahun-tahun. Sejak merebak kabar virus misterius di Wuhan, Shailaja mengaku langsung berkoordinasi dengan penguasa Kerala.

Bahkan Menteri Besar Kerala turun langsung, khususnya merangkul kalangan tokoh agama demi menyukseskan strategi menanggulangi pandemi. Tokoh agama di sana, sekali lagi, satu frekuensi dengan pemerintah. Menteri Besar di Kerala, jika di Kepri selevel Gubernur. Akses transportasi menjadi prioritas strategi Kerala melawan COVID-19.

Kemudian, dengan mengerahkan sumber daya setempat, seperti mahasiswa kedokteran dan sekolah keperawatan, pemerintah secara massif menggelar penjejakan warga terpapar COVID-19 dan dilakukan ke sekujur negeri. Melawan ketiadaan dana dan perangkat teknologi maju, Kerala menyiasatinya dengan melibatkan warganya.

Bahkan, Shailaja juga melatih seluruh guru di Kerala menjadi petugas pelacak pasien COVID-19 menelusuri klaster dan sumber penularannya. Mereka sebelum diterjunkan diberikan pembekalan dan pelatihan. Strategi perlawanan semesta itu berbuah manis, hanya 4 kasus kematian saja di Kerala saat itu. Jauh di bawah negara maju dan kaya seperti Amerika, Inggris dan Italia.

Sistem pemerintahan terdesentralisasi di India diyakini banyak kalangan juga berandil terhadap kesuksesakan Kerala, terutama mengatasi keterbatasan dana dan teknologi kesehatan. Strategi desentralisasi juga diyakini menjadi kunci sukses Jerman memerangi pandemi COVID-19, hingga kasus kematiannya terendah di antara negara maju di Eropa lainnya.

Negara bagian (lander) di Jerman memang mengurus kebijakan kesehatan, khususnya pengelolaan rumah sakit dan tenaga medisnya. Sehingga strategi test, tracing and treat di Jerman berhasil berjalan maksimal, meskipun tanpa melibatkan teknologi pelacak pasien di masa awal wabah.

Dukungan dana, dengan status Jerman sebagai negara terkaya di benua Eropa, ternyata bukan menjadi kunci utamanya. Tapi, justru desentralisasi atau pendelegasian kewenangan ke pemerintahan di daerah. Banyak pemikir akhirnya sepakat, pandemi COVID-19 pada akhirnya kunci memenangi peperangan globalnya dengan strategi lokal. Istilah buku sejarah di tanah air, menerapkan perang gerilya.

sebaran kluster covid-19 di kepri hingga 9 juni 2020/infografis via gugus tugas covid-19 kepri

Laporan Foreign Affairs, majalah bergengsi terbitan Council on Foreigns Relations, think tanks kenamaan di Amerika Serikat, seperti mengonfirmasi siasat itu. Dalam esai bejudul “All Epidemiology Is Local”, dua pemikir veteran Gedung Putih dan Universitas Harvard sampai pada kesimpulan, saat tidak ada strategi global, siasat lokal justru efektif.

Karena, menurut mereka, kajian dan asumsi ilmuwan epidemologi di barat ternyata tak terbukti di belahan dunia lainnya. Keterbatasan kapasitas kesehatan dan sistem kesehatan publik ternyata tak berbanding lurus dengan ledakan kasus infeksi virus corona. Kasus di Afrika menjadikan mereka berfikir ulang, jangan-jangan memang ada variabel struktur demografi di balik semua itu.

Sebagian besar negara terdampak justru di negara maju, meskipun sistem kesehatan publiknya memadahi, namun memang memiliki penduduk lanjut usia lebih banyak. Dan, di antara kasus kematian COVID-19 sebagian besar terjadi di segmen demografi itu.

Di tanah air, Gugus Tugas COVID-19 pusat hari Senin setiap awal pekannya mengumumkan status pandemi seluruh daerah di tanah air. Tujuannya, Pemda setempat dapat merumuskan dan mendesain rencana mitigasinya sesuai dengan kondisi epidemologis terakhir di daerahnya. Sehingga kebijakannya bersifat fleksibel dan sepenuhnya berada di tangan daerah. Bagimana di Kepri?

(*)

Bagikan