Sering Terdengar Olok-olok Utang Najis, Kenapa Justru Negara Kaya Suka Ngutang?

ternyata tak selalu negara kecil dan miskin identik dengan utang. bahkan berdasarkan data bank dunia, negara dengan utang luar negeri (foreign debt) terbanyak justru negara maju seperti amerika serikat, inggris dan prancis/foto ilustrasi via kontan.co.id

Sering Terdengar Olok-olok Utang Najis, Kenapa Justru Negara Kaya Suka Ngutang?

angkaberita.id – Tak hanya korban jiwa, pandemi COVID-19 di sekujur dunia juga mengakibatkan banyak negara terkuras habis duit di kas negara seiring ambyarnya perekonomian.

Tak heran, termasuk di tanah air, mencuat usulan agar berutang atau mencetak uang demi menambal kondisi itu, terutama upaya pemulihan perekonomian meskipun langsung melahirkan polemik di baliknya.

Kendati demikian, jauh sebelum pandemi terjadi sejatinya utang di sebagian negara menjadi andalan penggerak perekonomian. Bagi pendukung kebijakan utang, jika dikelola dengan baik utang bukan sesuatu harus dihindari.

Bagi penentang, apapun alasannya, utang tetap utang dan itu bakal menjadi beban hingga ke anak cucu. Utang, bagi mereka, tak ubahnya najis (odious debt). Dalam momen tertentu, utang kerap mencuat menjadi isu sensitif.

Pro kontra juga tejadi dengan usulan mencetak uang. Jika tak terkendali, banjir uang di tengah masyarakat rentan memicu inflasi, bahkan hiperinflasi akibat tergerusnya nilai mata uang secara nominal.

Contoh terkini Venezuela dan Zimbabwe. Padahal Venezuela, sebelum krisis di negeri kaya minyak, itu terbilang sejahtera penduduknya dibanding tetangga mereka di Amerika Latin.

Kabar baiknya, ternyata tak selalu utang identik dengan negara miskin.Sebaliknya utang justru menjangkiti sebagian besar negara industri maju. Bahkan, ironisnya, bisa disebut utang itu tak ubahnya privilege di mata mereka.

Nah, hingga kuartal IV tahun 2019 di puncak tertinggi negara pengutang justru Amerika Serikat. Negeri Paman Sam sendiri merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Hanya China pesaingnya, dengan bertengger di urutan kedua.

Berdasarkan data Bank Dunia, seperti dikutip Statista, utang Amerika Serikat tercatat sebesar 20,41 triliun dolar Amerika. Inggris bertengger di urutan kedua dengan utang sebanyak 8,77 triliun dolar Amerika. Prancis di urutan ketiga sebesar 6,25 triliun dolar Amerika.

Khusus Amerika Serikat, meskipun berdalih membiayai perang melawan pandemi, justru utang Amerika Serikat melonjak di masa Partai Republik berkuasa. Padahal, selama ini mereka dikenal pendukung kebijakan pengetatan fiskal (fiscal conservatism).

Dan, akumulasi jumlah utang pemerintahan kubu Republik disebut-sebut mengalahkan kombinasi presiden asal Partai Demokrat, termasuk di masa Presiden Donald Trump sekarang, dengan rekor defisit tertinggi di sana.

Selain Amerika Serikat dan kawan-kawan, sejumlah negara maju seperti Luxembourg dan Belanda juga tak bisa lepas dari urusan utang. Padahal Luxembourg dikenal sebagai satu di antara sedikit negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia.

Kendati kecil tapi secara ekonomi Belanda terbilang kuat. Di Uni Eropa, Belanda malah dikenal “sangat kikir” buat urusan menalangi utang negara anggota Uni Eropa lainnya saat pandemi COVID-19 menghajar perekonomian di sana. Gara-gara itu, kini mereka dikabarkan di tubir perseteruan laten.

Uniknya, negara kecil dan sebagian besar negara di Benua Afrika justru kecil beban utang luar negerinya. Pemuncak di daftar negara itu, antara lain, Brunei, Turkmenistan dan Bhutan. Brunei sendiri dikenal negara kaya minyak di Asia Tenggara.

Nah, khusus utang luar negeri Amerika Serikat, ternyata pembeli terbesar surat utang (US Treasury) terbitan Negeri Paman Sam, ironisnya, justru Jepang dan China, setidaknya hingga kuartal terakhir tahun 2019.

Negeri Tirai Bambu, di masa Xi Jinping, merupakan seteru dagang Negeri Paman Sam saat ini. Sedangkan Jepang, selain sekutu lama Amerika Serikat, persisnya sejak kalah perang dunia kedua, juga memang dikenal rajin berinvestasi ke surat utang negara lain. (*)

Bagikan