Kesetaraan Gender, Kenapa Harus Belajar Dari 8 Negara Ini?

hanya delapan negara mengakui kesetaran gender, setidaknya dalam perspektif perlindungan hukum dan hadirnya perundangan menjamin itu/foto via muslimahnews.com

Kesetaraan Gender, Kenapa Harus Belajar Dari 8 Negara Ini?

angkaberita.id – Isu kesetaraan gender terus bergulir setiap tahunnya. Sejumlah negara tercatat mengadopsi kebijakan ramah perempuan, dengan menerapkan kesetaraan gender, termasuk payung hukumnya, dalam berbagai spektrum kehidupan seperti politik, dunia kerja dan sebagainya.

Setidaknya terdapat delapan negara di dunia, seperti ditulis Statista mengutip laporan Bank Dunia, telah memberikan perlindungan melalui payung hukum terhadap partisipasi kaum perempuan.

Bertajuk Women, Business and the Law 2020, laporan Bank Dunia itu menulis, delapan negara itu memberikan persamaan hak penuh antara kaum pria dan wanita, setidaknya di mata hukum.

Yakni, Belgia, Prancis, Denmark, Latvia, Luksemburg, Swedia, Kanada dan Eslandia. Delapan negara itu mendapatkan skor 100 berkat kesetaraan hak itu. Sedangkan 87 dari 194 negara lainnya, tercatat kesetaraan gendernya di angka 80 persen atau lebih.

Dalam laporan itu, skor keseteraan gender di tanah air di angka 64,4 persen, jauh tertinggal di antara negara ASEAN lainnya. Kendati demikian, dengan skor di atas 50 kondisi kesetaraan gender di tanah air terbilang jauh di atas negara dengan skor di bawah 50.

Dibanding kondisi 2019, terjadi penambahan sebanyak 7 negara dari sebelumnya 80 negara dengan komitmen kesetaran gender di dunia. Arab Saudi tercatat negara dengan perbaikan sepanjang 2019 seiring penerapan perundangan relaksasi terhadap peran perempuan di ranah publik, sehingga skornya meningkat.

Kini Arab Saudi bertengger di peringkat 131 dari 194 negara, dengan skor 70 dalam skala 1-100, dengan 100 skor tertinggi. Sedangkan Yaman dan Sudan masih menempati posisi terbawah soal isu ini.

Ironisnya, Amerika Serikat berstatus negara maju malah tercatat di bawah Peru dan hanya setara dengan Albania, dengan Albania, dengan skor 91,3 persen lantaran kurangnya perundangan soal kesetaraan pengganjian dan pensiun di dunia kerja serta buruknya aturan soal cuti sebagai orangtua (parental leave). (*)

Bagikan