Mengintip Kampus Penghasil Pemimpin Negeri, Siapa Berjaya?
angkaberita.id – Sudah menjadi rahasia umum, Oxford dan Cambridge di Inggris bersaing sengit menjadi kampus penghasil pemimpin negeri, termasuk di negeri persemakmuran Inggris.
Rivalitas lama ini kembali mencuat seiring memanasnya persaingan memperebutkan kursi ketua partai konservatif di Inggris. Boris Johnson, si jabrik mantan Walikota London bersaing ketat dengan Jeremy Hunt, Menteri Luar Negeri Inggris sekarang.
Keduanya merupakan jebolan Oxford. Praktis, kontestasi calon pengganti Theresa May, sebagai perdana menteri Inggris mempertemukan duel sesama alumni. Michael Gove, kandidat ketiga juga lulusan Oxford.
Namun politisi pendukung Brexit ini harus memupus harapannya setelah kalah suara sekaligus tereliminasi dari persaingan. Seperti ditulis detik.com, Oxford telah berabad-abad lamanya menjadi kampus penghasil pemimpin negeri.
Tak hanya di Inggris namun juga negara persemakmurannya seperti Pakistan, Australia, Afrika Selatan dan sebagainya. Imran Khan, Perdana Menteri Pakistan saat ini merupakan contohnya.
Berdasar catatan, praktis sembilan dari 12 perdana menteri Inggris sejak Winston Churchill berkuliah di Oxford. Kendati tak sepopuler sejawatnya, Theresa May sebetulnya juga jebolan Oxford.
Hanya kampus Cambridge yang sanggup menandingi dominasi lulusan Oxford di kancah politik Inggris, lulusan paling terkenal tentu saja Robert Walpole, de facto Perdana Menteri Inggris, kali pertama.
Jejak rivalitas keduanya terjadi di semua aspek, tulis Wikipedia, mulai dari klub debat. Taman kampus, museum, kelompok drama kampus hingga paling terkenal, penerbitan kampusnya, yakni Cambridge Publishing dan Oxford Publishing.
Persaingan kedua kampus ini, tensi kompetisinya mirip perseteruan Universitas Waseda dengan Universitas Keio di Jepang, terutama di ranah politik.
Berawal dari olahraga, persaingan keduanya berlanjut ke politik. Sejumlah nama besar lulusan dua kampus di Jepang, itu bersaing dan bergantian menjadi perdana menteri kendati berada di satu partai.
Universitas Keio lekat dengan Ryutaro Hashimoto dan Junichiro Koizumi. Sedangkan Universitas Waseda memiliki Yoshiro Mori dan Keizo Obuchi. Mereka berlumut di Partai Liberal Jepang (LDP), persis seperti lulusan Oxford di Partai Konservatif Inggris saat ini.
Hanya Yashuhiro Nakasone, lulusan Universitas Tokyo, sosok yang sanggup menaklukkan LDP dengan status bukan dari dua kampus itu. Tiga kampus ini di Jepang memiliki reputasi selevel dengan Harvard di Amerika Serikat.
Seperti Universitas Harvard di Amerika Serikat, Oxford bersama Cambridge dan London School of Economics mirip dengan kampus Ivy League di Negeri Paman Sam.
Harvard, berdasar catatan, sejauh ini telah menempatkan delapan alumnusnya menjabat Presiden Amerika Serikat. Barrack Obama merupakan alumnus kedelapan di kursi kepresidenan itu.
Sedangkan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat terkini, kendati bukan dari Harvard namun juga lulusan dari kampus Ivy League, yakni Universitas Pensylvania.
Ivy League merupakan gabungan delapan kampus elite di sana. Nama Ivy League dicetukan seorang editor olahraga New York Herald Tribun, Stanley Woodward, pada 1933.
Dalam dunia politik Amerika Serikat, kampus Ivy League seperti menjadi aristokrasi politik. Hampir semua pentolan tiga cabang kekuasaan di sana, seperti Senat dan DPR di legislatif.
Kemudian presiden, menteri dan pejabat federal di jalur eksekutif serta hakim agung di mahkamah agung, sebagai penguasa yudikatif, tak sedikit memiliki riwayat pendidikan lulusan Harvard, termasuk Ketua Mahkamah Agung sekarang, John Robert Jr lulusan Harvard.
Harian Washington Post bahkan menulis dengan lugas dominasi lulusan Ivy League, persisnya Harvard dan Yale di Mahkamah Agung Amerika Serikat.
Kondisi serupa juga terjadi di tanah air. Dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstusi beberapa hari lalu, mencuat kuatnya pengaruh kampus UGM di sana.
Tak hanya hakim agung, sejumlah kuasa hukum hingga saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan pernah mengecap pendidikan hukum di kampus bulaksumur, Yogyakarta ini.
Kampus UGM dalam kancah politik nasional termasuk sumber elite kepemimpinan di negeri ini. Tak terhitung menteri dan pejabat teras di kementerian kabinet berasal dari kampus ini.
Puncak prestasinya tentu saja Presiden Joko Widodo. Lulusan Fakultas Kehutanan UGM ini merupakan alumnus pertama UGM menjadi presiden. Dari tujuh presiden negeri ini, dua di antaranya berstatus lulusan ITB, yakni Presiden Soekarno dan Presiden BJ Habibie.
Sedangkan Presiden Abdurrahman Wahid tercatat kuliah di Al Azhar, Kairo. Presiden Megawati pernah sekolah di Universitas Padjajaran dan Universitas Indonesia, kendati tak selesai.
Presiden SBY dan Presiden Soeharto berlatar belakang militer. Namun di zaman Soeharto, koneksi Universitas Berkeley, California di Amerika Serikat mendominasi kementerian perekonomian.
Dengan sekondan berasal dari kampus Universitas Indonesia. Mereka dikenal dengan sebutan ‘Mafia Berkeley’. Sehingga, kendati belum terkonfirmasi, seperti terjadi ‘pembagian’ kekuasaan di pemerintahan negeri ini, siapapun presidennya.
Pos kementerian ekonomi jatah alumnus UI, kementerian teknik milik kampus ITB dan kementerian di luar dua portofolio itu menjadi bagian UGM. Kampus lain seperti menggenapi sejarah kabinet saja.
Laman Tirto.id, dalam satu tulisannya bahkan mengungkap adanya koneksi elite akademis baru di lingkar pemerintahan Jokowi-Kalla, yakni alumnus Universitas Illinois.
Pada akhirnya, ibarat kereta api, kepemimpinan tak ubahnya lokomotif yang menarik gerbong agar seiring seirama dalam melewati rel kekuasaan membentang di depan.
Perguruan tinggi menjadi sumber pencetak masinis di balik lajunya kereta api itu. Kampus negeri ini berserak, meski tak mencuat di kancah nasional lulusan mereka berkiprah di tingkat lokal. Lalu kampus mana berjaya? (*)