angkaberita – Langkah efisiensi APBD Pinang lewat penataan OPD Pemko agaknya tak semudah Wako Lis omongkan ke publik. Jangankan penataan OPD, eksekusi pejabat hasil job fit Pemko saja tak kunjung pelantikan. Kenapa?
Kecuali Wako Lis, publik hanya dapat menebak-nebak alasan di baliknya. “Belum ada, kalau ada pasti kita bahas,” ungkap Hendra Jaya, Ketua Bapemperda DPRD Tanjungpinang, Selasa (9/9/2025), terkait rencana revisi Perda No. 6 Tahun 2020.
Revisi Perda SOTK tadi, untuk sebagian, merupakan satu dari sekian langkah Pemko di tangan Wako Lis menata APBD Tanjungpinang menyusul terbitnya Inpres No. 1/2025 tentang efisiensi anggaran di Tanah Air. Selain memangkas belanja tidak prioritas, Pemko juga melanjutkan kebijakan pemotongan TPP ASN.
Namun, akibat rendahnya realisasi PAD, Wako Lis mewacanakan penataaan OPD, dengan penggabungan mereka berdasarkan rumpun Tupoksi. Kata dia, itu dapat menghemat anggaran di APBD terhitung cukup besar. Rencana tadi bersamaan dengan langkah dia menggelar job fit di kalangan pejabat teras Pemko.
Tapi, sampai tenggat dia janjikan, keduanya tak terealisasi. Sebaliknya, Wako Lis justru menambal APBD dengan berutang ke BRK Syariah. Padahal, kalau mencermati dengan benar Inpres No. 1/2025, substansinya ialah efisiensi birokrasi di daerah.
Jurus Patah Pepatah
Khusus perombakan pejabat OPD, di awal Wako Lis berjanji di pertengahan Juli. Tapi, dia berkilah perombakan lewat job fit di Agustus. Tapi, meskipun hasilnya telah keluar, bahkan beredar daftar pejabat, Wako Lis membantah, dengan kembali beralasan.
Sehingga, untuk sebagian, mencuat kesan dia tarik ulur. Kontan, jurus dia memancing kritikan sejumlah pengamat di Tanjungpinang. Karena, dengan kondisi APBD sekarang, Wako Lis harus bergerak cepat. Penataan OPD merupakan ikhtiar penghematan APBD paling masuk akal.
Kecuali Lis, sekali lagi, publik hanya dapat menebak-nebak alasan di balik tersendatnya rencana dia. Tapi, untuk sebagian, terdapat dua alasan masuk akal penyebab kondisi itu. Pertama, boleh jadi Wako Lis ingin hasil job fit sepaket dengan rencana penataan OPD Pemko, ibarat pepatah sekali mendayung dua tiga pulau telampaui, alias tidak perlu dua kali perombakan.
Kedua, murni urusan birokrasi. Sebab, Pemko melalui Bagian Organisasi dan Tata Laksana Setdako ternyata telah mengajukan rekomendasi revisi Perda SOTK ke Pemprov Kepri melalui Biro Ortal sejak Agustus. Secara aturan, Pemprov harus telah menerbitkan putusan 15 hari setelah masuk surat.
Tapi, hingga masuk September, Pemko belum menerima rekomendasi. Bahkan, Pemko harus kembali bersurat ke Pemprov. “Mungkin karena satu dan lain hal masih dalam proses di Pemprov,” kata Raja Hafizah, Kabag Ortal Pemko, diplomatis.
Pemko memastikan revisi tadi melibatkan Bagian Hukum Setdako Pinang. Tapi Lia Adhayatni, Kabag Hukum, tak ingin berkomentar banyak. “Masih rapat,” kelit dia. Terpisah, Syakyakirti Kabiro Organisasi Pempro tak merespon konfirmasi lewat pesan WA.
Perang Dingin?
Kendati sedaratan, hubungan Dompak dan Senggarang agaknya tak semulus jalan penghubung ke dua lokasi. Inpres kebijakan efisiensi anggaran dari Presiden Prabowo membuat sinergi mereka terputus. Di awal, keduanya sepakat menuntaskan rencana flyover di Simpang Kotapiring.
Pemko menanggung anggaran pembebasan lahan, Pemprov menggarap proyek flyover. Kandas. Pemko berdalih, anggaran terbatas dan akan diprioritaskan membenahi kerusakan jalan di Pelantara II Tanjungpinang. Tapi, belakangan ternyata Pemprov justru masuk menggarapnya.
Sebab, Pemprov berkepentingan dengan keberadaan dermaga di Pelabuhan Sri Kuala Riau, akses ke Pulau Penyengat. Puncaknya, soal lelang lahan di laman Gurindam 12. Kedua pembesar di Dompak dan Senggarang tadi memilih bersilang pendapat lewat media. (*)