angkaberita – Sebelum terbebas dari Inggris, Malaysia hampir bergabung dengan Indonesia. Lewat Kekuatan Rakyat Istimewa (KRIS) belakang berubah menjadi Kesatuan Rakyat Indonesia Semenanjung (KRIS), Ibrahim Yaacob dan Burhanuddin Al-Helmy nyaris berhasil.
Keduanya merupakan tokoh nasionalis di Malaya saat itu, sebelum akhirnya bersama Singapura serta Sabah dan Serawak menjadi Malaysia. Ibrahim lahir di Malaysia, tapi keturunan Bugis. Di akhir hayat, dia berhijrah ke Indonesia dan berganti nama dan wafat di TMP Kalibata.
Yaacob pengagum Soekarno. Sepuluh windu kemerdekaan Indonesia, kisah heroik mereka kembali terungkap. Seperti CNBC Indonesia tulis, pada 12 Agustus 1945, mereka menemui tiga pentolan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Yakni, Soekarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat, sehabis mereka bertemua Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Kepada mereka, petinggi militer Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus 1945.
Dan, belakangan setelah insiden Rengasdengklok, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemersekaan RI pada 17 Agustus 1945. Tahun 1937, Yaacob tokoh pergerakan kemerdekaan Malaya, mendirikan Kesatuan Melayu Muda (KMM).
Opsinya, termasuk, menyatukan Malaya dengan Indonesia. Boon Kheng Cheah dalam Red Star Over Malaya: Resistance and Social Conflict During and After the Japanese Occupation of Malaya, 1941-1946 (1983), Yaacob dan Burhanuddin mendirikan KRIS pada Juli 1945, sayap KMM.
Nah, setibanya di Perak, negara bagian kini saksi bisu koalisi pemerintahan PM Anwar Ibrahim, dari Dalat, Soekarno Cs bertemua Yaacob dan petinggi KMM, serta jenderal Umezu dari bala tentara Jepang. Dalam pertemuan itu, tulis Byungkuk Soh dalam risalah berjudul "Ideals without Heat: Indonesia Raya and the Struggle for Independence in Malaya" (2005).
Soekarno berkata: "Mari kita ciptakan satu tanah air bagi mereka yang berdarah Indonesia." Yaacob berdiri dan menjabat tangan Soekarno sembari berkata: "Kami orang Melayu akan setia menciptakan tanah air dengan menyatukan Malaya dengan Indonesia yang merdeka,”. (*)