angkaberita – Kalau Batam sibuk penertiban reklame, Pemko Surabaya terhitung kreatif menggali PAD mereka. Meskipun hebohkan kalangan pengusaha, Bapenda di sana kreatif menggali PAD dari SPBU. Yakni, pajak reklame resplang SPBU.
Berdalih perintah BPK, Pemko Surabaya lewat Bapenda mengenakan pajak reklame terhadap resplan warna merah di SPBU. Kontan, kebijakan sepihak tadi, memancing protes pengusaha SPBU tergabung di Hiswana Migas.
Senin (4/8/2025), mereka meluapkan protes saat hearing di DPRD Surabaya. Sebab, Bapenda mengenakan pajak reklame ke SPBU di Surabaya, terkait resplang warna merah mengitari atap SPBU, dengan pengenaan pajak tahun berjalan.
“Ribut-ribut hanya warna merah atap pom bensin dikenakan pajak,” kata Muhammad Machmud, Ketua Komisi B DPRD Surabaya. Hearing menghangat saat kuasan hukum Hiswana Migas menuding ada keganjilan kebijakan Bapenda tadi.
Sebab, pada 2023, Bapenda melayangkan tagihan kekurangan pelunasan pajak reklame kepada seluruh pengusaha SPBU di Surabaya. Tanpa sosialisasi, Bapenda menagih kekurangan pelunasan pajak reklame, terhitung tahun 2019-2023.
Penagihan Psikologis
Padahal pengusaha SPBU tertib membayar pajak setiap tahun. Kurang bayar tadi, versi Bapenda, tagihan tambahan pajak resplang Pertamina berwarna merah. Padahal warna merah di kanopi SPBU bukan bagian reklame bersifat iklan atau promosi.
Itu juga bukan termasuk kategori logo Pertamina. Bapenda berdalih itu perintah BPK Jatim, tapi hanya berlaku di Surabaya. Hiswana menyebut taka da penarikan serupa di Gresik dan Sidoarjo, tetangga kanan kiri Surabaya.
Protes SPBU lantaran Bapenda memasang plang di SPBU. Sehingga dikhawatirkan warga menafsirkan tidak-tidak ke SPBU terkait. Kabid Pajak Reklame, Bapenda Surabaya, Ekky Noorisma berkelit penarikan pajak warna merah tadi memang perintah BPK Jatim, meskipun tak menyodorkan bukti.
Terkait tudingan Pemko tanpa sosialisasi, dia menyodorkan Perwali pengenaan pajak resplang SPBU terbit sejak 2010. “Jadi sebetulnya regulasinya mengacu pada aturan lama,” kata dia sembari berjanji akan berkonsultasi ke BPK Jatim.
Hiswana Migas di hearing mendatangkan pakar komunikasi dari Unair, Titik Puji Rahayu. Dia Kepala Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Unair. Kata dia, Pemko keliru menafsir elemen visual SPBU, terutama warna merah di kanopi.
“Warna merah kanopi SPBU Pertamina bukan bagian logo komersial atau elemen promosi. Warna itu merepresentasikan identitas negara, Merah Putih, karena Pertamina adalah BUMN milik negara. Maka tidak tepat jika dianggap sebagai reklame,” tegas dia.
Duit Gede Ke APBD
Dalam Perwali No. 70/2010, Pasal 9 ayat 2, dijelaskan penghitungan reklame hanya berlaku pada logo, warna, gambar, dan tulisan membentuk bidang empat persegi panjang. Meskipun tiga kali revisi, substansi pasal tak berubah.
Hiswana Migas mengaku tindakan itu berpotensi merugikan secara hukum. “Penyilangan tanpa penjelasan bisa memunculkan persepsi bahwa SPBU melanggar aturan atau bahkan melakukan pelanggaran,” kata Ben Hadjon dari Hiswana Migas Surabaya.
Apalagi Pemko tak pernah menunjukkan surat dari BPK Jatim. Di Jakarta, lewat Perda No. 1/2024, pajak reklamet identik dengan Perwali Surabaya. Tapi, penerapan berbeda. “Yang dirugikan adalah para mitra distribusi, bukan Pertamina sebagai institusi. Nilai pajaknya juga besar—sekitar Rp26,023 miliar untuk 95 SPBU, ditarik mundur sejak 2019,” jelas Ben.
Selain Pertamina, pengelola SPBU juga dari kalangan swasta. Cara mengenali pengelola lewat nomor SPBU terkait. Di Surabaya, pemain SPBU bukan hanya Pertamina. Secara nasional terdapat lima pengelola SPBU di Tanah Air. (*)