angkaberita - Setelah resmi menjabat Kadispar, Hasan tancap gas menggarap ekonomi kreatif dan pariwisata Kepri. Bahkan, usai kongsi empat provinsi di Batam, dia berkoar bersama mereka segera bikin hajatan kolaborasi pariwisata berskala internasional. Mimpikah?
“Kita empat provinsi (akan) mengadakan event pariwisata bersama, levelnya nasional dan bahkan internasional. Ini baru perdana terjadi di Indonesia,” klaim Hasan, seperti tribunbatam tulis, usai Gubernur Ansar menjamu KDH dari Jateng, Lampung dan Malut ke Penyengat dan Lagoi.
Klaim Hasan, untuk sebagian, telah terealisasi meskipun terbatas di Bintan. Yakni, lewat sport tourism di sana. Tahun lalu, mirip dengan sport tourism di Jawa Tengah, Bintan adakan menggandeng BUMN. Di Oktober, bareng Lagoi, juga berlanjut dengan pendana berbeda.
Jika pakem kolaborasinya serupa, hajatan sport tourism paling masuk akal menjadi pembuktian. Skenarionya, semisal, menjadikan ajang “BUMN Marathon” hajatan serial di empat provinsi berbeda setiap tahunnya. Tapi, kecuali Kadispar Hasan, publik hanya dapat menebak-nebak saja kolaborasi dia maksud.
Pakem Kebijakan Dispar
Sebab, jika merujuk kondisi telah terjadi, terdapat dua skenario. Yakni (1) Di era Kadispar Guntur dengan eksekusi pariwisata bersandar keunggulan kabupaten/kota, dengan tetap dalam bingkai border tourism. Kemudian (2) Garapan pariwisata di tangan Kadispar Hasan.
Khusus Hasan, pakemnya merujuk “Ekonomi Kreatif”, artinya setiap hajatan pariwisata “bakal” melibatkan Dekranasda dan UMKM turunannya. Dengan itenary wajib selanjutnya, untuk sebagian, Pulau Penyengat dan Lagoi. Sebab, Pulau Penyengat merupakan pertaruhan kredibilitas Gubernur Ansar.
Dia, lewat APBN dan APBD, telah jor-joran membangun Pulau Penyengat menjadi destinasi unggulan Kepri. Selanjutnya, boleh jadi, dengan Tugu Bahasa kelak menjadi destinasi nasional. Sedangkan Lagoi, sebab di sana ada, Pemda ada kepentingan menjaga kelangsungan investasi. Termasuk, kepentingan investasi lanjutan skala besar di Bintan.
Hanya, untuk sebagian, kini agaknya terjadi perubahan resep eksekusi. Kalau Dispar Guntur mendorong swasta, dengan Pemda menjadi fasilitator. Ujungnya, tidak akan banyak event jika swasta tak berinisiatif. Apalagi, skema border tourism kuncinya bukan hanya di promosi dan destinasi.
Tapi, lebih dari itu, di regulasi. Kadispar Guntur dengan dukungan Gubernur Ansar terbilang sukses. Terbukti, dengan penerbitan kebijakan relaksasi visa ke Kepri demi mendongkrak pariwisata. Pendeknya, skenario pariwisata padat akal.
Sedangkan di era Kadispar Hasan, sebaliknya padat modal. Karena, untuk sebagian, Pemprov bersama Pemda akan lebih berinisiatif menggelar hajatan menarik pariwisata. Karena itu, wajar jika kemudian Gubernur Ansar mengkritisi pokir di Dispar.
Boleh jadi, Pemprov menilai pokir nantinya mendanai event pariwisata dengan melibatkan banyak pihak, seperti UMKM dan Dekranasda. Hajatan itu diperlukan, untuk sebagian, sebagai penjaga momentum dan atau bentuk pertanggungjawaban kepada Kemenpar.
Sehingga kerja keras Gubernur Ansar selama ini mengundang pejabat pusat ke Kepri, memamerkan pariwisata tak berakhir menjadi istana pasir. Syukur-syukur, pada akhirnya, dapat mendunia pariwisata di Kepri dengan segenap dinamikanya.
Lupa Karakter Kepri
Hanya, demi memburu mimpi itu. Momentum pariwisata di Kepri belakangan justru banyak terlupakan. Semisal libur long weekend. Dalam tiga kesempatan long weekend dua bulan terakhir, di Kepri nyaris tiada hajatan pariwisata berskala massal.
Hajatan justru di hari-hari tanpa long weekend. Akhinya, libur panjang akhir pekan tadi terlewatkan begitu saja. Padahal, untuk sebagian, banyak potensi perputaran ekonomi di sana. Peluang Kepri menggerakan potensi itu juga ada, bahkan tersedia. Yakni ASN.
Zonasi kebijakan pariwisata menurut keunggulan masing-masing kabupaten/kota memang masuk akal. Tapi, menyia-nyiakan potensi ASN sebagai penggerak peluang pariwisata di Kepri jelas tak masuk akal. Sebab, dengan kondisi sekarang, ASN satu-satunya kalangan masih memilik spending power, meskipun tak sekuat sebelum kebijakan efisiensi.
Poinnya? Ekosistem pariwisata di Kepri harus mulai menjadikan ASN ke depan captive market mereka. Setidaknya di level lokal. Buktinya, Pemko Tanjungpinang ngutang ke BRK Syariah agar TPP ASN terjaga. Sebab, klaim Diskomifo, belanja mereka menggerakan ekonomi di Bumi Gurindam.
Nah, caranya dapat meniru diler kendaraan menebar kredit motor, alias pelaku usaha pariwisata memberikan paket plesiran dengan insentif khusus ke ASN. Targetnya perorangan ASN, bukan institusi. Dengan begitu, semisal keluhan, ASN bekerja dan mencari duit di Tanjungpinang, tapi menghabiskan di Batam dapat berkurang.
(*)