Pemprov Kepri Maju Mundur Pajaki Kapal, Takut Picu Inflasi Daerah?

angkaberita – Kendati menjadi perintah UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, Pemprov Kepri agaknya masih maju mundur menerapkan pajak kendaraan di atas, alias kapal. Terbaru, lewat Bapenda mereka berancang-ancang memungutnya. Berisiko picu inflasi?

Tidak ada jawaban dari Kabid Pendapatan Bapenda Kepri soal. Tapi, pemerintah pusat menjadikan inflasi sebagai indikator kesuksesan KDH menakhodai daerah. Kian rendah, makin berpeluang mendapatkan dana insentif bentuk apresiasi pemerintah ke Pemda.

Meski demikian, alasan inflasi sempat disodorkan kalangan akademisi sewaktu mengkritisi Pelindo menaikkan  tarif pas masuk ke Pelabuhan Sri Bintan Pura di awal Februari lalu. Padahal, kenaikan tidak langsung ke moda transportasi. Keduanya memiliki benang merah serupa.

Yakni, moda transportasi air, seperti kapal. Definisi di pajak daerah ialah pajak kendaraan di atas air. Sekdaprov Kepri, Adi Prihantara mengonfirmasi skenario itu. Apalagi, kata dia, itu perintah perundangan. Kata dia, seperti hariankepri tulis, kini masih kajian dengan mempertimbangkan dampak ke perekonomian daerah.

Ongkos Kapal Naik

Andi Mardianus, Kabid Pendapatan Bapenda Kepri menambahkan, mereka berhati-hati mengeksekusinya lantaran berdampak pada biaya operasional kapal. Karena, pajak kendaraan air dimaksud juga mencakup kapal penumpang. Konsekuensinya pengenaan pajak berisiko mempengaruhi ongkos naik kapal, termasuk feri ke Batam dan tujuan lainnya di Kepri.

Baca juga :  Bukan e-KTP, Begini Cara Bikin KTP Digital Online Di Ponsel

Dengan ketentuan opsen pajak kendaraan, dan kebijakan efisiensi anggaran, risiko defisit APBD Kepri terbuka lebar. Namun Andi tak sepakat, rencana pajak kapal semata bertujuan menambal defisit APBD, meskipun dia tak menampik potensinya. Dia mengakui, sejak ketentuan opsen pajak, penerimaan pajak daerah terkoreksi.

Bahkan, terbaru Bapenda barusan mengkoreksi dengan menurunkan target pajak kendaraan mereka tahun 2025. “Cuma pajak kendaraan (air) meskipun telah jadi perintah UU, tapi Pemprov belum eksekusi. (Meskipun) menjadi harapan baru sumber PAD di luar Ranmor dan pajak daerah lainnya,” kata Andi, belum lama ini, per WA. Pajak kapal perintah UU tadi menyasar kapal di atas 7 GT. GT beda dengan DWT.

Karena di bawah itu, telah lama menjadi kewenangan Pemprov mengelolanya, termasuk perizinannya. Seperti pendaftaran dan sejenisnya. Di Kepri, pendaftaran kapal di Pelabuhan Batam dan Pelabuhan Batam. Karenanya, Pemprov lewat Bapenda berkoordinasi dengan KSOP guna proyeksi jumlah kapal calon objek pajak nantinya.

Nunggu Data KSOP

Dalam UU, pajak kapal masuk pajak daerah bersumber pajak kendaraan bermotor. Bedanya dia kendaraan di atas air. Sehingga Pemprov melibatkan Kemenhub dan Kemendagri guna akses data jumlah kapal. Kemenhub lewat KSOP Ditjen Perhubungan Laut kapal terdaftar dan beroperasi di Kepri, termasuk kapal barang.

Baca juga :  COVID-19: BKN Jor-joran Modali PNS Buka Laundri Dan Usaha Pangkas Rambut, Kenapa?

Ke Kemendagri, kata Andi, terkait NJKB kapal baru. Kini, Pemprov tengah berkoordinasi dengan KSOP mengumpulkan data-data terkait keperluan itu sembari menunggu terbitnya aturan teknis pemungutan. Sebab, pajak kendaraan bermotor, banyak dasar pengenaannya.

Seperti Perpres No. 5 Tahun 2015, termasuk urusan asuransi jasa raharjanya, turunan dari UU No. 22/2009 dan UU No. 33/1964. Sebagian mereka terangkum dalam UU No. 1/2022. “Nah, kendaraan di atas tidak termasuk dasar pengenaan UU No. 22/2009,” kata dia merujuk rujukan legal pengaturan lalu lintas jalan raya.

Kini, selain pendataan kapal, Pemprov tengah menunggu NJKB dan regulasi teknis pemungutan. Selain kajian dampak, pihaknya juga mengkaji skenario meredam lonjakan ongkos kapal nantinya. “Karena UU dan PP ada (klausul) kringanan dan pengurangan dan penghapusan pajak (kapal),” sebut dia. Nah, khusus kapal penumpang apakah diberlakukan kebijakan itu.

(*)

Bagikan