*) Nur Humaira
NICHOLAS Pandu Syahputra, mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan STISIPOL Raja Haji berhasil mengikuti program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) di Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV provinsi Riau dan Kepulauan Riau.
Kepedulian terhadap budaya lokal semakin jarang ditemukan di kalangan anak muda. Namun, Nicholas menjadi contoh nyata generasi muda yang berupaya melestarikan kebudayaan Melayu melalui mengikuti program MSIB dengan fokus pada cabang MBK (Magang Bersertifikat Kebudayaan).
Program MBK ini bertujuan untuk melakukan inventarisasi data kebudayaan, termasuk cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan, khususnya di wilayah Kepulauan Riau. Nicholas menjelaskan alasan kuatnya untuk bergabung dengan program ini. “Kita ini kan hidup di daerah Melayu, asal mula Melayu, jadi kita harus melestarikan kebudayaan Melayu dengan cara mencatat inventarisasi data kebudayaan. Kalau tidak, budaya kita bisa hilang dimakan zaman,” kata dia, Sabtu (11/1/2025)
Nicholas mendaftar melalui Direktorat Pelindungan Kebudayaan, yang kini berada di bawah Kementerian Kebudayaan. Ia ditempatkan di Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IV, yang membawahi Provinsi Riau dan Kepulauan Riau. Program ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk berkontribusi langsung dalam melestarikan warisan budaya melalui kegiatan yang terjun langsung ke lapangan.
Selama program, Nicholas dan tim melakukan berbagai kegiatan, seperti percepatan pendataan cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan di Provinsi Riau. Mereka juga terlibat dalam alihwahana sampan Apolo, salah satu ikon budaya tradisional Melayu, dan pembuatan booklet cagar budaya di Tanjungpinang.
“Kemarin kami di Riau melakukan pendataan cagar budaya di Candi Muara Takus. Lalu, di Lingga, kami mengambil data dari Istana Damnah, yang merupakan peninggalan Kerajaan Riau Lingga,” jelas Nicholas. Ia juga menyebut bahwa pengalaman turun langsung ke lokasi bersejarah memberikan kesan yang sangat mendalam.
Pada awalnya, Nicholas berharap program ini hanya sebatas memberikan pengalaman perkuliahan di luar kelas serta konversi SKS. Namun, realisasi di lapangan justru melampaui ekspektasinya. “Setelah saya mengikuti program MBK ini, ternyata pengalaman yang didapat sangat luar biasa. Kami benar-benar bisa belajar banyak, tidak hanya teori tetapi juga praktik langsung,” kata dia.
Nicholas juga menyoroti pentingnya program ini bagi anak muda. Ia menilai program seperti MBK dapat menjadi jembatan bagi generasi Z untuk lebih dekat dengan kebudayaan. “Anak muda seperti kita ini kan jarang bersentuhan langsung dengan kebudayaan, jadi program ini sangat penting untuk mempelajari budaya kita,” kata dia.
Program MBK yang seharusnya dimulai pada Agustus 2024 sempat mengalami penundaan dan baru dimulai pada 6 September hingga 31 Desember 2024. Meski demikian, durasi yang terbilang singkat itu berhasil dimanfaatkan dengan maksimal oleh para peserta. Nicholas dan timnya melakukan pendataan ke beberapa wilayah, termasuk Lingga dan Pekanbaru.
Nicholas berharap program seperti MBK terus diadakan di masa depan. Ia menilai, program ini tidak hanya memberikan manfaat bagi mahasiswa secara akademik, tetapi juga memperkaya wawasan mereka tentang kebudayaan. “Harapan saya, program seperti ini terus diadakan karena sangat bermanfaat, terutama untuk anak muda seperti kita yang bisa mendapatkan pengalaman dan ilmu luar biasa di bidang kebudayaan,” pesan dia.
*) Penulis Mahasiswi Sosiologi STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang
DISCLAIMER: Setiap tulisan di rubrik kolom sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya masing-masing