Berkat ‘Kumis’ Erdogan Menangi Pilpres Turki?
angkaberita.id - Recep Erdogan (69) memenangi Pilpres Turki. Perhitungan sementara, dia mengungguli Kemal Kilicdaroglu, Capres usungan parpol bentukkan Kemal Attaturk, di Pilpres putaran kedua, Minggu (28/5/2023). Erdogan menang berkat "kumis"?
Dari 97 persen suara masuk, seperti dilansir Aljazeera, Erdogan meraih 52,1 persen. Kemal hanya 47,9 persen. Jika tak terjadi kejutan, Erdogan bakal kembali menjadi Presiden Turki selama lima tahun ke depan.
Termasuk memimpin Turki memasuki 100 tahun menjadi republik menyusul runtuhnya Kesultanan Turki Usmani setelah kalah di perang dunia I. Republik Turki resmi berdiri 29 Oktober 1923 setelah militer di bawah Attaturk mengasingkan Sultan Mehmed VI.
Hasil tadi, Erdogan tercatat bakal berkuasa di Turki selama 25 tahun, termasuk hampir 10 tahun sebagai presiden sejak 2014, dan presiden dengan kekuasaan eksekutif sejak 2018. Dukungan Sinan Ogan, Capres kubu nasionalis sekaligus sekutunya di pemerintahan, disebut mendongkrak suara Erdogan.
Namun, seperti diakui Sinan, Erdogan kembali berkuasa berkat "kumis"-nya. Kenapa? Ogan mengalihkan dukungan ke Erdogan lantaran AKP, parpol bentukkan Erdogan, bersama koalisinya kembali menguasai mayoritas parlemen Turki.
Koalisi AKP menguasai 323 dari 600 kursi DPR hasil Pemilu 14 Mei, dengan AKP menduduki 268 kursi. Kendati berkurang 27 kursi, kemenangan AKP menjadi bukti Erdogan mengakar di pemilih mayoritas Turki. Terutama warga perdesaan di jazirah Anatolia, dan kaum Islam konservatif.
Sedangkan CHP, kubu oposisi di parlemen sekaligus parpol warisan Attaturk kuat di perkotaan dan kawasan pesisir pantai, dengan pemilih cenderung sekuler. Terbukti saat Pemilu lokal, AKP kalah dari CHP saat pemilihan walikota di empat kota terbesar di Turki, termasuk Istanbul dan Ankara, ibukota Turki Eropa dan Asia.
"Mereka di dapur, kita di balkon. Kendati belum ada hasil pasti, kita terbukti jauh memimpin," kata Erdogan dari balkon markas AKP di Ankara usai coblosan Pilpres 14 Mei menyindir iklan kampanye Kemal.
Kemal memilih dapur sebagai latar iklan kampanye sentilan ketidakbecusan Erdogan mengelola ekonomi Turki ditandai inflasi dan meroketnya biaya hidup belakangan. Dapur identik dengan ekonomi. Pesannya, dapur tak ngepul gegara Erdogan tak becus kelola ekonomi.
Namun, bagi Erdogan, balkon dan Anatolia merupakan pilar kultural Turki sekaligus ceruk politik struktural AKP. Kumis menjadi identitasnya. "Seorang pria tanpa kumis ibarat rumah tanpa balkon," beber Benoit Fliche, Antropolog di French Institute of Anatolian Studies di Istanbul merujuk ungkapan populer di Turki.
Seperti juga tradisi Timur Tengah, kumis dan jambang menjadi identitas kultural kaum laki-laki. Kumis di kalangan Anatolia simbol kejantanan (virility). Tak heran, kumis mendadak populer di Turki selepas kudeta gagal tahun 2016. Hampir seluruh menteri kabinet Erdogan setelah itu selalu berkumis, termasuk mereka sebelumnya tak berkumis.
Jauh sebelum itu, Istanbul juga telah menjadi pusat tren kumis di Timur Tengah. Bedanya, Istanbul lebih kepentingan ekonomi. Sedangkan kumis setelah kudeta lebih politis, menteri takut kena resafel selain sebagai bentuk loyalitas ke Erdogan. Kumis Erdogan sendiri khas Anatolia, tipis rapi di atas bibir.
Sebab, kalau tebal dan bersemak lazimnya kumis Stalin, kelakar berkembang, itu kumis kaum kiri dan Kurdi. Sedangkan kalau melengkung ke bawah mirip taring, konon itu kumis kaum esktrem kanan. Erdogan mencerminkan kumis kaum agamis asli Turki. Kadang di politik, preferensi coblosan juga berkisar soal kumis atau klimis, alias penampilan.
(*)