Bukan Soal Gender-Disabilitas, Dewan Pers: Kunci IKP Melejit Di Informan Ahli
angkaberita.id - Gubernur Ansar agaknya masih penasaran Kepri terlempar keluar 10 besar dalam Indeks Kebebasan Pers (IKP) 2022 setelah menjadi pemuncak IKP tahun 2021. Saat Dewan Pers menaja hajatan di Batam, Ansar menyempatkan diri bersilaturahim dengan petinggi mereka di Tanjungpinang.
Jumat (30/9/2022), Ansar meriung dengan Agung Dharmajaya, Wakil Ketua Dewan Pers, dan rombongan, termasuk mendiskusikan IKP. Sejumlah catatan terungkap dalam diskusi di sebuah restoran itu. Kini Pemprov melalui Diskominfo tengah menginventarisasi peta masalah dan indikator penilaian.
"Kemerdekaan pers dilihat dari persepsi gender sebagai indikator penilaian serta perhatian terhadap penyandang disabilitas, anak dan perempuan telah kita upayakan dan sedang berjalan," klaim Ansar mengulang alibi Kepri terpental keluar 10 besar IKP 2022. Dia yakin tahun depan hasilnya lebih baik.
Isu Kekerasan Jurnalis
Kendati secara nasional, Dewan Pers menilai IKP di Tanah Air cenderung meningkat, tapi persoalan kekerasan terhadap jurnalis dan isu kesejahteraan pekerja pers masih menghantui sejumlah daerah, termasuk di Kepri. Kaltim mencatatkan IKP sebesar 83,78 poin, menggeser Kepri dengan IKP 80,95 poin.
Tahun ini, Kepri terlempar dari daftar 10 besar secara nasional, bertengger di urutan ke-12. Padahal tahun lalu, Gubernur Ansar menerima penghargaan Anugerah Dewan Pers 2021. Di Sumatera, Kepri di bawah Jambi, Riau dan Sumatera Selatan, masing-masing, peringkat kedua, keenam dan sepuluh besar IKP 2022 di Tanah Air.
Kenapa Kepri terlempar? Kemungkinan besar masih terjadinya sejumlah kasus penghalangan terhadap kerja jurnalis di Kepri. Kejadian paling menyita perhatian ialah insiden ajudan Menhub saat kunjungan ke Batam. Kekerasan terhadap jurnalis di Batam tadi juga seperti menambah daftar panjang kekerasan serupa di Kepri sebelumnya.
Meski demikian, Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra mengungkapkan IKP tahun 2022 cenderung meningkat, dari 76,02 poin pada 2021 menjadi 77,88 poin sekarang. Namun, dia mengingatkan publik, khususnya pers agar tak berpuas diri. "Kemerdekaan pers tetap harus diperjuangkan," kata Azra, saat itu.
Dewan Pers menyurvei IKP 2022 di 34 provinsi, dengan tiga lingkungan mencakup 20 indikator, serta melibatkan 340 informan ahli sebagai responden, dan 10 anggota Dewan Penyelia Nasional (National Assessment Council/NAC). Tiga lingkungan tadi meliputi fisik dan politik, ekonomi dan hukum.
Survei bermetode kuantitatif dan kualitatif dengan skoring skala 1-100. Angka 1-30 sangat buruk, dan skor 90-100 sangat baik alias bebas. Dari hasil FGD sejumlah daerah, kasus kekerasan terhadap jurnalis dan isu kesejahteraan mereka terus mengemuka.
Kasus kekerasan, indikator kebebasan pers, LBH Pers mencatat sepanjang 2021 terjadi 55 kasus tersebar di 19 provinsi, termasuk Kepri, menurun dibanding tahun 2020 sebanyak 117 kasus. AJI Indonesia mencatat 43 kasus dalam setahun lalu, turun dibanding setahun sebelumnya.
Survei Persepsi
Terpisah, Agung menegaskan IKP merupakan survei persepsi. Sehingga kuncinya terletak pada informan ahli, persisnya 12 informan ahli, responden survei Dewan Pers kelak. Karena survei persepsi, hasilnya menggambarkan persepsi dan perspektif responden, alias informan ahli saat menjawab kuisioner dan wawancara.
Kemudian diharmonisasi melalui proses FGD selama pelaksanaan survei mulai Januari-Juli tahun depan melibatkan pihak ketiga. Kata Agung, informan ahli menjadi ujung tombak memberikan penjelasan apa telah terjadi dan apa sudah dilakukan daerah membereskannya.
Agung menambahkan, metodologi penilaian IKP keterwakilan, dan kualitas 12 informan ahli menentukan hasil IKP. "Kualitasnya menjadi penting karena ketika informan ahlinya tidak bisa membunyikan apa yang terjadi di sini (Kepri), informasi yang diberikan terbalik," tegas Agung, seperti dikutip Kabarbatam.com, Sabtu (1/10/2022).
Dalam penentuan selusin informan ahli, Dewan Pers tak ikut campur tangan. Terpenting mereka mewakili jurnalis, perusahaan pers dan masyarakat. Dalam IKP, terdapat tiga kategori, yakni fisik, hukum dan sosial ekonomi. Agung menambahkan, informan ahli maksimal dua kali kesempatan menjadi responden.
Di akhir, Agung menegaskan, meskipun Dewan Pers tak mengintervensi penunjukkan informan ahli di daerah, tapi berhak melihat calon disodorkan saat survei kelak. "Ini (bertujuan) supaya informan ahli adalah orang yang tahu, paham dan mengerti (kebebasan pers) sehingga ketika menyampaikan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan," pesan Agung ke Gubernur Ansar.
(*)