Bukan PKS, Kunci Muluskan UU Daerah Kepulauan Di Tangan Nasdem-PDIP?
angkaberita.id - Dibandingkan parpol lain di Kepri, legislator PKS terbilang paling nyaring menyerukan RUU Daerah Kepulauan. Namun, kunci memuluskan pembahasan RUU berusia 16 tahun sejak Deklarasi Ambon, justru di tangan Nasdem dan PDIP, termasuk di Kepri. Kenapa?
Dukungan PKS ke RUU Daerah Kepulauan, meskipun terdengar kencang menyusul curhat Gubernur Ansar di Forum Gubernur se-Indonesia belum lama ini, sejatinya bukan ikhwal baru. Kader mereka di DPR sejak 2018 telah menegaskan keberpihakan itu. Bahkan, duduk di Pansus RUU Daerah Kepulauan.
Namun, Pansus RUU di DPR berjalan di tempat, hingga mereka mencari akal dengan mendorong DPD akhirnya turun tangan, menginisiatifkan usulan RUU Daerah Kepulauan di bawah La Nyalla Matalitti, Ketua DPD RI. Hasilnya, dua tahun terakhir sejak 2021, usulan RUU Daerah Kepulauan tembus Prolegnas.
Meskipun, untuk sebagian, nasibnya justru kesalip UU Pengadilan Tinggi dan UU Pengadilan Tinggi Agama. Bahkan, DPR baru saja mengesahkan keduanya belum lama ini, termasuk di Kepri. Analisis Ing Iskandarsyah, Analis Ekonomi Kepri di Tanjungpinang, menyebut RUU Daerah Kepulauan kental muatan politiknya masuk akal.
"Jangan sampai hanya wacana politik, walau kita nggak bisa memungkiri kalau dalam suatu Undang-Undang ada unsur politik" tegas Iskandarsyah, Ketua Harian IKA SMANSA Tanjungpinang, di bawah Ketum HM Rudi, Walikota Batam, seperti dikutip Sijoritoday, Jumat (20/5/2022).
Karena itu, Gubernur Ansar sejak jauh hari menegaskan perlunya sinergi provinsi daerah kepulauan, tersebar di delapan provinsi di RUU Daerah Kepulauan, sejak dini. Dan, untuk sebagian, idealnya bukan terbatas Pemprov dan Pemko/Pemkab, tapi juga legislatif mereka. Pemprov Babel merupakan contoh terbaik urusan sinergi internal.
Ujungnya, Gubernur Erzaldi Rosman bahkan dengan lantang meminta jatah dana bagi hasil tambang, terutama timah, lebih adil ke pusat. Belakangan Gubernur Ansar, dengan isu berbeda, meneriakkan keluhan serupa. Seperti pemekaran Provinsi Natuna-Anambas lantaran kendala distribusi anggaran. Dengan kata lain, kondisi APBD Kepri.
Namun, kesolidan gaya Pemprov Babel belum terdengar ke tujuh Pemprov tercakup RUU Daerah Kepulauan lainnya, termasuk Kepri. Kecuali PKS, belum terdengar dukungan formal legislator di Kepri, termasuk di DPR, soal RUU Daerah Kepulauan. Padahal, Ketua DPRD Kepri sekarang merupakan wakil Kepri di Deklarasi Ambon.
Dukungan baru terdengar dari DPD, alias senator Kepri. Selain RUU merupakan usulan mereka, meskipun dengan embel-embel membentuk kaukus dan tim khusus segala, tapi selebihnya hanya sebatas dukungan moral saja. Sebab, legislasi perundangan merupakan kewenangan DPR.
Nah, berkaca hasil Pileg 2019, parpol di koalisi pemerintahan Jokowi-Makruf merupakan pemenang pesta demokrasi lima tahunan. Bahkan, kini mereka merupakan super majority di parlemen dengan menyisakan PKS dan Demokrat sebagai kubu oposan.
Nasdem-PDIP
Pendeknya, urusan RUU Daerah Kepulauan tak mungkin selesai bermodal curhat dan manuver sana-sini eksekutif dan DPD RI, tanpa ada kesolidan secara politik di DPR. Lazimnya kerja politik, legislasi RUU juga meniscayakan kerja politik. Dengan modal politik 49 kursi di DPR, meskipun kurang 10 persen kursi DPR, tapi bukan tak mungkin menjadi UU.
Kuncinya, pertama di masing-masing provinsi daerah kepulauan solid secara politik. Kalau perlu meniru cara Babel, Pemko/Pemkab-Pemprov dan DPRD masing-masing satu tekad mengegolkan RUU Daerah Kepulauan. Kedua, masing-masing legislator di DPR dari daerah kepulauan melobi masing-masing internal parpol mendukung usulan, dengan mempertimbangkan proses take and give dengan dengan sejawatnya dari provinsi bukan daerah kepulauan.
Ketiga, terakhir, kerja-kerja politik RUU Daerah Kepulauan tidak terfokus dan menjadikan klausul hak dana khusus kepulauan sebesar 5 persen total dana transfer sebagai tujuan puncak lobi politik. Namun, berganti strategi, dengan mendorong pemerintah mendelegasikan lebih banyak kewenangan ke daerah dalam sejumlah urusan.
Caranya, untuk sebagian, dengan mendorong revisi perundangan terkait, serta meminta pusat melalui kementerian mengucurkan duit lewat batuan program pembangunan dibanding melahirkan UU baru. Apalagi, seperti diakui Iskandarsyah, hasrat mengegolkan RUU Daerah Kepulauan jejaknya sejak rezim SBY melalui RUU Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan, juga mentok. Terbukti, pemerintah melalui Gamawan Fauzi Mendagri saat itu, justru menolak.
Jadi, untuk sebagian, tak perlu cash money lewat DAK 5 persen, seperti mandat RUU Daerah Kepulauan, tapi bantuan program (block grant) di daerah kepulauan melalui legislator mereka masing-masing di DPR, dan masing-masing, komisi bertugas. Nah, pada titik itu, Nasdem dan PDIP menjadi kuncinya.
Selain parpol pemenang Pileg 2019 dan koalisi pemeritahan Jokowi-Makruf, juga Nasdem dan PDIP merupakan dua parpol mengirimkan wakil dari delapan daerah kepulauan. Begitu juga di Sumatera, dua daerah kepulauan, Kepri dan Babel, dua parpol itu memiliki Jubir di Senayan.
(*)