Jokowi Segera Cabut HGU Dan HGB Lahan Telantar, Termasuk Lahan Konsesi Di Batam-Bintan?
angkaberita.id - Ibarat penyakit, keluhan lahan tidur di Tanah Air terhitung kronis, termasuk di Kepri. Kementerian ATR, bahkan bersiap menertibkan lahan tidur. Terbaru, Presiden Jokowi segera mencabut HGU dan HGB lahan telantar dan mendistribusikan kepada pihak memerlukan.
Mereka, kata Presiden cukup melapor lengkap dengan rencana penggunaan lahan diperlukan. "Akan kita lihat HGU dan HGB yang ditelantarkan, semuanya. Mungkin bulan ini atau bulan depan akan mulai saya cabut satu per satu," janji Jokowi, seperti dilansir Katadata, Jumat (10/12/2021).
Dia menegaskan, akan banyak HGU dan HGB dicabut, namun tidak merinci jumlah, termasuk luasan lahan telantar. Konsesi lahan tadi, umumnya telah diberikan lebih 20 hingga 30 tahun, tapi kondisi telantar. Pemerintah dengan bank tanah akan mencatat lahan dicabut sertifikat HGU dan HGB
"Sudah ada yg mengomandani. Ada banyak sekali yang kita cabuti," kata Presiden. Nanti lahan tadi akan didistribusikan kepada pihak memerlukan. "Yang memerlukan lahan dengan jumlah sangat besar, silakan sampaikan pada saya. Akan saya carikan," kata Presiden.
Syaratnya, permintaan disertai proposal dan studi kelayakan (feasibility study) jelas demi mencegah pengulangan, alias kembali telantar. Lokasi nantinya, juga ditentukan Presiden. "Jangan menunjuk, 'Pak, saya yang di Kalimantan saja'. Jangan, saya yang memutuskan," tegas Presiden.
Terpisah, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendorong pemerintah membuka luas informasi soal pertanahan demi memberantas praktik mafia tanah. Kepala Advokasi Kebijakan KPA Roni Septian mengatakan banyak informasi terkait tanah sulit diakses publik, termasuk lahan HGU.
Lahan Garapan
Di Kepri, soal penguasaan lahan juga menjadi isu krusial saat kunjungan Komisi II DPR ke Tanjungpinang, belum lama ini. Bahkan, kebijakan penertiban lahan tidur di Batam di era Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro sempat mengundang pro kontra. Ujungnya, persoalan lahan terus menghantui BP Batam, siapapun kepalanya, termasuk Muhammad Rudi ex officio Walikota Batam.
Pemerintah melalui Kementerian ATR merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Setelah itu, hasil revisi PP akan dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar sebagai turunan dari UU No. 11 Tahun 2020.
Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang mengatakan, ada isu krusial dalam revisi PP tadi. Pada PP 10/2010, kata Budi, apabila tanah ditelantarkan di bawah 25 persen, maka hak atas tanah bagian ditelantarkan akan hilang dan pemiliknya dapat mengajukan permohonan revisi luas bidang tanah.
Setelah UU Cipta Kerja terbit, apabila terdapat sebagian tanah ditelantarkan akan mengakibatkan hapusnya hak atas tanah atau hak pengelolaan pada bagian tanah. "Namun, tidak mengakibatkan terhapusnya hak atas tanah atau hak pengelolaan pada bagian tanah yang tidak ditelantarkan,” ujar Budi, awal tahun 2021. RPP juga mengatur mengenai objek kawasan telantar dan objek tanah telantar.
Budi menyebutkan, kawasan telantar yang menjadi objek adalah industri, pertambangan, perkebunan, pariwisata, dan lain-lain yang pengusahaannya didasarkan pada izin, konsesi, atau perizinan berusaha. Untuk objek tanah telantar adalah tanah hak milik, tanah hak pengelolaan, tanah Hak Guna Bangunan (HGB), tanah Hak Guna Usaha (HGU), tanah Hak Pakai, serta tanah yang diperoleh atas dasar penguasaan. (*)