COVID-19: PPKM Level 3 Kedai Kopi Buka, Batam-Pinang Sekolah Buka Juga?
angkaberita.id - Pemerintah menetapkan Batam-Tanjungpinang PPKM Level 3, dan Pemko Tanjungpinang meresponnya dengan merelaksasi ketentuan sejumlah kegiatan publik, termasuk kebijakan usaha kedai kopi dan sejenisnya.
Terbaru Kemendikbudristek mengizinkan sekolah di daerah PPKM Level 1-3 membuka sekolah tatap muka, meskipun secara terbatas. Ada lima poin penting dalam ketentuan terbaru itu. Bagaimana dengan Batam-Tanjungpinang?
Meski begitu, seperti dilansir Katadata, orangtua sepenuhnya berhak memutuskan anaknya ikut atau tidak sekolah tatap muka dimaksud, jika memang Pemda membuka pembelajaran tatap muka. Sekolah juga diwajibkan menyediakan opsi pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) serta tidak mendiskriminasi murid memilih PJJ.
“Pelaksanaan PTM terbatas di wilayah PPKM level 1-3 harus tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, kesehatan, dan keselamatan seluruh insan pendidikan dan keluarganya,” kata Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek Hendarman, Selasa (10/8/2021).
Keputusan sekolah tatap muka tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 03/KB/202l, Nomor 384 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021, Nomor 440-717 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), atau yang disebut dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri.
Ada lima ketentuan dalam SKB itu terkait penerapan Prokes. Pertama, kondisi kelas pada satuan pendidikan SMA, SMK, MA, MAK, SMP, MTs, SD, MI, dan program kesetaraan harus memperhatikan jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal 18 peserta didik per kelas (sekitar maksimal 50 persen)
Selanjutnya, SDLB, MILB, SMPLB, MTsLB dan SMLB, MALB juga harus memperhatikan jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal lima peserta didik per kelas (sekitar maksimal 62-100 persen). Khusus PAUD harus memperhatikan jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal lima peserta didik per kelas (sekitar maksimal 33 persen).
Kedua, jumlah hari dan jam pembelajaran tatap muka terbatas bergiliran dan ditentukan pihak satuan pendidikan. Kondisi itu diterapkan dengan mengutamakan kesehatan dan keselamatan warga satuan pendidikan.
Ketiga, peserta didik wajib menggunakan masker kain tiga lapis atau masker sekali pakai/masker bedah yang menutupi hidung dan mulut sampai dagu, cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan (hand sanitizer), dan menjaga jarak minimal 1,5 meter. Mereka juga tidak boleh melakukan kontak fisik seperti bersalaman dan cium tangan, serta menerapkan etika batuk/bersin.
Keempat, warga satuan pendidikan harus dalam kondisi sehat dalam menjalankan PTM terbatas. Peserta didik mengidap penyakit penyerta atau komorbid juga harus dalam kondisi terkontrol dan tidak bergejala COVID-19, termasuk bagi orang serumah dengan warga satuan pendidikan.
Kelima, kegiatan berpotensi menjadi kerumuman tidak diperbolehkan terjadi di satuan pendidikan. Seperti kantin, kegiatan olah raga serta ekstrakurikuler. Begitu pula kegiatan seperti orang tua menunggu peserta didik di satuan pendidikan, istirahat di luar kelas, pertemuan orang tua-peserta didik, pengenalan lingkungan satuan pendidikan, dan sebagainya.
Hendarman mengatakan, pembelajaran di masa pandemi berlangsung secara dinamis, yakni menyesuaikan risiko kesehatan dan keselamatan masing-masing wilayah sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri). Dia mengajak seluruh pemangku kepentingan, memastikan dampak sosial dari PJJ berkepanjangan dapat diminimalisir.
"PTM terbatas di wilayah PPKM level 1-3 bisa berlangsung optimal dengan penerapan protokol kesehatan yang ekstra ketat," ujar Hendarman. Di kepri, kecuali kucing-kucingan, Pemda agaknya lebih memilih sekolah tetap pembelajaran jarak jauh.
Di Tanjungpinang, Dinas Pendidikan sejak kepemimpinan Atmadinata hingga Plt Kadisdik Mulia Wiwin, kebijakan tetap sekolah daring. Saat itu, Atma berdalih banyak tenaga pendidik di Tanjungpinang berusia lanjut. Begitu juga Wiwin, dengan alasan berbeda juga memilih sekolah daring
Terbaru, Walikota Rahma telah menunjuk Kadisdik baru hasil lelang jabatan. Berlanjutkah kebijakan sekolah daring? Belum dapat dipastikan, namun dari hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama sekolah daring banyak kesulitan peserta didik.
Seperti pekerjaan rumah menumpuk, tak ada kuota internet, waktu belajar sempit dan alat sekolah daring kurang memadai. Sejumlah tenaga pendidik, untuk sebagian, juga mengaku serba salah. Sebab, menurut pengakuan seorang tenaga pendidik, mulai terdengar kerisauan di kalangan orangtua peserta didik. Intinya, tak sedikit orangtua mengeluhkan kondisi itu.
"Kita bingung, sebab sering terdengar suara di luaran, katanya sekolah tapi kita juga (orangtua) yang harus sekolah," tutur dia. Akibatnya, sejumlah sekolah akhirnya kucing-kucingan membuka pembelajaran tatap muka terbatas lantaran tiada terobosan di instansi terkait, khususnya menjawab kerisauan orangtua peserta didik.
(*)