COVID-19: Banyak Menjadi Pencari Nafkah, Kaum Perempuan Bekal Kepri Tekan Pandemi?
angkaberita.id - Pandemi COVID-19 diyakini bakal menambah daftar panjang perempyan berstatus pencari nafkah (breadwinner) keluarga di Kepri seiring terjadinya PHK di sejumlah sektor perekonomian. Kabar baiknya, berdasarkan survei BPS, perempuan juga menjadi bekal krusial menekan penyebaran pandemi, termasuk di Bumi Segantang Lada. Kenapa?
Ibarat perlombaan lari, pandemi COVID-19 bukanlah adu lari cepat (sprint) tapi lomba lari jarak jauh (maraton). Kaum perempuan, secara psikologis, menjadi modal sosial memenangi perlombaan. Selain secara demografis, jumlah penduduk perempuan di Kepri terbilang tinggi, bahkan di kelompok usia tertentu lebih banyak dibanding penduduk pria.
Juga secara hormonal perempuan cenderung lebih ‘melawan’ COVID-19 dibanding pria. Secara psikologis, perempuan juga cenderung mengindahkan bahaya pandemi. Setidaknya itulah hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru.
Seperti dilansir Katadata, dalam hasil survei perilaku masyarakat di masa pandemi COVID-19, responden perempuan relatif lebih patuh protokol kesehatan ketimbang pria. Adapun, survei dilakukan pada 7-14 September dengan total 90.967 responden.
Dari jumlah itu, sebanyak 55,23 persen merupakan wanita dan 44,77 persen pria. Segi usia, sebanyak 27,24 persen usia muda yaitu 17-30 tahun, kemudian 41,77 persen usia 31-45 tahun. Selebihnya, 27,37 persen usia 46-60 tahun, dan 3,62 persen usia di atas 60 tahun.
Berdasarkan pendidikan, 61 persen responden berpendidikan sarjana ke atas. “Perempuan jauh lebih patuh dibandingkan laki-laki ketika menerapkan protokol 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan),” kata Kepala BPS Suhariyanto.
Dari hasil survei mereka, 94,8 persen responden perempuan rutin memakai masker. Sedangkan hanya 88,5 persen pria rajin mengenakan masker. Selain itu, 83,6 persen responden perempuan rajin menggunakan hand sanitizer, lebih besar dari 70,5 persen pria memakai disinfektan.
Sebanyak 80,1 persen responden perempuan cenderung patuh mencuci tangan selama 20 detik. Sedangkan responden pria hanya 69,5 persen. Begitu juga dengan urusan berjabat tangan, data BPS sebanyak 87,2 persen responden perempuan menghindari jabat tangan demi mencegah COVID-19, pria hanya 12 persen.
Bagaimana dengan kebiasaan menjaga protokol kesehatan di keramaian? Perempuan di tanah air, sebanyak 81,2 persen cenderung menghindari kerumunan. Sebaliknya, kaum pria hanya 71,1 persen. Sehingga perempuan lebih tertib secara sosial. Pun, menjaga jarak minimal satu meter. Sebanyak 77,5 persen responden perempuan mematuhi protokol itu, pria hanya 68,7 persen.
Kenapa masih banyak ketidakpatuhan pada protokol kesehatan? Hasil survei BPS mengungkapkan jawabannya. Sebanyak 55 persen responden beranggapan tak ada sanksi alasan di balik pengabaian itu. Kemudian 39 persen menganggap wilayahnya tidak ada kasus positif sehingga tidak perlu disiplin ketat.
Meskipun data bersifat nasional, setidaknya dapat menjadu gambaran bagi pemangku kepentingan di Kepri, khususnya Satgas dalam mendesain strategi melawan pandemi COVID-19, terutama menekan penyebaran varian asing di COVID-19 di Kepri.
Kepala Dinkes Kepri, Mohamad Bisri tak menampik kabar itu. Katanya, varian asing COVID-19 terdeteksi kali pertama di Inggris, dikenal varian Inggris, berdasarkan data Kemenkes terdeteksi di Kepri setelah memeriksa 10 sampel dari Batam dan Tanjungpinang. Varian baru disebut lebih cepat daya penularan dan efek serangannya (fatality rate).
Sehingga, kunci utamanya tetap disiplin protokol kesehatan. Nah, kaum perempuan, termasuk di Kepri dapat diandalkan. Kendati belum ada data BPS Kepri serupa dengan survei nasional, namun dapat menjadi pegangan. Dalam urusan Prokes perempuan dapat dijadikan bagian terpenting strategi mitigasi pandemi COVID-19 di Kepri
Penjaga Keluarga
Dengan kondisi psikologis seperti itu, dapat ditafsirkan perempuan merupakan penjaga keluarga di Kepri. Bukan hanya dari serangan pandemi, tapi juga gencetan beban perekonomian akibat PHK krisis kesehatan. Diperkirakan jumlahnya bakal bertambah.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Kepri, Misni memperkirakan 10 persen perempuan di Kepri berstatus pencari nafkah. "Mereka berperan sebagai ibu sekaligus menjadi kepala keluarga," kata Misni, dua pekan lalu. Sebagian akibat pandemi COVID-19, sebagian lainnya seiring status orangtua tunggal (single parent).
Keadaan, kata Misni, memaksa sebagian kaum perempuan harus menjadi pencari nafkah. Bersama dengan BKKBN, pihaknya bahu membahu menuntaskan program pendataan keluarga di Kepri. Meski tidak mudah, lantaran banyak kendala, namun pihaknya berusaha mengoptimalkan kesempatan tersedia mendata keluarga di Kepri.
Sehingga dapat menjadi bekal pemerintah merancang dan mendesain kebijakan ke depan, khususnya soal keluarga dan kondisi kependudukan berupa bonus demografi. Akhir Mei ini, kata dia, dijadwalkan kegiatan pendataan tuntas setelah dua bulan berjalan sejak April lalu. Meskipun capainnya, kata Misni sembari menyodorkan data per 9 Mei, belum sesuai harapan.
"Banyak kendalanya, terutama pandemi COVID-19, sehingga petugas pendataan tidak bisa maksimal bekerja," ungka Misni. Dari tujuh kabupaten/kota, hampir seluruhnya per tanggal itu, belum tembus angka 50 persen capaian pendataannya. Pihaknya akan berkoordinasi lebih lanjut dengan BKKBN Kepri membahas kondisi itu. Selain manual, pendataan keluarga juga menggunakan format online.
(*)