Tak Bebani APBD, Bank Indonesia-OJK Kesengsem BUMDes Kepri
angkaberita.id – Membantu BUMDes Kepri mengakses permodalan pihak ketiga, khususnya perbankan di Bumi Segantang Lada, Pemprov melalui Dinas PMD Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kepri membangun kesepahaman dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
“Kami telah berkoordinasi dengan BI dan OJK, membahasnya di Tanjungpinang,” ungkap Sardison, Kepala Dinas PMD Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kepri, Kamis pekan lalu. Dia menjelaskan, kedua otoritas kebijakan moneter itu merespon positif upaya mengembangkan BUMDes di Kepri.
Apalagi, tugas Bank Indonesia sebagai pengendali inflasi di daerah, untuk sebagian, bakal beririsan dengan kerja-kerja usaha BUMDes, terutama menyetabilkan perekonomian di level perdesaan. Pada saat sama, BUMDes perlu dukungan permodalan demi membiayai pengembangan dan perluasan usaha.
Kendati belum detail skema kolaborasinya ke depan, Sardison mengaku penjajakan kemarin, bakal memberikan angin segar bagi pengembangan BUMDes Kepri ke depan. Apalagi, pemerintah menurutnya, telah menerbitkan payung hukum skema pengembangan BUMDes menjadi soko guru perekonomian di perdesaan, termasuk di Kepri.
Status Setara BUMD
Lewat PP No. 11/2021, kapasitas BUMDes bakal setara BUMD, baik level provinsi maupun kabupaten/kota. Bukan hanya status badan hukum perseroan terbatas, namun juga cakupan bidang usahanya. Pendeknya, apa yang dikerjakan dan diusahakan BUMD di Kepri, secara teori, juga dapat dikerjakan dan diusahakan BUMDes di Kepri.
Terobosan lain dari perundangan turunan UU Cipta Kerja dan UU Desa, itu juga memberikan kemungkinan desa membentuk BUMDes bersama. Bukan hanya antardesa, namun juga lintas provinsi. Semisal BUMDes pengelola desa wisata di Kepri dapat membentuk BUMDes Bersama khusus usaha desa wisata dengan BUMDes serupa di provinsi lain.
Berbeda dengan BUMD, kiprah BUMDes di Kepri tidak tergantung suntikan APBD. Sebab, pemerintah melalui APBN telah mendukung mereka melalui Dana Desa. Sehingga, untuk sebagian, BUMDes tidak membebani keuangan daerah, khususnya Pemkab di Kepri. Pemprov Kepri harus menangkap peluang itu.
Meski demikian, tantangan pertama dan utama BUMDes di Kepri, harus diakui, pada pengelolaan. Terbatasnya SDM, diakui Sardison, pengelolaan BUMDes Di Kepri masih memerlukan pendampingan dan dukungan pelatihan dari para pemangku kepentingan.
Kabar baiknya, berkat pemilihan jenis usaha, dengan keterbatasan masing-masing, sejumlah BUMDes khususnya di Bintan, justru hidup. Dari ratusan BUMDes di Kepri, puluhan berstatus bertumbuh. Bahkan terdapat sejumlah BUMDes kategori berkembang, dengan indikator telah memberikan kontribusi ke PADes seperti di Bintan.
Namun memang, sebagian BUMDes di Kepri masih berstatus dasar lantaran mengejar target pendirian satu desa satu BUMDes. Konsekuensinya, seperti diakui Sardison, dalam perjalanannya sebagian BUMDes mati suri akibat terbatasnya tenaga pengelola dan sejumlah persoalan klasik lainnya. (*)