Kursi Panas Ade Angga (2-Habis): Bukan Bertaruh, Kenapa Mimi Betty Justru Berpeluang Besar?
angkaberita.id – Jika melihat tren demografi, dengan kata lain calon pemilih di masa depan, lanskap elektoral kontestasi politik di Tanjungpinang ke depan agaknya kian berpihak ke kaum perempuan. Begitu juga, jika bercermin pada keniscayaan sejarah politik lokal Pulau Bintan, khususnya Bumi Gurindam.
Konfigurasi keanggotaan DPRD Tanjungpinang hasil Pileg 2019 mengonfirmasi kondisi itu. Begitu juga, untuk sebagian, hasil Pilwako Tanjungpinang 2018 dengan duduknya Rahma menjadi Walikota Tanjungpinang menyusul wafatnya Syahrul, walikota Bumi Gurindam hasil Pilkada serentak tahun itu.
Pada Pilwako itu, Syahrul menggandeng Rahma menjadi wakil walikota, dalam head to head dengan Lis Darmansyah, Walikota petahana. Sedangkan Lis menggandeng Maya Suryanti. Syahrul dan Lis sendiri merupakan Paslon pemenang Pilwako Tanjungpinang 2012.
Kendati berbeda arena konstelasinya, apakah tren itu bakal berlanjut ke kontestasi pengisian kursi panas Ade Angga setelah maju ke Pilwawali Tanjungpinang 2021? Tak mudah menjawabnya, namun berbeda dengan sejawatnya di DPRD, legislator Fraksi Golkar di Senggarang menghadapi dua pertarungan politik dalam waktu beriringan.
Selain mengegolkan Ade Angga, Wakil Ketua DPRD, menjadi pendamping Rahma pada 10 Mei mendatang, mereka juga bakal saling bersaing mengisi kursi Ade Angga setelah mundur dari keanggotaan legislatif. Empat nama mencuat sebagai calon kuatnya, termasuk Mimi Betty.
Tiga lainnya, yakni Ashadi Selayar, Novaliandi Fathir dan Dasril. Siapa berpeluang besar? Jika rujukannya asumsi di atas, dibanding tiga sejawatnya, Mimi lebih berpeluang menggantikan Ade Angga menjadi pimpinan DPRD Tanjungpinang.
Empat Alasan
Setidaknya, ada empat alasan kenapa Mimi menguat dalam pertarungan internal Golkar itu. Apalagi, jika empat kriteria seperti senioritas, pengalaman, elite parpol dan faktor “garis tangan” menjadi pijaknnya. Pertama, bersama Ashadi Selayar, Mimi merupakan anggota DPRD Tanjungpinang paling senior. Keduanya duduk sejak tahun 2014.
Pun, meskipun Golkar tak mengenal sukses berbasis “urut kacang”, namun Mimi masih dipercaya mengurus Golkar Tanjungpinang hingga sekarang. Artinya, Mimi masih dipandang sebagai kader potensial dan berpengalaman. Apalagi, untuk sebagian, terpilih dua kali dalam kontestasi identik dunia maskulin, Mimi berarti memiliki basis konstituen, dan trik mengelola dinamika real politics-nya di akar rumput.
Kedua, Mimi juga menjadi representasi perempuan di DPRD sekaligus wajah Golkar di legislatif. Sehingga keberadaannya, untuk sebagian, menjadikan legislator perempuan di Senggarang memiliki daya tawar politik, paling tidak sebagai voting bloc, terutama dalam penentuan kebijakan publik dan atau keputusan politik berdampak ke kepentingan perempuan. Istilahnya, kaukus perempuan vis a vis jumhur politisi laki-laki.
Ketiga, Mimi memiliki jejaring elektoral dan kedekatan politik dengan parpol lain, termasuk secara emosional. Meski belum menjadi jaminan, koalisi ikatan emosional bukannya pemali dalam lanskap politik, termasuk di Tanjungpinang. Peppy Chandra, Ketua Demokrat Tanjungpinang, merupakan adiknya.
Peppy sendiri istri dari Husnizar Hood, Sekretaris Demokrat Kepri sekaligus bagian dari trah politik Hood. Keluarga Hood tak pernah jauh dari perpolitikan di Bumi Segantang Lada, meskipun Pileg 2019 suara pemilih tak berpihak kepada mereka lagi. Dengan dua kursi di DPRD Tanjungpinang, Peppy sebagai Ketua Demokrat, secara teori, diyakini memiliki otoritas terhadap Fraksi Demokrat, terutama dalam urusan krusial seperti pengisian kursi wakil walikota 2021.
Beredarnya foto meriung sejumlah figur politik maju ke Pilwawali belakangan agaknya menjadi benang merah tafsir politik di baliknya, meskipun berujung dukungan atau tidak bukan persoalan. Sebagai ikhtiar, lobi-lobi merupakan keniscayaan.
Apalagi, dinamika politik di Kepri beberapa waktu terakhir naik turun mendekati hari pemilihan, tiga hari menjelang Lebaran. Sehingga, untuk sebagian, bukan hanya cair kutub politiknya, namun juga rentan tarik ulur kepentingan.
Terakhir, berbeda dengan kabupaten/kota lainnya di Kepri. Pencapaian politisi perempuan di Tanjungpinang terbilang membanggakan. Bukan mustahil, politisi perempuan bakal mengendalikan hitam putih perpolitikan di Bumi Segantang Lada. Gambarannya sederhana, secara teori, politisi perempuan telah “menguasai” Pulau Bintan.
Menguji Tren Golkar?
Bersama Batam dan Karimun, tanpa mengesampingkan lanskap geografis lainnya di Kepri, Bintan merupakan lubuk konsentrasi penduduk. Ketiga pulau utama itu, juga menjadi ladang perekonomian sekaligus lumbung persoalan sosial ekonomi. Kompleksitas persoalan itu, menjadikan politisi di dalamnya lebih teruji secara real poltics.
Buktinya, Dewi Kumalasari Dan Debby Maryanti menjadi peraih suara terbanyak di DPRD Kepri, jauh di atas 43 sejawatnya. Keduanya, kini secara politik, juga terhitung kuat. Dewi istri Gubernur Kepri Ansar Ahmad, Debby istri Bupati Bintan. Lalu, tiga dari empat anggota DPRD Kepri juga berasal dari Dapil di Pulau Bintan.
Dua nama pertama dari Dapil Bintan-Lingga, dan Euis Aswati dari Dapil Tanjungpinang. Meski duduk sebagai pendatang baru, Euis mendapat sokongan penuh Ketua DPRD Bintan, sang suami. Level Tanjungpinang, 11 dari 30 anggota DPRD Tanjungpinang perempuan. Lima di antaranya berasal dari Dapil Tanjungpinang Timur sekaligus menegaskan posisinya sebagai lumbung legislator perempuan.
Dapil Tanjungpinang Timur, sebagaian analis politik sepakat, bakal menjadi kunci setiap konstestasi elektoral seiring tren demografi di wilayah itu. Pendeknya, Tanjungpinang Timur bakal menjadi Dapil pertarungan. Rahma, Walikota Tanjungpinang dan Weni Ketua DPRD Tanjungpinang lolos dari ujian Dapil panas itu.
Analis Politik Kepri di Tanjungpinang, Robby Patria mengamini kondisi itu. “Tanjungpinang Timur bakal menjadi Dapil panas, dan ajang pertarungan parpol, termasuk saat Pilwako mendatang,” beber dia, pada satu kesempatan. Tak berlebihan, untuk sebagian, mencuat spekulasi Pilwako Tanjungpinang mendatang bakal banjir figur perempuan. Apalagi, sebagian di antara mereka berstatus ketua parpol.
Dengan asumsi itu, tidak berlebihan peluang Mimi diyakini lebih besar dibanding tiga pesaingnya. Apalagi, jika elite Golkar juga ingin mencatatkan tinta emas, seperti juga di DPRD Bintan, kadernya menjadi pimpinan di legislatif menyaingi prestasi PDIP dulu dan sekarang.
Apalagi, setidaknya ada dua alasan, secara politik Tanjungpinang tak menabukan kepemimpinan perempuan dan seperti sudah tradisi Golkar selalu mendudukkan kadernya di legislatif sejak dulu. Bedanya, kini di pimpinan.
(*)