Modus Baru Ngemplang Duit Negara, Ngaku Menang Judi Di Singapura!

pemerintah mendesak dpr memprioritaskan pembahasan ruu perampasan aset tindak pidana dan ruu pembatasan uang kartal. khusus ruu pembatasan uang kartal, terungkap modus baru mengemplang duit negara dengan mengaku menang judi di singapura. menkopolhuman sekaligus ketua kompolnas mahfud md/foto via lokadata.id

Modus Baru Ngemplang Duit Negara, Ngaku Menang Judi Di Singapura!

angkaberita.id – Ternyata berjudi ke Singapura disinyalir menjadi modus baru mengemplang duit negara. Dengan mengaku menang judi, sebagian kalangan di Tanah Air ditengarai mengakali duit negara menjadi milik pribadi. Pemerintah mengendus praktik itu.

Sinyalemen itu mencuat seiring pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Uang Kartal dalam Prolegnas DPR RI tahun 2021-2024. Menkopolhukam, Mahfud MD menegaskan, pemerintah akan kembali mendorong pembahasan keduanya.

“Sudah kami diskusikan dengan Presiden, Menkumham, Kepala PPATK. Akan segera di follow up tidak lama lagi. Selain RUU perampasan aset kami juga akan mengajukan RUU pembatasan uang kartal,” kata Mahfud, seperti dilansir Katadata mengutip video penjelasan Menkopolhukam di kanal YouTube PPATK, Jumat (2/4/2021).

Menurut Mahfud, dua RUU itu mengantre pembahaan di DPR. Meski demikian, dia optimsitis keduanya dapat dibahas lebih cepat. Alasan prioritas keduanya, Mahfud mengatakan, bukan semata penting, namun juga demi memastikan para pengemplang duit negara tidak berlenggang seenaknya.

Informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kata Mahfud, banyak tindak pidaka telah terbukti secara hukum, namum asetnya tidak disita negara melainkan dikembalikan. Sepanjang tahun 2020, Mahfud mencontohkan, pada kasus penyelundupan narkoba, hanya tindak pidananya saja dihukum .

Namun, lanjut Mahfud, rekening bank terkait dengan tindak pidana itu dikembalikan. Padahal dana rekening di dalamnya terkait dengan tindak pidana terbukti di pengadilan. RUU pembatasan uang kartal, kata Mahfud, lebih bertujuan mencegah penyelewengan uang negara sekaligus mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang.

Dengan perundangan itu, transaksi di atas Rp 100 juta tidak boleh dilakukan secara tunai, melainkan harus melalui perantaraan bank. Sehingga asal usul uang dapat dilacak, termasuk penggunaannya. Mahfud menyebutkan, dua RUU tadi sempat masuk prolegnas, namun tidak sampai pembahasan.

“Memang ada masalah yang agak mengkhawatirkan, dalam artian banyak orang yang takut,” ungkap Mahfud. Nah, lanjut Mahfud, orang-orang takut pembahasan tadi berasal dari kalangan pejanat dan politisi yang banyak bertransaksi secara tunai. Sehingga kalau mereka harus bertransaksi keuangan melalui bank, akan ketahuan sumber aliran dananya.

“Misalkan saya, Mahfud MD, gajinya sekian, tidak punya perusahaan, tapi kok bisa belanja sampai Rp 250 juta. Kalau lewat bank akan ketahuan, jangan-jangan pencucian uang,” kata Mahfud. Dia juga menceritakan di Papua, ada dana dari pemerintah pusat dicairkan sekaligus sebanyak puluhan miliar dari bank.

Kemudian dana itu tidak jelas dibelanjakan untuk apa lantaran tidak melalui bank. Menurut dia, ada satu modus lain sering dipakai, yakni alasan berjudi. “Pejabat-pejabat pergi ke Singapura mengakunya di sana berjudi, padahal tidak. Uang itu ditukarkan dengan dolar Singapura, lalu dibawa pulang, ngakunya uang menang judi, padahal itu uang negara. Banyak modusnya,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan, dirinya banyak menerima laporan pengiriman uang dalam bentuk tunai dari luar negeri. Namun tidak ada tindak lanjutnya karena memang aturan terkait belum ada. Nah, Mahfud menegaskan, menghadapi pihak-pihak ketakutan dengan RUU itu, menjadi kenyataan, pemerintah bakal mengadopsi skema tax amnesty beberapa tahun lalu.

“Seperti tax amnesty, kalau UU ini sudah berlaku, semua orang di Indonesia boleh menitipkan uangnya di bank dan tidak akan ditanya asal-usulnya. Tapi sesudah itu belanja harus mengikuti aturan, melalui bank. Ini ide saya, supaya orang tidak takut,” papar Mahfud. (*)

Bagikan