DPR Panggil Rapat Kepala BP Batam, Heboh Soal Status Ex Officio?
angkaberita.id – Setelah menyetujui pagu anggaran BP Batam tahun 2021 sebesar Rp 2 triliun pada September tahun lalu, DPR melalui Komisi VI membedah realisasi anggaran tahun 2020 sekaligus rencana penggunaan anggaran BP Batam tahun 2021.
Kepala BP Batam Muhammad Rudi hadir dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, Selasa (19/1/2021) bersama dengan sejumlah instansi lainnya, seperti KPPU, Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan BP Sabang. Aria Bima, Wakil Ketua Komisi VI memimpin rapat itu.
Aria, politisi PDIP mengatakan, rapat mulai pukul 10.30 WIB, itu membahas pelaksanaan kegiatan dan realisasi anggaran tahun 2020 serta rencana kerja tahun anggaran 2021. “Kami ingin mengetahui apa saja kegiatan dan realisasi anggarans elama 2020, serta apa rencananya di tahun 2021,” kata Aria, seperti dilansir detikcom, Selasa.
Belum diketahui, apakah dalam rapat itu juga disinggung heboh usulan peninjauan ulang status Walikota Batam ex officio Kepala BP Batam. Sebelumnya di media, beredar usulan agar status ex officio BP Batam ditinjau ulang seiring pembahasan rancangan peraturan pemerintah tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
Dengan terbentuknya BP kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Batam, Bintan, Karimun dan Tanjungpinang, status ex officio kepala daerah tak diperlukan lagi. Soal ex officio, sebelum akhirnya Presiden Jokowi mengambil keputusan, di Batam bertahun-tahun menjadi polemik, bahkan sempat memicu penolakan.
Pun, status FTZ Batam tak kalah kontroversialnya sebelum akhirnya pemerintah memutuskan menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK), dengan plus minusnya. Sebelum menjadi BP Batam, dengan pendanaan langsung dari APBN Otorita Batam mengembangkan metropolis gugusan kepulauan Batam Rempang dan Galang (Barelang) menjadi “pesaing” Singapura.
Presiden BI Habibie, saat itu Menristek, dipercaya Presiden Soeharto memimpin dan mengembangkan Batam menjadi kawasan otoritas khusus. Puncaknya, di era 1990-an Batam tumbuh pesat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Tanah Air seiring banjir insentif fiskal ke investor saat itu.
(*)