Pilkada Di Kepri (6): Cagub Adu Testimoni Tokoh, Ngecap Dukungan Nama Besar. Efektifkah?
angkaberita.id – Hitungan pekan mendekati hari pencoblosan pada 9 Desember mendatang, kontestan Pilgub Kepri mulai memainkan manuver demi meyakinkan pemilih Kepri. Selain membanjiri media sosial dengan puja-puji dukungan ke paslon masing-masing, kubu kontestan juga beradu testimoni tokoh.
Dua pekan terakhir, pemberitaan media di Kepri dihiasi dengan testimoni sejumlah tokoh ke kontestan Pilgub. Tidak ada yang keliru dengan strategi itu. Hanya, efektifkah cara itu meyakinkan calon pemilih, dan lebih khusus kalangan pengusaha di Kepri? Meyakinkan pengusaha penting dikarenakan ke depan, siapapun gubernur terpilih, mereka bagian tak terpisahkan dari eksekusi setiap janji kampanye.
Apalagi, dua pekerjaan rumah telah menunggu pemenang Pilgub Kepri, yakni pandemi COVID-19 dan terpuruknya kondisi perekonomian Kepri. Data terakhir, dua triwulan terakhir tahun ini, perekonominan Kepri tumbuh negatif akibat pandemi COVID-19. Terbaru, data BPS, akibat jebloknya industri perdagangan besar dan retail, pengolahan (manufaktur) dan konstruksi.
Khusus konstruksi, sekadar gambaran pada tahun 2018 bersama dengan sektor pertambangan dan manufaktur, menjadi nyawa perekonomian Kepri. Namun berbeda dengan dua sektor pertama, sektor konstruksi sumber pembiayaan utamanya sebagian besar dari APBN dan APBD melalui kegiatan pembangunan.
Pandemi COVID-19 selama hampir delapan bulan terakhir, khususnya di Kepri memukul habis sektor konstruksi seiring pengalihan anggaran pembangunan ke penanggulangan pandemi. Upaya pemerintah menggeliatkan ekonomi dari konsumsi publik, dengan secara khusus mengharapkan pada PNS melalui sejumlah insentif, juga belum terasa dampaknya di Kepri.
Praktis, dengan kondisi swasta bertahan hidup akibat terbatasnya skala ekonomi, perekonomian Kepri ke depan sepenuhnya bakal mengandalkan dari penyerapan APBD di masing-masing Pemda, meskipun realitasnya tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Kecuali anggaran bansos dan hibah dan belanja pegawai, nyaris rendah serapan belanja modal di masing-masing Pemda. Sedangkan belanja pembangunan banyak dipangkas dan dialihkan ke anggaran COVID-19. Kondisi itu juga terjadi secara nasional.
Akhirnya, pemerintah melirik publik melalui sektor informal, khususnya UMKM. Namun kondisi sekarang berbeda dengan krisis ekonomi 1998 dan 2008, keduanya akibat situasi politik dan ekonomi global. Kondisi sekarang akibat wabah, bukan hanya belum ada penangkalnya, juga tidak jelas kapan berakhirnya. Kondisi itu paling ditakutkan sektor usaha dalam mendesain rencana bisnisnya.
Tanpa kepastian akhir, sulit menyusun rencana biaya bisnis. Ahasil, sektor usaha status quo alias sekadar bertahan hidup saja, tanpa kemungkinan ekspansi. Imbasnya, sektor perbankan mulai kepanikan seiring meningkatnya dana pihak ketiga (DPK) di tengah rendahnya penyaluran kredit. Beban bunga dan operasional menghantui kalangan perbankan.
Dengan kondisi itu, tidak mudah bagi kontestan Pilgub Kepri memulihkan ekonomi Bumi Segantang Lada dalam waktu cepat. Belum lagi, masa pemerintahan nantinya tidak lebih dari empat tahun. Karena tahun 2024 Pileg dan Pilpres. Apalagi jika pandemi COVID-19 belum juga kunjung reda. Di Kepri, bahkan setiap harinya terus terjadi penambahan kasus baru.
Dapat diprediksi, siapapun gubernur terpilih nantinya, dia hanya akan “sekadar menggugurkan kewajiban” saja selama tiga setengah tahun masa jabatan. Kecuali mereka dapat berkolaborasi dengan pemerintah pusat, mampu bersinergi dengan kalangan pengusaha, dan memiliki rencana aksi ekonomi konkret melibatkan masyarakat luas. Semisal melalui program padat karya.
Mengandalkan proyek Jembatan Batam Bintan demi membangkitkan ekonomi Kepri, perlu perjuangan dan usaha luar biasa, kalau tak ingin disebut kerja menegakkan benang basah. Perlu dukungan pemerintah pusat demi menyukseskannya.
Dalam bahasa Suyono, Pengamat Ekonomi Kepri di Batam, menghidupkan ekonomi Kepri perlu kemampuan dan jejaring horizontal dan vertikal. Katanya, siapapun gubernurnya harus mampu membangun lobi dan jejaring, termasuk demi kepentingan mengoptimalkan alokasi APBN untuk pembangunan Kepri.
“Makanya lobi, koneksi, dan kerjasama dengan pusat tidak boleh terputus. Kalau Cagub tak punya koneksi yang kuat di pusat, apakah karena pengalamannya atau karena partainya maka sulit untuk mengoptimalkan dana-dana itu masuk ke Kepri,” jelas Suyono.
Dukungan Pengusaha
Terkait dengan manuver dukungan tokoh dari masing-masing kubu kontestan, boleh jadi berpengaruh terhadap calon pemilih. Namun, di mata akademisi sekaligus mantan jurnalis di Bisnis Indonesia, itu tak bakal banyak berpengaruh di kalangan pengusaha Kepri.
Padahal, agar sukses janji pemulihan ekonomi mereka saat memerintah, siapapun gubernur nanti tak bisa berkutik tanpa dukungan pengusaha saat menggerakkan roda perekonomian di Kepri. “Secara prinsip, itu tidak memberikan efek apapun bagi pengusaha,” tegas Yono, sapaan akrabnya.
Bagi pengusaha, terpenting bagaimana iklim usaha kondusif. Cagub harus memberikan jaminan dan dapat meyakinkan mereka soal itu, dengan rencana aksi ekonomi konkret. Terdekat, bagaimana dapat membantu mereka bertahan hidup (survive) dari goncangan COVID-19.
Begitu juga jika nantinya juga melibatkan pengusaha UMKM. Pemprov nantinya harus menerbitkan kebijakan konkret. “Jangan hanya sebatas retorika kampanye,” sindirnya. Pemprov nanti juga harus jeli mendesain kebijakan ekonominya. Karena di Kepri, tantangan pengusahanya berbeda-beda.
Ada usaha terdampak parah sehingga harus berhenti dan mem-PHK pekerjanya. Ada mencoba bertahan hidup, dan ada juga memang masih bertumbuh. Bagi usaha masih bertahan, dia menyebut, insentif dapat diberikan ke mereka agar tetap mendenyutkan perekonomian, khususnya serapan tenaga kerja.
“Paling tidak (mereka) diringankan dari segala beban seperti pajak daerah, bunga bank, dan lain-lain. Mesti ada skema yang ditawarkan agar sektor usaha bertahan dan memberikan kontribusi konkret,” ujarnya. Dalam kondisi begini, menurut Yono, kemampuan dan jam terbang Cagub menjadi modal utama menangani persoalan itu.
Hanya persoalannya, Cagub bakal dilematis jika dinilai terlalu menganakemaskan pengusaha, meski tetap mengayomi sektor UMKM. Apalagi, secara nasional, Pilkada memicu pembelahan di kalangan dunia usaha, baik di kamar dagang maupun asosiasi pengusaha. Kondisi serupa, kabarnya, juga terjadi di Kepri.
Kendati tidak efektif bagi kalangan pengusaha, dukungan tokoh (endorsement) tetap diperlukan Cagub. Bahkan, di Amerika Serikat sana, Joe Biden dapat meyakinkan publik setelah sejumlah nama besar mendukungnya (surrogate). Sebut saja Bernie Sanders dan Elizabeth Warren. Dua senator paling dipercaya di kalangan pemilih kulit hitam di Negeri Paman Sam.
Di mata Saur Sirait, Pengamat Politik Kepri di Karimun, dukungan itu, meskipun kecil tetap bermanfaat. Setidaknya dapat memberikan perspektif berbeda kepada calon pemilih, meskipun belum tentu mengubah pilihan. “Cukup efektif. Hanya saja tidak semua paslon mau dengan cara demikian. Kalaupun ada, belum tentu timsesnya siap untuk itu,” ujarnya menganalisis.
Seperti diberitakan, dua pekan terakhir, tiga kontestan Pilgub Kepri berlomba-lomba menghadirkan testimoni tokoh (surrogate) demi meyakinkan calon pemilihnya. Sebut saja Ansar-Marlin dengan Asman Abnur, Soerya-Iman dengan Ganjar Pranowo, dan Isdianto-Suryani dengan Ismeth Abdullah.
Sayangnya, nama tokoh terkait, selain berlatar politikus juga segaris secara partai politik, atau setidaknya, sudah menjadi rahasia umum, bagian dari siasat komunikasi politik kontestan Pilgub. Jadi efektifkah?
(*)