Heboh Isu Pesangon Di RUU Omnibus Cipta Kerja, Angin Surga Bagi Pekerja?

selain perusahaan tempat kerja, pekerja kena phk juga mendapatkan pesangon dari pemerintah dalam ruu omnibus law cipta kerja. angin surga?/foto ilustrasi via liputan6.com

Heboh Isu Pesangon Di RUU Omnibus Cipta Kerja, Angin Surga Bagi Pekerja?

angkaberita.id– Selain persoalan tenaga kontrak (outsourcing), pembahasan alot RUU Omnibus Cipta Kerja juga terjadi di permasalahan pesangan karyawan PHK, termasuk ketentuan PHK itu sendiri. Kalangan pekerja terus berjuang memastikan hak mereka tak dikebiri nantinya.

Khusus klausul pesangon, seperti dilansir CNBC Indonesia, dalam dokumen presentasi pemerintah pada Senin (28/9/2020), soal substansi perubahan UU NO. 13 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja, terungkap sejumlah ikhwal penting soal pesangon:

Sebelumnya, pada UU No. 13 Tahun 2002, diatur ketentuan pemberian pesangon 32 kali upah. Nah, pada substansi RUU Cipta Kerja terdapat dua ikhwal penting: Pertama, akan ada penyesuaian perhitungan besaran pesangon. Kedua, ada namanya tambahan program program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) bagi korban PHK.

Masih dalam dokuemen itu, terungkap juga perlindungan pekerja kena PHK, dengan memanfaatkan JKP, antara lain 1. cash benefit. 2. vocational training. 3. job placement access. Selain itu, pekerja mendapatkan JKP, juga tetap akan mendapatkan jaminan sosial lainnya, seperti 1. jaminan kecelakaan kerja. 2. Jaminan hari tua. 3. jaminan pensiun. 4. jaminan kematian, dan 5. jaminan kesehatan nasional.

Persoalannya, klausul itu seperti angin surga. Di mata serikat buruh, terbilang tidak masuk akal. Mereka mempertanyakan rancangan itu. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan sangat tidak mungkin dan tidak masuk akal jika JKP karyawan kontrak dan outsourcing dibayar negara. Apalagi, sebutnya, jumlah mereka 70-80 persen total jumlah buruh formal bekerja sekitar 56 juta orang di tanah air.

“Yang dimaksud, JKP ditanggung pemerintah, menurut kesepakatan panja, adalah JKP 9 bulan untuk pesangon karyawan tetap, bukan JKP untuk karyawan kontrak atau outsourcing melalui agen. Apalagi kalau karyawan kontrak dan outsourcing dikontrak perusahan di bawah satu tahun, tidak jelas siapa dan berapa nilai JKP nya,” kata Iqbal.

Bocoran dokumen dari Panja RUU Cipta Kerja di DPR, berdasarkan hasil rapat Minggu (27/9/2020) malam, terungkap formula 32 kali pesangon tetap berlaku, tapi dengan rincian bahwa 23x ditanggung pemberi kerja atau perusahaan, dan 9x akan ditanggung pemerintah melalui JKP.

Persoalannya, kata Iqbal, pemerintah sumber dananya dari mana. Apalagi di tengah kondisi pandemi sekarang. “Pesangon dikurangi 9 bulan. Katanya mau dibayar pemerintah tapi tidak jelas anggarannya dari mana, melalui skema JKP. Nah, kalau terjadi PHK seperti kondisi covid 19 atau resesi ekonomi akan terjadi jutaan buruh ter-PHK, apakah dana APBN cukup untuk membayar pesangon buruh 9 bulan gaji dibayar pemerintah? Bisa jebol APBN,” sindir Iqbal.

Belum ada tanggapan resmi dari pemerintah. Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso belum menjawab konfirmasi CNBC Indonesia, soal hasil panja itu.

unjuk rasa pekerja mempertanyakan pesangon dari perusahaan. dalam ruu omnibus cipta kerja, pekerja kena phk mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan alias pesangon, selain dari perusahaan juga dari pemerintah/foto ilustrasi CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Seperti diketahui persoalan pesangon dan uang penghargaan diatur khusus dalam pasal 156 UU No 13 tahun 2003, yaitu:

Pasal 156:
(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut :
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah; g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

Namun, pada praktiknya, di lapangan bisa lebih besar lagi jumlah pesangon diterima pekerja dalam kasus-kasus tertentu. Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bob Azzam pernah mengungkapkan, perusahaan diwajibkan membayar nominal pesangon bisa sebesar 13 kali gaji untuk karyawan sudah bekerja selama 10 tahun. Jumlah itu terdiri atas pesangon sebesar 9 kali gaji dan upah penghargaan sebesar 4 kali gaji. (*)

Bagikan