COVID-19: Pelajaran Bagi Kepri, Kenapa Tak Mudah Meyakinkan Bahaya COVID-19 Di Jakarta?

pandemi covid-19 bukan semata krisis kesehatan, namun persoalan bertahan hidup di tengah ketidakpastian. pada kondisi itu, satu kebijakan tidak bisa dilihat dalam perspektif hitam dan putih/foto ilustrasi via kompas.com

COVID-19: Pelajaran Bagi Kepri, Kenapa Tak Mudah Meyakinkan Bahaya COVID-19 Di Jakarta?

angkaberita.id – Dalam kondisi psikologis seperti sekarang, tidak mudah meyakinkan warga Jakarta dan empat provinsi lainnya di tanah air soal bahayanya pandemi COVID-19 dibanding dengan urusan ekonomi, meskipun kasus di daerah mereka terus bertambah setiap harinya.

Diyakini, usaha bertahan hidup menjadi alasan di balik mereka, dan itu masuk akal. Setidaknya, jika rujukannya hasil survei Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Seperti dilansir Katadata, jika pandemi COVID-19 terus mengunci ekonomi ancaman resesi bukan isapan jempol. Jika tak terkendali, depresi akibat krisis ekonomi menunggu.

Nah, hasil survei mengungkapkan, penduduk sejumlah negara ternyata tak siap menghadapi krisis ekonomi itu, termasuk orang Indonesia. Indikator paling menonjol adalah ketahanan dana daruratnya hanya cukup untuk satu pekan.

Dana darurat itu terpakai untuk menutupi pengeluaran, tanpa meminjam uang atau pindah rumah dalam kondisi kehilangan sumber pendapatan. Pada titik itu, ketahanan dana darurat penduduk Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara lain.

Sebanyak 46 persen responden mengaku dana darurat hanya dapat menyambung hidup selama sepekan. Dalam survei itu, posisi Indonesia berada di posisi bawah bersama Rusia (41,8%), Moldova (47,3%), Georgia (49,8%), dan Montenegro (50,7%). Persoalan dihadapi juga sama.

Penduduk Hong Kong, dalam survei itu, mengklaim percaya diri dapat bertahan hidup dengan dana daruratnya. Setidaknya 55,4 persen responden mengaku dapat bertahan hingga atau bahkan lebih dari enam bulan. Angka itu sekaligus menempatkan penduduk Hong Kong paling siap menghadapi krisis dengan dana darurat.

Pandemi COVID-19 mengakibatkan krisis ekonomi memicu tekanan keuangan (financial distress). Bentuk konkretnya berupa kekhawatiran tak mampu memenuhi biaya hidupnya. Kondisi itu memicu masyarakat dunia cenderung berhati-hati dalam berbelanja, dan sebagian besar malah menimbunnya di dalam rekening bank.

Praktis, seperti ditulis CNBC Indonesia, ekonomi riil mati suri. Maksud hati, untuk sebagian, hendak berjaga-jaga jika terkena PHK, pada akhirnya justru mempercepat terjadinya PHK.

(*)

Bagikan