COVID-19, Kenapa Mendagri Sebut Demografi Faktor Lawan Pandemi?
angkaberita.id – Hingga ditemukan vaksin, cara satu-satunya melawan pandemi COVID-10 ialah menerapkan protokol kesehatan. Memakai masker, selalu mencuci tangan dan menjaga jarak selama beraktivitas sosial. Namun penerapannya tak semudah membalikkan telapak tangan, jika tak boleh disebut kerja menegakkan benang basah.
Selain sistem politik dan sosial budaya, kunci keberhasilan protokol kesehatan ialah faktor demografi negara bersangkutan. Tak heran, negara dengan sistem otokrasi atau oligarki seperti China dan Vietnam terbilang berhasil meredam pandemi COVID-19. Sebaliknya, negara menganut demokrasi terbilang kalang kabut mengajak warganya melawan pandemi, termasuk dengan protokol kesehatan.
“Negara-negara menggunakan sistem politik otokrasi atau oligarki, seperti China dan Vietnam, menangani (COVID-19) dengan lebih efektif karena mereka menggunakan cara-cara keras,” kata Mendagri Tito Karnavian, seperti dilansir CNN Indonesia mengutip siaran akun youtube Kemendagri, Kamis (3/9/2020).
Mendagri lantas menyodorkan Amerika Serikat dan India sebagai contohnya. Dua negara demokrasi terbesar dunia, itu kini tercatat sebagai episentrum COVID-19 di dunia. Kondisi serupa, menurutnya, juga terjadi di tanah air. Protokol kesehatan sulit diterapkan dengan cepat di tanah air.
“Mudah untuk dikatakan, tapi sulit dilaksanakan karena tergantung dari sistem politik, demografi dan sosial budaya,” keluh Tito. Dia menambahkan, penanganan menjadi kian rumit lantaran struktur sosial di tanah air mayoritas kelas menengah ke bawah. Menurutnya, mereka terbilang sulit diminta menerapkan protokol kesehatan.
“Mereka bilang masker hoaks. Jangankan pakai masker, Covid-nya dibilang hoaks, tidak ada, konspirasi saja,” curhat Tito. Bagaimana dengan Kepri? Sekadar informasi, Pemko Batam terpaksa menerbitkan Perwako dengan sanksi tegas penerapan protokol kesehatan. Begitu juga dengan Pemkab Karimun.
Pemko Tanjungpinang, dibanding kedua tetangganya sejatinya terbilang lebih dulu menerbitkan Perwako itu, namun penerapannya belum maksimal. Di Kepri, bahkan kasus COVID-19 telah menembus 1.000 kasus, dengan lonjakan terbesar terjadi sejak akhir Juli lalu, seiring kabar terjangkitnya Isdianto, Gubernur Kepri seusai pelantikan di Jakarta.
Kondisi terakhir, banyak kasus berjangkit di kalangan PNS, termasuk tenaga kesehatan. Bahkan, di Batam satu rumah sakit dan tiga Puskesmas terpaksa tutup layanan IGD. Begitu juga di Tanjungpinang, satu rumah sakit kembali tutup layanan IGD setelah mencuat kabar tenaga medisnya diduga terjangkit COVID-19.
Hingga 3 September, jumlah kasus COVID-19 di tanah air mencapai 184.268 orang, sebanyak 132.055 pasien di antaranya sembuh, dan 7.750 orang meninggal dunia. (*)