Masuk Malaysia Harus Bayar Biaya Karantina Sendiri, Keuangan Malaysia Krisis?

pemerintah malaysia tak sanggup lagi menanggung seluruh biaya karantina warganya dari luar negeri. keuangan malaysia krisis?/foto menara petronas via kanalsatu.com

Masuk Malaysia Harus Bayar Biaya Karantina Sendiri, Keuangan Malaysia Krisis?

angkaberita.id– Kendati telah habis-habisan mengeluarkan dana negara demi menangkal pandemi COVID-19 melalui kebijakan lockdown beberapa waktu lalu, Malaysia akhirnya mulai realistis dengan keadaan seiring terus melejitnya kasus infeksi virus corona di negeri itu.

Terbaru, per 1 Juni mendatang, selain harus menjalani karantina di hotel khusus, setiap warga Malaysia dari luar negeri itu juga harus menanggung setengah biaya akomodasi selama masa karantina di hotel itu. Pemerintah Malaysia menanggung 50 persen sisanya.

Menteri Senior Ismail Sabri Yaakob mengatakan, ketentuan itu berlaku juga kepada warga negara asing namun berdiam di Malaysia. Bedanya, mereka harus menanggung sendiri seluruh biaya akomodasi selama karantina di hotel itu.

Syarat mendapatkan izin masuk, mereka harus menandatangani surat pernyataan kesanggupan itu di Kedubes Malaysia di negara asal sebelum bertolak ke Malaysia.

“Dewan Keamanan Nasional juga memutuskan mereka harus menandatangani surat persetujuan itu,” kata Sabri seperti dikutip New Starits Times.

Pihak Imigrasi Malaysia telah mengeluarkan perintah ke seluruh maskapai penerbangan terkait kebijakan itu, termasuk saat hendak terbang keluar Malaysia.

Setiap penumpang baru diizinkan boarding setelah menunjukkan surat kesanggupan dari Kedubes Malaysia di negeri asal. Sabri tak menampik, kebijakan itu seiring banyaknya warga negara asing berstatus penduduk permanen enggan menanggung biaya karantina itu.

Mereka berdiam di Malaysia setelah menikah dengan warga Malaysia. Kini mereka harus membayar itu kalau ingin pulang kampung menemui keluarganya.

Data terbaru, hingga 20 Mei 2020, kasus COVID-19 di Malaysia menembus 7.000 kasus, termasuk 31 kasus baru, sehingga keseluruhan menjadi 7.009 kasus.

Dengan jumlah pasien COVID-19 meninggal sebanyak 114 jiwa, tidak terjadi penambahan kasus kematian saat angka infeksi virus corona menembus 7.000 kasus.

Dari 31 kasus baru, 21 di antaranya merupakan kasus penularan lokal. “10 kasus lainnya kasus impor,” ungkap Noor Hisham Abdullah, Pejabat Kementerian Kesehatan Malaysia.

Kendati demikian, di level Asia Tenggara, kasus tertinggi masih dipegang Singapura sebanyak 29.000, termasuk 570 kasus baru. Seiring tekanan ekonomi dalam negeri, Perdana Menteri Muhyiddin Yassin sejak 4 Mei silam, melonggarkan kebijakan karantina.

Dengan pengecualian sejumlah distrik seperti Petalingjaya sekaligus pusat pemerintahan di Kuala Lumpur. Laporan terakhir, pihak berwenang pemerintah memprediksi sehabis Lebaran kasus bakal bertambah. Apalagi belakang terungkap kasus baru dengan penularan dari negara bagian zona hijau.

Sebelumnya Malaysia sejak 18 Maret silam, menerapkan lockdown, bahkan menutup seluruh aktivitas perekonomian, kecuali aktivitas perekonomian penting seperti sembako, medis dan keamanan.

Kebijakan itu menelan biaya tak sedikit. Malaysia menguras 14,7 miliar dolar Amerika duit di kas negara setara 10 persen Produksi Domestik Bruto (PDB) Negeri Tun Mahathir itu.

Kabar baiknya, meskipun mulai kelimpungan dengan kondisi keuangan, kasus kematian akibat COVID-19 di Malaysia terbilang rendah dibandingkan negara di ASEAN lainnya.

Kebijakan terbaru per 1 Juni diyakini sebagai bagian cara pemerintahan Muhyiddin Yassin mengurangi tekanan terhadap keuangan negara akibat pandemi COVID-19. (*)

Bagikan