COVID-19 Di Kepri: Merangkul Pandemi, Menebarkan Bansos. Efektifkah?

seiring penambahan kasus covid-19 di kepri, masing-masing pemda juga melipatgandakan anggaran penanggulangan awalnya menjawab kebutuhan itu/foto ilustrasi via harianpilar.com

COVID-19 Di Kepri: Merangkul Pandemi, Menebarkan Bansos. Efektifkah?

angkaberita.id– Jagat online tanah air sempat dihebohkan beredarnya bansos pandemi COVID-19 bergambar Bupati Klaten. Sang Bupati dituding berkampanye terselubung lantaran Klaten termasuk satu dari 270 daerah peserta Pilkada serentak 2020 di tanah air.

Tak heran, KPK memasukkan bansos sebagai satu di antara empat celah kerawanan penggunaan anggaran Pemda selama melawan pandemi COVID-19, terutama di daerah peserta Pilkada serentak dengan anggaran COVID-19 besar, tetapi minim kasus infeksi coronanya.

Selain bansos, KPK menyebut pengadaan barang dan jasa. Kemudian sumbangan dari pihak ketiga, dan realokasi anggaran. Di antara empat celah itu, KPK menyebut pengadaan barang dan jasa serta program jaring pengaman sosial (bansos) paling berisiko.

“Bisa saja penerimanya fiktif. Celah lainnya dengan mengurangi kualitas dan kuantitas bansos COVID-19,” jelas Ketua KPK, Firli Bahuri. KPK menurutnya, telah memetakan daerah dimaksud. Saat ini, bahkan telah mulai mengerahkan jejaring dan sumber dayanya mengawasi daerah itu.

Menurut Firli, dari 270 daerah Pilkada serentak tahun ini, terdapat 269 menganggarkan dana penanggulangan COVID-19. Namun ternyata tak seluruhnya terjangkit pandemi. Persolannya, daerah tak terjangkit itu justru pengajuan anggaran COVID-nya tinggi.

“Tidak terpapar COVID-19, tapi APBD tinggi sekaligus melaksanakan Pilkada,” ungkap Firli seperti dikutip detik.com. Berdasarkan data Gugus Tugas COVID-19, hingga 3 Mei 2020 pandemi corona telah berjangkit di 34 alias seluruh provinsi serta 326 kabupaten dan kota di tanah air.

situasi covid-19 di tanah air hingga 3 mei 2020, berjangkit di seluruh provinsi dan 326 kabupaten dan kota di tanah air

Berdasarkan data Kemendagri, secara nasional terdapat 514 kabupaten dan kota, terdiri 416 kabupaten dan 98 kota di sekujur negeri. Praktis, hampir dua pertiga daerah tingkat dua di tanah air tengah Pilkada serentak.

Nah, agar tak tergelincir ke persoalan hukum, khususnya penggunaan bansos, Firli mengatakan, kata kuncinya transparansi dan akuntabilitas anggaran, termasuk sumber dan penyalurannya.

Merujuk data KPU, dari 270 daerah Pilkada serentak, terdiri 9 provinsi, termasuk di Kepri, serta 37 kota dan 224 kabupaten yang tersebar di 32 provinsi di sekujur negeri. Di Kepri, selain Pilgub juga terdapat Pilkada serentak di 6 kabupaten dan kota lainnya.

Seiring pandemi, Pemprov dan Pemda di Kepri telah menyepakati besaran anggaran hasil refocusing. Data terakhir, seperti penjelasan Sekdaprov saat pembahasan dengan DPRD, terkumpul Rp 705 miliar, atau setara dengan 20 pesen APBD Kepri 2020 senilai Rp 3,9 triliun.

Praktis, terjadi lonjakan dana publik, dari sebelum refocusing di bawah Rp 500 miliar menjadi hampir Rp 1.000 miliar, jika dimasukkan juga sumbangan pihak ketiga termasuk berupa barang (natura), selama masa tanggap darurat COVID-19 di Kepri.

Selain mendanai kebutuhan sektor kesehatan, seperti pengadaan APD tenaga medis, obat-obatan dan sebagainya. Jumlah sebesar itu juga membiayai kebutuhan sektor sosial ekonomi, termasuk bansos bagi warga terdampak di sekujur Kepri.

Evolusi anggaran terjadi di seluruh kabupaten dan kota di Kepri, dengan penambahan terbesar terjadi di Pemko Batam dan Pemprov Kepri. Pemko Batam, dari sebelumnya Rp 4 miliar menjadi Rp 310 miliar. Pemprov Kepri, dari awalnya Rp 40 miliar menjadi Rp 230 miliar.

Penambahan anggaran seiring bertambahnya kasus COVID-19 di Kepri. Berdasarkan data, sebanyak 4 dari 7 kabupaten dan kota di Kepri terjangkit COVID-19. Yakni, Batam, Tanjungpinang, Karimun dan Bintan. Sedangkan Lingga, Anambas dan Natuna belum terjadi kasus positif.

Hingga 3 Mei 2020, terdapat 92 kasus positif di Kepri, terkonsentrasi di 4 kabupaten dan kota itu. Dengan kasus terbanyak di Batam dan Tanjungpinang, masing-masing 30 dan 26. Karimun dan Bintan menyusul, masing-masing dengan 5 dan 2 kasus.

Kendati Gubernur Isdianto telah jauh hari menyuarakan kemungkinan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tapi sejauh ini realisasinya masih jauh panggang dari api. Isdianto berdalih masih menunggu usulan Pemda di Kepri.

Berdasarkan Permenkes, persyaratan PSBB tak semata aspek epidemologis namun juga aspek sosial ekonomi lainnya. “Parameter PSBB bukan semata zona merah (epidemologis), tapi juga pergerakan penduduk dan potensi ekonomi,” ujar Pramono, Pengamat Sosial Kepri di Tanjungpinang, belum lama ini.

Terbukti, sejauh ini baru Pemkab Bintan mengajukan PSBB ke Pemprov Kepri meskipun belakangan terjangkit COVID-19 dengan kasus infeksi belum sebanyak tiga kabupaten terjangkit lainnya.

Belakangan Pemko Batam dan Pemko Tanjungpinang malah memilih mundur teratur, dengan alasan keterbatasan anggaran. “Itu (PSBB) berisiko besar, sanggup nggak,” kata Rudi, Walikota Batam, seperti dikutip Batamnews. Batam memilih menerapkan karantina zonasi di level RT dan RW.

Pada akhirnya, sebagian Pemda lainnya di Kepri agaknya juga menempuh caranya sendiri menghadapi pandemi seperti menutup akses transportasi ke daerahnya di Lingga, pembelakuan jam malam di Karimun, atau penyediaan lokasi karantina skala besar seperti di Natuna.

Di ujung, mereka agaknya lebih memilih penyaluran bansos demi meredam keresahan warga saat pandemi. Baik pemberian sembako ataupun penyaluran sembako murah. Bahkan, Pemprov Kepri belakangan segendang sepenarian dengan mereka.

Tahun Pilkada

Demi menghadapi pandemi, bongkar-bongkar APBD merupakan suatu keniscayaan. Tak ada persoalan dengan kebijakan itu, termasuk di Kepri. Namun serunai KPK baru-baru ini, seperti menyadarkan adanya potensi penumpang gelap di balik anggaran pandemi itu. .

Terjadinya pandemi di tahun Pilkada serentak rawan menggoda pihak berkepentingan melangkahi rambu penggunaan anggaran pandemi, termasuk urusan bansos. “Rawan salah sasaran sudah pasti ada,” kata Pramono, Pengamat Sosial Kepri di Tanjungpinang, Senin (4/5/2020).

Secara sosiologis, menurutnya, jika tak dikelola dengan hati-hati, apalagi ketahuan salah sasaran bakal memicu kecemburuan sosial. Apalagi kini, tak sedikit warga terdampak pandemi dan sebelumnya bukan termasuk warga penerima bansos.

Sebagian di antara mereka juga melek politik. “Mereka tidak bersuara keras, tapi kesumatnya menyimpan kemarahan,” kata sarjana sosiologi jebolan Stisipol Raja Ali Haji Tanjungpinang itu. Karena itu, menurutnya mereka juga berhak mendapatkan perhatian Pemda.

Kalau ukurannya plus minus, Pramono mengatakan, nilai plus bansos meredam gejolak sosial di masyarakat. “Karena (dampak) pandemi memang menyasar masalah ekonomi dasar,” sebutnya.

Terpisah, Robby Patria Pengamat Politik di Tanjungpinang tak menampik kemungkinan adanya pembonceng di balik anggaran pandemi. Kasus di Klaten, menurutnya contoh faktual. Politisasi bansos menurutnya, memang rawan terjadi.

Dia lantas menyodorkan pengamatan di Kepri. Di Tanjungpinang sebutnya, Pemda hanya menyetujui sedikit saja anggaran bansos. “Tanjungpinang tak ada Pilkada,” katanya. Kecuali Tanjungpinang, bersamaan Pilgub Kepri tahun ini, sebanyak 6 kabupaten dan kota menggelar Pilkada serentak.

Sebagian kepala daerah itu di antaranya bertarung kembali sebagai petahana, sebagian lain menjajal keburuntungan di daerah lain. Jika ukurannya plus minus, Patria menyebut bansos membantu warga terdampak. “(Minusnya rawan) diboncengi kegiatan politik pencitran bagi kepala daerah,” sebutnya.

Terpisah, Guru Besar Stisipol Raja Haji Tanjungpinang, Zamzami A. Karim mengatakan, kendati bansos pandemi tak terelakkan, bahkan menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun pelaksanaannya memang tak sepenuhnya steril dari godaan kepentingan tertentu, terutama di masa Pilkada.

Jika nantinya sejumlah kepala daerah di daerah peserta Pilkada serentak itu bertarung kembali dengan status petahana. “Secara politik, incumbent akan selalu diuntungkan dalam setiap program pemerintah yang dia laksanakan, terutama bersifat populis semacam bagi-bagi sembako, dan sebagainya,” katanya melalui pesan Whatsapp.

Apalagi menurutnya, program populis seperti itu dapat menipu mata warga pemilik hak suara. “Mereka tidak menilai calon (Pilkada) berdasarkan kompetensi politik atau manajerial, tapi berdasarkan (gambaran) “baik hati” dan “rajin memberi” seperti sultan-sultan zaman dulu kepada hambanya,” sentil Zamzami.

Dalam istilah Robby Patria, kandidat doktor di UTMH Malaysia, “Politik kemanusiaan dan politik pencitraan itu tipis. Bawaslu pun susah nak (hendak) memproses karena mereka belum lagi sebagai calon kepala daerah.”

Jika melihat kondisi saat ini, kendati rentan tergelincir persoalan, bansos agaknya diyakini Pemda di Kepri sebagai cara manusiawi merangkul emosi warga terdampak di tengah pagebluk COVID-19. Setidaknya ada dua alasan di baliknya.

Selain tengah terjadi pandemi, bansos juga setidaknya menjadi bukti hadirnya pemerintah di tengah kesulitan warganya. Persoalan pembagiannya bersamaan bulan puasa dan tahun Pilkada serentak, semata kebetulan. Begitukah?

Konon, karakter asli seseorang terlihat saat dia memiliki kuasa. Sedangkan karakter kepemimpinan teruji saat menghadapi masa krisis. “Leiden is lijden”, demikian bunyi pepatah kuno Belanda seperti dikutip Mohammad Roem menggambarkan sejawatnya dalam esai di Majalah Prisma No. 8 Edisi Agustus 1977 berjudul “Haji Agus Salim, Memimpin adalah Menderita”. (*)

Bagikan