Industri Jasa Keuangan Perlu Pendekatan Baru, Wimboh Santoso Jadi Guru Besar UNS Solo

wimboh santoso, ketua otoritas jasa keuangan saat pidato pengukuhan pengangkatan guru besar ilmu manajemen risiko fakultas ekonomi dan bisnis universitas negeri sebelas maret (uns) solo, senin (26/8/2019)/foto via cnbcindonesia.com

Industri Jasa Keuangan Perlu Pendekatan Baru, Wimboh Santoso Jadi Guru Besar UNS Solo

angkaberita.id – Menghadapi tantangan revolusi digital, setiap pemangku kepentingan perlu paradigma baru sebagai bekal menjalaninya. Pendekatan baru itu juga memberikan perspektif baru terutama terhadap perkembangan ekonomi terkini.

Revolusi gaya hidup akibat proses digitalisasi mengakibatkan terjadinya pergeseran semua sektor kehidupan, termasuk tata ekonomi. Dalam skala lebih terbatas, pergeseran juga telah merambah ke sektor jasa keuangan sehingga perlu antisipasi dengan kemampuan memahami perubahan, demi memitigasi distorsi yang timbul.

Benang merah itulah uyang ditegaskan Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar tidak tetap Ilmu Manajemen Risiko pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Di hadapan Senat Universitas Sebelas Maret di Auditorium GPH Haryo Mataram UNS Surakarta, Senin (26/8/2019), Wimboh menambahkan, selain menjadi katalis daya saing, teknologi juga menghadirkan risiko ikutan.

“Kehadiran teknologi diharapkan menjadi solusi peningkatan daya saing ekonomi dengan terbukanya akses keuangan, namun sisi lainnya juga menumbulkan risiko,” sebut Wimboh dalam siaran pers OJK.

ketua ojk wimboh santoso saat pengukuhan gelar guru besar ilmu manajemen risiko di fakultas ekonomi bisnis universitas negeri sebelas maret di solo, senin (26/8/2019)/foto via cnbcindonesia.com

Hadir saat pengukuhan dirinya, sejumlah pimpinan kementerian/lembaga, pimpinan pemerintah daerah dan para pimpinan industri jasa keuangan. Bertajuk “Revolusi Digital: “New Paradigm” di Bidang Ekonomi dan Keuangan”, Wimboh memaparkan tesis soal perlunya pendekatan baru dalam melihat proyeksi ekonomi di era digital.

Menurut Wimboh, revolusi digital saat ini menyebabkan sejumlah perubahan mendasar di sektor jasa keuangan melalui inovasi keuangan berbasis teknologi. Seperti layanan pembayaran, pembiayaan, investasi, perencanaan keuangan dan bidang keuangan lainnya.

Seluruh layanan itu menurutnya, telah berkembang masif di sekujur dunia seiring penetrasi internet dan ponsel pintar, termasuk hadirinya usaha rintisan financial technology alias fintech.

Di industri perbankan, Wimboh meyakini transformasi digital tak hanya demi efisiensi, namun juga tuntutan masyarakat akan proses transaksi perbankan mudah, cepat dan efisien.

Transformasi digital dimaksud telah mengubah seluruh aktivitas perbankan, tak hanya pembayaran dan transfer dana online, namun juga pembukaan rekening berbasis aplikasi digital banking. “Yang cukup dipasang di smartphone tanpa harus secara fisik datang ke kantor bank,” sebutnya.

Begitupun di sektor pasar modah, banyak perusahaan sekuritas maupun manajer investasi sekarang berinvestasi di bidang teknologi informasi demi memudahnya nasabah mereka bertransaksi. Jual beli saham sudah jamak secara online melalui platform online trading perusahaan sekuritas.

Pun, investasi reksadana atau produk manajer investasi lainnya telah banyak via internet, tanpa perlu bersemuka dengan manajer investasinya. Ke depan, seiring kemajuan artificial intelligence, jasa advisory bukan mustahil ditangani robo advisor, menggantikan peran para analis.

ketua ojk wimboh santoso berfoto bersama petinggi uns usai pengukuhan gelar guru besar di fakultas ekonomi bisnis universitas negeri sebelas maret solo, senin 926/8/2019)/foto via cnbcindonesia.com

Umboh meyakini perkembangan teknologi itu membawa risiko, dari hadirnya usaha fintech, yakni risiko siber berupa kerugian operasional dan penurunan reputasi.

Pada akhirnya, revolusi digital menurut Wimboh, membuat ilmu ekonomi dan keuangan konvensional kurang relevan seirinag mengecilnya asimetri informasi sehingga dinamika kebijakan dan kondisi pasar dengan cepat ditransmisikan secara global.

“Untuk itu, dibutuhkan pendekatan baru bagi pemerintah dan otoritas keuangan yang lebih dinamis dan kontekstual agar manfaatnya dapat optimal namun risikonya dapat dimitigasi dengan baik. Adopsi teknologi dalam pendekatan pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan menjadi suatu keharusan,” katanya.

Otoritas sektor keuangan menurutnya, membutuhkan pendekatan pengawasan lebih transparan, berbasis teknologi dan berbasis data untuk memantau risiko dan melakukan pengawasan di Industri Jasa Keuangan dengan efektif dan efisien.

Supervisory Technology (SupTech) menurutnya, saat ini sedang dikembangkan meningkatkan efisiensi proses pengawasan melalui penggunaan otomasi dan penyederhanakan alur kerja.

SupTech juga memungkinkan pengawasan dan monitoring risiko serta pelaporan yang lebih baik terhadap industri jasa keuangan dan fintech dengan mendigitalkan data dan memungkinkan penggunaan kekuatan algoritma komputer untuk menjalankan pengawasan. (*)

Bagikan