Ingin Pemda Berlomba Ekspor, Menkeu Singgung Kisah Sukses Kulit Tikus Korea

Menteri Keuangan Sri Mulyani/Foto Kontan.co.id/Cheppy

angkaberita.id – Berkat kulit tikus, Korea Selatan selamat dari krisis ekspor yang menderanya.

pada pengalaman itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tengah mempertimbangkan ide insetif ke daerah agar berlomba soal ekspor.

Menkeu disebut ingin menambah kembali indikator kinerja dalam mengucurkan Dana Insentif Daerah (DID), yakni indikator kinerja ekspor daerah.

Hal ini dalam upaya mendorong jumlah ekspor Indonesia sehingga dapat memperbaiki kinerja neraca perdagangan maupun neraca pembayaran Indonesia ke depan.

Seperti yang diketahui DID adalah dana yang dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan memberikan penghargaan atas perbaikan kinerja tertentu.

Dengan menambah indikator kinerja daerah, Sri Mulyani berharap daerah akan berlomba-lomba untuk meningkatkan kinerja ekspor komoditas masing-masing.

“Saya jadi terpikir, coba kita bayangkan ekspor menjadi salah satu indikator DID seperti di Korea Selatan di mana mereka membuat perlombaan ekspor di setiap daerah,” ujar Sri Mulyani, saat menghadiri Sarasehan Komoditas Ekspor Unggulan bersama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Rabu (28/2/2019) seperti dilansir laman situs kontan.co.id, Kamis.

Korea Selatan, lanjutnya, menjadi inspirasi dalam menggenjot kinerja ekspor Indonesia. Pasalnya, Negeri Ginseng tersebut juga salah satu negara yang terkena dampak krisis periode 1997-1998 dan mengalami kejatuhan ekspor.

Namun, Korea Selatan berhasil bangkit dari keterpurukannya dengan menjadikan kulit tikus sebagai komoditas ekspor pertamanya pada masa itu.

Sri Mulyani bercerita, Korea Selatan memanfaatkan kondisi hama tikus yang merusak pertanian negaranya dengan membuat kompetisi menangkap dan mengolah kulit tikus untuk diekspor.

“Ini cerita betulan. Jadi mereka melihat masalah bukan untuk dijadikan keluhan, tapi jadi solusi,” tukasnya.

Menurut Sri Mulyani, memecut kompetisi ekspor antar daerah juga sudah lama dilakukan Eropa sejak tahun 1970-an. Meski terkesan terlambat, Indonesia mestinya tetap bisa mengadopsi cara tersebut sebagai salah satu upaya menggenjot ekspor.

Selain itu, Sri Mulyani mengatakan akan membuat rencana rapat rutin bulanan untuk membahas kinerja ekspor dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Dengan begitu, pemerintah bisa memantau perkembangan dan kemajuan kinerja ekspor, baik per komoditas maupun per destinasi tujuan.

Kemudian, pemerintah menetapkan empat kriteria utama dan 11 indikator kinerja untuk menentukan kelayakan suatu daerah menerima DID.

Indikator kinerja bervariasi di antaranya pada bidang pengelolaan keuangan daerah, pendidikan, infrastruktur, hingga pengelolaan sampah.

Sementara, empat kriteria utama yang wajib dimiliki daerah penerima DID ialah opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang wajar tanpa pengecualian (WTP),

kemudian peraturan daerah (Perda) yang tepat waktu, ketersediaan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), serta penggunaan e-government seperti e-budgetting dan e-procurement. (*)

Bagikan