Tak Hanya Honorer, 600-an Ribu PNS Kantoran Bakal Kena Rasionalisasi?
angkaberita.id - Tabiat instansi pemerintah, terutama Pemda merekrut honorer PNS agaknya menjadi pemicu pemerintah akhirnya menerbitkan UU ASN dan PP No. 49/2018. Konsekuensinya, tahun 2023 pemerintah bakal meniadakan tenaga honorer di instansi pemerintahan, termasuk Pemda.
Sebagai gantinya, pemerintah bakal memaksimalkan ASN tersedia, dan memaksimalkan teknologi informasi lewat skema birokrasi digital. Tahap awal, pemerintah bakal memangkas eselon birokrasi menjadi dua layer saja, yakni eselon I dan II. Eselon III dan IV dialihfungsikan menjadi tenaga fungsional.
Meski perampingan struktural, tapi 1,6 juta dari 4,2 juta PNS di Tanah Air tetap terdampak menyusul kebijakan transformasi birokrasi berbasis kecerdasan buatan. Kecuali dialihfungsikan menjadi tenaga teknis, 1,6 juta PNS tadi bahkan berpotensi pensiun dini. Tahap awal, terdapat 600 ribu dari 1,6 juta PNS segera dieksekusi nasibnya dalam waktu dekat.
Penghapusan Honorer
Deputi Bidang SDM KemenPAN dan Reformasi Birokrasi, Alex Denni tak menampik kemungkinan itu. Dia bahkan menegaskan, kebijakan penghapusan honorer PNS bukan kebijakan "turun dari langit", tapi telah melalui proses panjang. "Bukan uju-ujug, tapi sudah dari 2005. Itu sudah inventarisir," ungkap Alex, seperti dilansir CNBC Indonesia, Februari lalu.
Saat itu, terdapat 900 ribuan honorer PNS. Pemerintah sepakat mengangkat sekitar 860 ribu menjadi PNS. Sedangkan 40 ribuan lainnya, meskipun tak memenuhi kriteria, pemerintah tetap berjanji memprosesnya. Namun, belakangan justru jumlahnya membengkak 11 kali lipat. "Begitu data ulang membengkak jadi 600 ribuan," ungkap Alex.
Kondisi itu, untuk sebagian, memaksa pemerintah menerbitkan UU ASN. Dalam UU No. 5/2014, ASN hanya terdiri PNS dan PPPK. Pemerintah menerbitkan PP. 49/2018 menjadi payung hukum pegawai PPPK sekaligus memberikan jeda 5 tahun bagi instansi pemerintah menuntaskan status honorer PNS lima tahun setelah terbita aturan tadi, alias tahun 2023.
Meski terbit ketentuan itu, lanjut Alex, sejumlah instansi pemerintah tetap nekat merekrut honorer PNS, meskipun tahu telah dilarang. "Sejak 2005 sudah dilarang. Jadi sebetulnya PP 48/2005 junto 43/2007. pemerintah dilarang mengangkat tenaga honorer. Jadi semua orang sudah tahu ini enggak boleh," beber Alex.
Namun, tahun 2023 pemerintah memastikan tak menoleransi kejadian serupa terulang. Jika instansi pemerintah atau Pemda tak menuntaskan honorer PNS, KemenPAN akan mengeksekusi nasib status kepegawaian mereka.
Meski demikian, KemenPAN berharap instansi pemerintah, terutama Pemda menuntaskan persoalan honorer PNS di daerah masing-masing, tanpa perlu menunggu eksekusi pemerintah pusat, seperti lewat skema outsourcing dan sebagainya. Pemda juga diminta memikirkan kebijakan tali asih ke mereka, meskipun tak ada kewajiban pesangon ke honorer PNS, termasuk di Kepri.
Bersih-bersih PNS Kantoran
Percepatan transformasi birokrasi digital pemerintah diyakini berdampak terhadap sebagian PNS, terutama berstatus tenaga pelaksana. Sebab, menurut Alex, hampir 38 persen dari 4,2 juta PNS di Tanah Air. Sedangkan 36 persen lebih berstatus guru dan dosen.
"Kemudian tenaga teknis, kesehatan dan lain-lain itu sekitar 14 persen. Sisa-sisanya 10-11 persen pejabat struktural. Kalau bicara transformasi digital, tentu (PNS) pelaksana ini akan terdampak terlebih dahulu karena pekerjaan (mereka) akan digantikan teknologi," tegas Alex. Dalam lima tahun ke depan, pejabat pelaksana akan berkurang 30-40 persen, artinya ratusan ribu PNS pelaksana terdampak rasionalisasi.
"Mungkin sekitar 600 ribu dari 1,6 juta (PNS) pelaksana itu harus bertransformasi, upskilling/reskilling melakukan pekerjaan lain lebih value added atau by nature yang pensiun kita tidak ganti," paparnya.
Konsekuensinya, kebijakan kepegawaian pemerintah negative growth, alias tidak merekrut PNS baru pengganti PNS pensiun. "Kalau enggak, enggak lucu kita going digital tapi masih banyak padat karyanya di sana," sebut Alex. Kini, pemerintah menata organisasi kepegawaian dulu, dengan memangkas jabatan eselon.
(*)