Rencana KKP Di Kepri, Cari Ikan Di Laut Natuna Harus Bayar PNBP Dulu!
angkaberita.id - Dulu Menteri Susi Pudjiastuti galak dengan menenggelamkan kapal pencuri ikan di Laut Natuna. Kini KKP bakal menerapkan perikanan terukur berdasar kuota tangkap, termasuk mewajibkan kapal pencari ikan membayar PNBP dulu, sebelum melaut. Sehingga Kepri dapat merasakan madu ekonominya.
KKP mengistilahkan rencana terbaru itu sebagai kebijakan penangkapan ikan terukur. Intinya, jumlah ikan diperbolehkan ditangkap di perairan Indonesia bakal dibatasi sesuai kuota ditetapkan. Pengaturan kuota dibedakan tiga, yakni kuota investor atau perikanan industri, kuota nelayan dan, terakhir, kuota kebutuhan rekreasi alias mancing mania!
Nantinya kuota bakal diterapkan di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), termasuk di Laut Natuna. "Tiap wilayah ini kan dibagi tiga kuota. Untuk investor, kemudian nelayan lokal, dan untuk kebutuhan rekreasi," ungkap Menteri Trenggono, seperti dilansir detikcom, Rabu (22/12/2021).
Ada empat WPP bakal ditawarkan KKP dengan kuota penangkapan. Total kuota, dalam hitungan Trenggono, sekitar 4.894.000 ton per tahun, dengan nilai Rp 120,6 triliun. Trenggono menjelaskan, kuota setiap WPP bakal dibagi menjadi tiga peruntukkan, dengan prioritas investor dan nelayan.
Hanya Trenggono belum menjelaskan skenario pelaksanaannya. Dia berdali aturan mainnya masih dibahas Ditjen Perikanan Tangkap KKP. Namun dalam bayangannya, semisal WPP Zona I alias Laut Natuna Utara, dengan kuota tangkap sebesar 473 ribu ton. Kata dia, bisa saja 80 persen kuota diberikan kepada investor.
Nah, syaratnya mereka harus mengajukan kuota dan membayar PNBP pengajuan di depan. "Investor kalau mau masuk ada kuotanya dia bayar PNBP nanti di depan untuk kuota itu," ungkap Trenggono. Jika melanggar, Trenggono menyiapkan denda. "Dari yang 80 persen itu, kan sekitar 300 ribu ton. Nah, kalau dia ada lebih ngambilnya maka sisanya akan didenda," sebut mantan Menteri Pertahanan RI, itu.
Prioritas WPP Laut Natuna
Trenggono memastikan, setiap WPP bakal menerapkan penangkapan ikan terukur. Dia lantas menyodorkan skenario, seperti WPP 711 di Laut Natuna dan Natuna Utara dengan kuota 473 ribu ton per tahun, senilai Rp 13,1 triliun. Kemudian WPP 716-717 di Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik dengan kuota 738 ribu ton per tahun, senilai Rp 15,8 triliun.
Selanjutnya WPP 715-718 di wilayah Laut Aru, Arafuru, dan Timor dengan kuota 2,26 juta ton per tahun, senilai Rp 46,12 triliun per tahun. Terakhir, WPP 572-573 di wilayah Samudera Hindia dengan kuota 1,41 juta ton per tahun, senilai Rp 35,18 triliun. Nah, Ditjen Perikanan Tangkap nanti akan menentukan WPP dalam skema penangkapan ikan terukur.
Trenggono berencana menerapkan kebijakan perikanan terukur mulai tahun depan. Skenarionya, tahap awal diterapkan ke satu atau dua WPP. "Saya kepingin langsung bergerak semua di empat zona. Mungkin akan satu atau dua lokasi dulu yang bakal dipilih Ditjen Tangkap," kata Trenggono.
Jika merujuk pertemuan Trenggono dengan Gubernur Kepri Ansar Ahmad baru-baru ini, Kepri agaknya bakal menjadi proritas tahap awal. Selain banyak kasus pencurian ikan, untuk sebagian, juga sumber daya pengamanan laut di Natuna mendukung seiring kebijakan Jakarta menjadikan Natuna titik perkuatan geopolitik di Laut China Selatan.
Bagaimana dengan pengawasan? Menteri Trenggono memastikan, KKP sudah memikirkan skenarionya. Pertama, kapal penangkap ikan harus terdaftar di KKP. Kedua, setiap melaut akan ada kapal pengawas mondar-mandir selama 24 jam penuh. Ketiga, begitu tiba di pelabuhan, aka ada sistem penghitung ikan berhasil ditangkap kapal ikan penerima kuota.
"Pengawasan ketat, ada kapal kita mondar-mandir 24 jam. Kemudian di awal dia akan daftarkan kapalnya, dia pasang alat monitor. Kami akan monitor tiap waktu. Waktu mendarat juga akan ada monitor kalau dia melebihi dia (kapal ikan) akan kena denda," kata Trenggono, sembari menambahkan, pihak penerima kuota pelanggar tahun berikutnya bakal sulit mendapatkan kuota lagi.
(*)