COVID-19: Pekerja Bergaji Di Bawah Rp 5 Juta Dapat BLT Rp 600 Ribu Selama 6 Bulan

pemerintah menyiapkan bantuan langsung tunai kepada pekerja bergaji di bawah rp 5 juta sebesar rp 600 ribu selama 6 bulan demi menjaga daya beli/foto ilustrasi via http://seputarpengertian.blogspot.com

COVID-19: Pekerja Bergaji Di Bawah Rp 5 Juta Dapat BLT Rp 600 Ribu Selama 6 Bulan

angkaberita.id– Pemerintah melalui BPS resmi mengumumkan terjadinya kontraksi perekonomian di tanah air. Menekan dampak ekonomi selama pandemi COVID-19, pemerintah melalui Kemenkeu bakal memberikan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 600 ribu selama 6 bulan kepada pekerja swasta dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan.

Skema BLT nantinya masuk dalam kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah juga akan menentukan sektor-sektor dengan pekerja berhak mendapatkan BLT itu. Kini rencana itu tengah finalisasi. Selain BLT, pemerintah juga menyiapkan voucher makanan. Kebijakan terakhir juga dilakukan Austria.

“Insyallah, tunggu tanggal mainnya ya,” kata Kunta Wibawa Dasa Nugraha, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu, kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/8/2020). Ekonom INDEF Bhima Yudhistira sepakat dengan kebijakan BLT. Menurutnya, itu lebih berguna dibanding bantuan sembako.

“Untuk menjaga daya beli kelas menengah rentan miskin juga wajib diberikan bantuan negara. Bukan hanya mereka yang jatuh di bawah garis kemiskinan (saja) yang berhak,” tegasnya. Terkait voucher makanan, Bhima menilai biaya operasionalnya akan lebih besar. Karena itu, dia cenderung menyarankan BLT sehingga warga dapat membelanjakan sesuai kebutuhan.

Lalu dari mana sumber pendanaannya? Bhima menyebut dengan pengghematan belanja lembaga atau kementerian, termasuk pembubaran lembaga setara kementerian. Bhima juga menyarankan, sumber pendanaan lainnya ialah anggaran kartu prakerja. “Itu kartu prakerja dananya bisa dialihkan 100 persen untuk santunan PHK, daripada buat pelatihan yang mutunya rendah,” saran Bhima.

Soal BLT, sebelumnya juga sudah disarankan Faisal Basri dan Chatib Basri, dua ekonom senior dari FE Universitas Indonesia. Bantuan sembako, kritik Faisal, tidak berdampak luas. Namun kalau BLT, menurutnya, dapat menggerakkan konsumsi karena penerima langsung membelanjakan sesuai kebutuhan.

“Rakyat sepatutnya dikasih uang, keluarga yang memiliki anggota keluarga dibates gak butuh beras dan gula. Keluarga yang memiliki bayi, akan alokasikan buat beli susu. Seluruh rakyat dipukul rata, dikasih mie instan, gula, beras, yang mungkin gak ada gunanya,” sebutnya.

Chatib Basri menyatakan, berdasarkan hasil kajiannya, BLT dapat menjaga daya beli masyarakat, terutama menyeimbangkan antara konsumsi dan investasi. Temuan penting kajiannya, Chatib menyebut, terdapat jawaban dari dua pertanyaan penting. Yakni, apakah investasi mendorong konsumsi atau konsumsi mendorong investasi.

“Studi kuantitatif, konsumsi meningkatkan permintaan dan investasi meningkatkan produksi. Hasilnya ternyata konsumsi mendorong investasi dan bukan sebaliknya,” jelas Chatib dalam satu diskusi virtual, Senin (20/7/2020).

Secara global, pemberian BLT seperti memberikan Rp 600 ribu kepada pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta selama 6 bulan, meskipun dengan besaran berbeda juga telah digaungkan Esther Duflo dan Abhijit Banerjee, suami istri pemenang Hadiah Nobel Ekonomi 2019, dengan radikalisasi konsep Universal Basic Income.

Keduanya juga meyakini insentif memungkinkan ekonomi bergerak, meskipun dampak di lapangan akan berbeda antara negara kaya dengan negara berkembang. Namun BLT, menurut keduanya, diperlukan, termasuk dengan memberikan jatah hidup bulanan minimal. (*)

Bagikan