Melawan Pandemi COVID-19 Dengan BLT, Bagaimana Kepri?
angkaberita.id-Meskipun mengklaim terkendali kasus pandemi COVID-19, ancaman kekacauan dan kelaparan mengintai lockdown di India, terutama warga perantauan lokal. Bahkan, banyak di antara mereka terpaksa pulang kampung berjalan kaki lantaran tidak ada moda transportasi.
Bertahan di kota-kota tujuan tak mungkin karena bakal kelaparan seiring terbatasnya akses sembako. Satu-satunya cara tidak terancam kelaparan pulang kampung, dan itu artinya harus berjalan kaki.
Keputusan lockdown, seperti dilaporkan Aljazeera, tak tersosialisasi dengan maksimal. Banyak perantau seiring arus migrasi lokal jadi telantar di sejumlah kota tujuan. Seorang perantau dikabarkan dipukuli lantaran berkeliaran saat karantina wilayah, meskipun dia sebenarnya tengah mencari makan pengganjal perut.
Kekacauan dan ancaman kelaparan di warga perantau di India sejatinya bukan karena tiadanya pasokan pangan dan sembako, namun akibat pendistribusian dan pengumuman lockdown mendadak.
Keputusan lockdown seiring peringatan kalangan pakar kesehatan, kasus COVID-19 berpotensi melejit di sana. Hingga pertengahan Mei, berdasarkan tren demografi di sana, diperkirakan 1,3 juta penduduk India rawan terinfeksi virus corona.
Hingga Jumat (27/3/2020) tercatat sebanyak 691 kasus sejak kali pertama terjangkit pada 30 Januari silam. Selain mengkarantina 1,3 miliar penduduknya di dalam rumah selama tiga pekan, pemerintah juga menjamin kebutuhan mereka, terutama warga miskin dengan anggaran sebesar 22,3 miliar Amerika, termasuk bantuan langsung tunai.
Namun, kucuran itu dikhawatirkan tak menjangkau seluruh warga, apalagi 85 persen penduduk di India bekerja di sektor informal dan kaum perantauan. Mereka ini tidak memiliki akses ke dana talangan itu.
Bantuan Langsung Tunai (BLT) agaknya juga menjadi mantra sejumlah negara menghadapi pandemi COVID-19. Selain Malaysia, Amerika Serikat semisal, juga menggelontorkan anggaran BLT senilai Rp 16 ribu triliun, nilai itu di luar insentif ke dunia usaha agar mereka tidak merumahkan pekerjanya dan bantuan ke negara bagian.
Total, menghadapi COVID-19, Negeri Paman Sam bermodalkan angggaran Rp 35.000 triliun, dengan asumsi kurs Rp 16 ribu per dolar, di tengah banjir kritikan terhadap kecerobohan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat dalam menangani pandemi yang berjangkit di 199 negara di dunia itu.
Kendati demikian, Trump belum bernyali memutuskan lockdown negaranya, bahkan rencananya mengkarantina New York, negara bagian terparah akibat pandemi COVID-19, urung dilakukan setelah dilawan Gubernur New York. “(Lockdown) Itu adalah pernyataan perang (pemerintah) federal (terhadap negara bagian New York),” seru Andrew Cuomo.
Lalu bagaimana dengan Kepri? Kendati telah berstatus tanggap darurat, Pemprov Kepri agaknya memilih menunggu keputusan pusat. Selain merupakan wewenang pusat, meskipun di sejumlah daerah terjadi lockdown mandiri, pemerintah sejatinya juga belum sepenuhnya menutup opsi itu.
Pemerintah, seperti ditegaskan Menko Polhukam Mahfud MD, tengah mengkaji, termasuk menyediakan payung hukum peraturan pemerintah sebagai turunan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Sehingga jelas kondisi dan syarat daerah nantinya memutuskan lockdown, karena sejatinya sekarang baru sebatas pembatasan mobilitas.
Selain memberikan kepastian hukum, pemerintah agaknya masih mengkalkulasi skenario jika nantinya benar-benar sampai pada keputusan lockdown seperti kencang disuarakan berbagai kalangan, termasuk IDI.
Jaminan jatah hidup (Jadup) negara kepada warga terkarantina diyakini menjadi satu di antara sekian pertimbangan dalam mengambil keputusan, dalam istilah psikologi disebut Prisoner’s Dillema, yaitu lockdown
Pemerintah bukannya abai, setidaknya jika merujuk telah Rp 158 triliun anggaran digelontorkan demi menghambat laju COVID-19. Banyak anggaran, dengan persetujuan DPR, juga dapat digeser dan difokuskan ke penanggulangan nantinya, termasuk sebagai anggaran BLT begitu benar-benar lockdown.
Persetujuan DPR, dalam skala lokal DPRD, penting agar menghindari ‘problem’ saling menyalahkan di belakang hari, juga mengantisipasi adanya penumpang gelap. Apalagi, konon ada istilah kapling-kaplingan di saat pembahasan anggaran.
Kasus di Negeri Paman Sam menjadi contoh faktual fenomena terakhir. Berdalih alasan kondisi darurat, kubu Republik mengusulkan UU Insentif senilai 2,2 Triliun Dolar, belakangan disetujui dan diteken Presiden Trump, ke Senat agar disetujui tanpa penolakkan.
Siasat itu terbaca kubu oposisi Demokrat, lantaran jika disetujui ternyata draft itu sebagian menguntungkan, setidaknya mengucurkan banyak kemudahan fiskal ke korporasi, lobi bisnis dan segelentir elite politik di lingkaran Gedung Putih, dan mereka itu dikenal sebagai penyandang dana kubu Republik.
Demokrat melawan, bahkan sebagai tantingan ke Republik, selain memperbesar bansos, bantuan ke rumah sakit, dan negara bagian, UU juga harus steril dari akses elite politik tertentu ke uang pembayar pajak itu. Apalagi banyak negara bagian kantong suara kubu Demokrat terdampak dengan pandemi COVID-19, semisal New York, California, Illiniois dan sebagainya.
Dalam kondisi darurat memang bukan hanya kompromi, tapi juga prioritas. Selebihnya, kerjasama demi menyelamatkan nyawa manusia. Dalam bahasa Yoval Noah Hariri, penulis buku laris Sapiens dan Homo Deus, menyelamatkan kemanusian.
Kerjasama juga menjadi kunci keberhasilan, kata yang selalu diulang dan didambakan Doni Monardo, Ketua Gugus Tugas COVID-19. Tanpa kerjasama, kasus Italia menjadi kaca benggala. Pengabaian social distancing, kepanikan di level birokrasi, seperti kebijakan sepihak mengunci wilayahnya, menjadi api dalam sekam.
Kepri sejatinya telah mengantisipasi itu. Kendati bervariasi, Pemda di Kepri dengan pertimbangan masing-masing, telah mengganggarkan dana penanggulangan COVID-19.
Selain penyediaan kebutuhan medis, sebagian dana ditujukan sebagai bantuan sosial kepada warga berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
Tekanan ke Pemda agar mengunci Kepri bukannya kecil, seiring bertambahnya kasus di Bumi Segantang Lada. Ekonom Kepri Suyono mengakui, ada dampak ekonomi jika diberlakukan lockdown, bahkan dia mengklaim memiliki simulasi hitung-hitungannya. “Kini persoalannya bukan dampak ekonomi, tapi prioritas (Pemda),” katanya, belum lama ini.
Hingga Sabtu (28/3/2020) tercatat 6 kasus positif, ribuan ODP dan puluhan PDP. Itu bukan jumlah sedikit. Kabar baiknya, berjangkit aksi solidaritas di tengah warga, meskipun masih bersifat sporadis.
Khusus Batam, tekanan sangat kuat. Selain menjadi lokomotif perekonomian Kepri, sebaran penduduk terbanyak di Kepri juga berada di Batam. Berkaca dari kasus tanah air, daerah terparah serangan COVID-19 ialah kota besar, dengan jumlah penduduk banyak, dan mobilitas tinggi.
Jabodetabek menjadi episentrum COVID-19 di tanah air. Batam hingga sejauh ini, berdasarkan data Gugus Tugas COVID-19 Kepri, dapat disebut rawan COVID-19 setidaknya berdasarkan kasus positif dan jumlah ODP. Pada titik ini, keterbukaan pemerintah terhadap informasi sebaran kasus COVID-19 masuk akal, dan menjadi keharusan.
Dengan mengetahui peta sebaran kasus, setidaknya di tingkat kecamatan karena di daerah lain bahkan terbuka peta sebarannya hingga level kelurahan, masyarakat terbantu memitigasi sekaligus mendorong karantina mandiri. Setidaknya menjadikan warga waspada dan bersiap diri.
Setidaknya mengemuka dua alasan, selain lawan dihadapi virus tak nampak mata, kedua karantina mandiri niscaya jika ada jaminan Pemda kepada warga selama masa itu, terjamin kebutuhan dasarnya, terutama pekerja di sektor informal. Dukungan DPRD penting, apalagi jika buat keperluan itu perlu perubahan dalam skema APBD.
Robby Patria, Analis Politik di Tanjungpinang mengamini. Katanya, pemangkasan anggaran perjalanan dinas, peniadaan kegiatan pembangunan, termasuk bersumber dari DAK merupakan keniscayaan di hari-hari belakangan ini. “Pemda harus pangkas anggaran perjalanan dinas, baik eksekutif dan legislatif, karena itu tak ada dampaknya,” sarannya.
Kini, sebelum ada keputusan lockdown pusat, Pemda sebaiknya fokus pada prioritasnya seperti kebijakan social distancing, penyediaan sarana medis, dan terutama menjamin kebutuhan dasar ODP dan PDP sembari bersiap membantu pusat jika akhirnya diputuskan lockdown, karena jika itu diputuskan tak sedikit mulut harus dipastikan dapat kebutuhan dasarnya, belum lagi ekses sosial ekonomi lainnya. (*)