Membaca ALIBATA, Terobosan Penurunan Stunting Di Sumatera. Gimana Kepri?
angkaberita.id - Baru-baru ini, Wapres Makruf Amin melalui Kemenkeu memberikan dana insentif fiskal kepada Pemko Batam dan Pemkab Natuna lantaran dinilai sukses menangani kasus stunting di wilayah masing-masing secara signifikan. Kepada mereka, Kemenkeu mencairkan duit insentif berjumlah miliaran rupiah.
Dana insentif sekaligus bentuk pengakuan negara atas kinerja mereka. Bedanya, Pemko Batam mendapatkan dana insentif fiskal stunting setelah jor-joran lewat APBD anggaran penanganan stunting sebesar Rp 69 miliar melalui sejumlah OPD.
BKKBN Kepri menggandeng Pemda di Kepri menggeber terobosan BTS dan Bapak Asuh guna menekan kasus stunting. BTS kependekan beras, telur dan sedekah. Sedangkan Bapak Asuh mengandalkan pihak ketiga menangani satu kasus stunting hingga tuntas, alias terbebas stunting.
Sejumlah terobosan serupa juga terpantau di Sumatera. Di Aceh semisal, Pemkab Bener Meriah merilis kebijakan ALIBATA alias Anak Lahir Bidan Beri Akta, Kartu Kesehatan, dan KIA. Seperti diketahui KIA merujuk Kartu Identitas Anak. Nah, Pemkab menjadikan kebijakan tadi terobosan menangani stunting.
KIA memiliki banyak manfaat. Selain menjadi bekal membuka tabungan di perbankan, dia juga dapat berfungsi menjadi kartu BPJS Kesehatan, dan sejumlah keperluan layanan publik lainnya. Sebagai kartu BPJS Kesehatan, Pemda dapat membantu warga pemegang kurang mampu dengan subsidi pembayaran iuran kepesertaan BPJS lewat skema PBI.
Janji Stunting Kepri
Pemerintah melalui BPJS Kesehatan lewat Pemda, termasuk di Kepri, telah membantu dengan mengalirkan dana kapitasi keperluan pemeriksaan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama, seperti Puskesmas. Terbaru, bahkan di klinik non pemerintah dan lainnya. Dinkes Kepri baru-baru ini, khusus menangani stunting, juga tengah menyosialisasikan sinergi keperluan itu.
Khususnya proses penanganan sejak sebelum kelahiran, alias ante natal care (ANC) dengan melibatkan klinik dan sebagainya. Jika merujuk janji Gubernur Ansar di depan Wapres Makruf Amin saat berkunjung ke Pulau Penyengat terkait supervisi penanganan stunting di Kepri, Ansar menargetkan Kepri di angka 13 persen.
Kepala BKKBN Kepri demi menyokong target nasional 14 persen di tahun 2024 juga berharap Kepri dapat menembus kasus stunting 10 persen. Faktanya, hingga 2022 angka stunting di Kepri masih di angka 15,4 persen. Kemudian, dari tujuh kabupaten/kota di Bumi Segantang Lada nyatanya baru dua saja dinilai berhasil menangani stunting di tahun 2023 lewat bukti penghargaan dana insentif fiskal 2023.
Terbaru, BKKBN Kepri di Tanjungpinang saat rembug stunting merilis kriteria baru stunting. Kata Rohina, Kepala BKKBN Kepri, stunting kini ukurannya tak hanya fisik. Tapi, juga kemajuan psiko kognitif si anak. Meskipun pendek, tapi jika dengan pengukuran tertentu dia dapat merespon sesuai indikator, dia dapat disebut bukan stunting.
BKKBN Kepri juga mengklaim kebijakan afirmasi bapak asuh dan terobosan BTS sukses merangkul partisipasi pihak ketiga, termasuk anak sekolah tergabung dalam generasi berencana binaan mereka. Apresiasi patut diberikan atas klaim keberhasilan tadi, meskipun Kepri belum menjadi provinsi penerima dana insetif fiskal stunting tahun 2023.
Kartu Identitas Anak
Dalam rembug stunting tadi juga terdengar rencana konvergensi, termasuk menghebatkan sinergi lintas OPD. Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepri No. 201/2022, tercatat puluhan pejabat di Kepri hingga ke kabupaten/kota menjadi anggota Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Kepri, termasuk Dinas Kesehatan serta Dinas PMD Dukcapil Kepri.
BKKBN Kepri juga terlibat di dalamnya. Tapi, saat disinggung soal ada tidaknya anak kasus stunting di Kepri telah memiliki KIA, hanya Dinas PMD Dukcapil Kepri merespon. "Belum, ini akan menjadi bahan pertanyaan kami nanti ke kabupaten/kota," kata Abbas, Kabid Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Senin (30/10/2023) saat ditanya ada tidaknya Disduk Kabupaten/Kota berkoordinasi soal KIA khusus anak stunting.
Awalnya, dia menyebut data kasus stunting di Dinkes. Dia juga mengaku pihaknya di Kepri belum pernah diajak koordinasi soal KIA bagi anak stunting. "Sampai saat ini belum ada sampai pada kami," jawab Abbas soal ada tidaknya permintaan dari BKKBN Kepri atau Dinkes Kepri anak kasus stunting diterbitkan KIA.
Pihak BKKBN dan Dinkes Kepri belum merespon. Dewita, Humas BKKBN Kepri, hanya membaca saja pesan WA terkirim. Begitu juga Andi Kurniawan Kabid Kesehatan Masyarakat Dinkes Kepri memilih meninggalkan pesan WA bercentang biru dua.
Otokritik Wabup Natuna Rodhial Huda agaknya menjadi pesan kuat perlunya sinergi bagi sukses penanganan stunting. Keberhasilan Desa Subi Besar Timur di sana, kata dia, berkat kepemimpinan dan sinergi lintas sektor. Sebab Kepri, tak seperti Jawa, memiliki modal bawaan melawan stunting. Yakni, hasil perikanan di laut.
(*)