angkaberita – Saat Rapim Kadin Kepri di Tanjungpinang, Wagub Nyanyang prihatin dengan kondisi ekonomi Ibukota Kepri. Sebab, pertumbuhan ekonomi IKK, istilah dia populerkan, hanya sebesar 2,9 persen, saat ekonomi Kepri tertinggi di Sumatera.
Dia mengajak kalangan pengusaha tergabung di Kadin, termasuk Erwin Aksa pentolan Kadin Pusat, urun rembug membantu ekonomi Tanjungpinang. Sebab, kata Wagub, ada ribuan hektare lahan nganggur di Dompak dan Senggarang menunggu duit investasi.
Nah, ketimbang menggantang asap, dengan berharap investasi msuk iming-iming lahan nganggur kata Wagub tadi, Pemko Tanjungpinang sebaiknya jangan terpaku dengan jurus menjolok proyek APBN selalu Wako Lis koarkan.
Pemko sebaiknya, untuk sebagian, mencoba resep di depan mata sekaligus dalam genggaman. Yakni, memberdayakan ASN. Langkah mengandalkan kedai kopi dan menonjobkan pejabat Pemko di APBD tahun depan tak berlebihan.
Karena, kalangan analis di Tanjungpinang, memang menyarankan langkah kritis itu. Langkah lainnya, untuk sebagian, tentu saja memberdayakan ASN Pemko Tanjungpinang, dan ASN di Tanjungpinang. Caranya, dengan merombak lima hari kerja menjadi enam hari kerja.
Resep Basi Jolok APBN
Pemko Surabaya telah melakukannya, pun Pemprov Kaltim. Sebab, dengan kondisi investasi di Tanjungpinang tidak ada, meskipun memiliki FTZ Senggarang, serta proyek APBN masih terkonsentrasi ke MBG dan Koperasi Merah Putih, pilihan Pemko terbatas. Yakni, ASN.
Nah, kenapa merombak lima hari kerja? Sebab, dengan kondisi sekarang, penopang ekonomi Tanjungpinang sebesar 2,9 persen di triwulan III tahun 2025 tadi, boleh jadi, sebagian besar belanja rumah tangga, alias konsumsi publik.
Sumbernya, untuk sebagian, seperti Pemko Tanjungpinang sendiri, saat ngutang ke BRK Syariah, ialah ASN. Selain konsumsi publik dan belanja pemerintah, penopang pertumbuhan ialah investasi. Di Tanjungpinang, kondisinya hanya dua pertama.
Tak heran, hanya UMKM saja terlihat bergeliat, dengan mengandalkan belanja ASN. Hanya, kenapa kondisinya tetap lesu? Sebab, seperti tribunbatam tulis, beberapa waktu lalu, karena konsumsi ASN Pemko Tanjungpinang, dan ASN di Tanjungpinang tak sepenuhnya di Tanjungpinang.
Pendeknya, mereka bekerja di Tanjungpinang, tapi belanjanya juga ke tempat lain, seperti Batam dan belanja online. "Daya beli semakin berkurang. Biasa satu bulan saya order barang dua kali, saat ini hanya sekali saja," keluh Rosalani, pedagang di Tanjungpinang.
Rekayasa Kebijakan
Kecuali belanja online, Pemko Tanjungpinang dapat menekan “tradisi” membelanjakan duit ke Batam. Dengan lima hari kerja, Sabtu-Minggu menjadi kesempatan ASN keluar dari Tanjungpinang. Saat keluar, khususnya ke Batam, tentu keluar belanja. Minimal transportasi.
Nah, dengan enam hari kerja, mereka tak akan lagi memiliki keistimewaan meluangkan waktu ke Batam. Begitu juga dengan ASN di Tanjungpinang dari Batam, dengan enam hari kerja, mereka pada akhirnya, juga akan belanja di Tanjungpinang, karena tidak biasa berlama-lama di Batam.
Di Pemprov, tak sedikit ASN di sana berasal dari Batam, dan memilih bolak balik pulang hari. Nah, dengan perombakan enam hari kerja, mereka akan berpikir ulang. Setidaknya dari segi waktu. Seperti TPP, Pemko dalam kondisi efisiensi, harus mulai membiasakan melihat ASN sebagai aset, sehingga perlu diberdayakan.
Bukan hanya lewat TPP, yakni dengan melihatnya sebagai kompensasi, bukan sebagai hak. Sehingga, mereka dapat diberdayakan membantu keuangan Pemko, saat krisis akibat terpangkas dana transfer dari APBN. Kuncinya, Wako harus turun meyakinkan mereka, ASN khususnya Pemko Tanjungpinang, kesehatan APBD tergantung kontribusi mereka.
(*)










