Pemprov Riau Di Ambang Kebangkrutan, Nama BRK Syariah Terseret

angkaberita -  Gubernur Abdul Wahid uring-uringan gegara APBD Riau menangguk utang Rp 2,2 triliun. Pemprov Riau terancam bangkrut, termasuk ke Bapenda. Nama Bank Riau Kepri (BRK) Syariah terseret setelah Bapenda berencana menggandeng perbankan di Himbara demi mendongkrak PAD, terutama pajak kendaraan.

Sebab, usaha Bapenda mendapatkan mesin Electronic Data Capture (EDC) ke BRK Syariah demi mempercepat proses layanan di UPT Bapenda lingkungan Pemprov Riau belum terealisasi. Padahal, Bapenda bakal menjadikan 12 UPT penerimaan daerah, termasuk dari pajak kendaraan, di kabupaten/kota tadi andalan mengisi kas daerah

Jika realisasi penerimaan daerah, khususnya pajak kendaraan, meleset dari target triwulan pertama 2025, bukan mustahil defisit APBD 2025 berpotensi melebar hingga Rp 3,5 triliun. Pemprov lewat Bapenda berburu waktu dengan kondisi itu. Jika tidak, bukan saja OPD di Pemprov Riau terancam tanpa kegiatan selama setahun ke depan, tapi juga ribuan ASN bakal nganggur dan berisiko terpangkas TPP mereka.

ASN Utang Bank

“Rencananya apabila Pak Gubernur mengizinkan, kita akan bekerja sama dengan Bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), karena Bank Himbara ini telah sampai ke pelosok desa. Jadi contohnya, seperti Bank BRI, masyarakat bisa transaksi pembayaran pajak melalui agen BRILink,” kata Evarefita, Kepala Bapenda Riau, seperti dilansir laman resmi Pemprov Riau, kemarin.

ASN Pemprov Riau resah dengan rencana pemangkasan TPP. Sebab, itu sumber andalan mereka memenuhi kebutuhan setelah gaji habis membayar pinjaman di bank. BRK Syariah merupakan payroll banking ASN di Pemprov Riau. Sebelumnya Gubernur Wahid meminta Bapenda kreatif menagih pajak kendaraan, sebab 50 persen pajak daerah bersumber dari mereka dan turunannya.

Baca juga :  Korlantas Polri Sebut Tak Semua Polisi Bisa Lakukan Tilang ETLE Ponsel. Di Batam?

Tak hanya itu, Gubernur bahkan mengultimatum Bapenda dan jajarannya jika di akhir triwulan pertama 2025 target tak terealisasi, kepala UPT harus mundur dan tak akan dibayarkan insentif mereka. Selain mesin EDC ke BRK Syariah, Bapenda juga bergerak cepat dengan menambah titik dan fasilitas layanan (UPT Samsat) baru di Riau, seperti di UP Batin Solapan, Kabupaten Bengkalis, dan UP Sungai Apit di Kabupaten Siak.

Bapenda juga menggandeng Mal Pelayanan Publik Pasir Pangaraian demi menggeber PAD dari pajak kendaraan di Samsat tadi. Langkah lainnya, kata Evarefita, Bapenda mengajukan penambangan rekening kas umum daerah (RKUD) ke bendahara umum daerah, demi kepentingan percepatan proses transaksi pajak kendaraan nantinya. Kemudian armada Samsat Keliling sebanyak empat unit. Terakhir, memanfaatkan fasilitas SIGNAL Korlantas Mabes Polri.

Nah, tak ingin menjadi sasaran tembak, dia juga memaparkan capaian Bapenda Riau per 19 Maret kepada Gubernur Wahid. Per tanggal itu, kata dia, target penerimaan pajak daerah tahun 2025 sebesar Rp 3,7 triliun telah terealisasi sebesar 15,21 persen, atau Rp 556 miliar dengan perincian pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar Rp 116 miliar atau 13,32 persen.

Kemudian pajak BBM sebesar Rp 232 miliar, atau 17,56 persen, dan pajak air permukaan Rp 11 miliar, atau 21,49 persen.  “Ini presentase secara kumulatif. Untuk PKB pada akhir Maret ini (triwulan pertama) targetnya 25 persen, kita optimis sampai dengan libur panjang nanti target 2 persen lagi akan tercapai, karena sebentar lagi akan masuk ke triwulan kedua,” janji Eva, sapaan akrab Kepala Bapenda Riau.

Baca juga :  Tak Akur Dengan Gubri, Kini Bupati Meranti Meradang Ke Kemenkeu

Percepat Ngurus STNK 

Selain permudah layanan pembayaran pajak kendaraan, Bapenda lewat SIGNAL juga mempermudah layanan pengurusan STNK digital melalui aplikasi kelolaan Korlantas Mabes Polri. “Walaupun aplikasi SIGNAL ini milik Korlantas Polri, tapi itu adalah satu-satunya aplikasi pembayaran PKB. Makanya kawan-kawan di setiap UPT harus melakukan sosialisasi mengenai aplikasi ini kepada masyarakat,” kata Eva.

Bapenda juga mengingat wajib pajak dengan layanan WhatsApp (WA) Blast. “Makanya kita imbau agar Kepala UPT harus effort, mulai dari masyarakat melakukan pendaftaran harus ada nomor handphone-nya, sehingga WA Blast ini bisa kita laksanakan secara maksimal. Karena terkadang si wajib pajak tidak mencantumkannya,” kata Evarefita.

Dengan APBD menangguk utang tunda bayar sebesar Rp 2,2 triliun, terbesar sepanjang sejarah Pemprov Riau, mereka menjadi Pemprov kedua di Tanah Air, secara teknis, di ambang kebangkrutan.  Pemprov Sulsel pernah mengalaminya di tahun 2023 dengan defisit tembus triliunan rupiah. Selain rasionalisasi anggaran di APBD, opsi menekan defisit ialah memangkas TPP ASN, mengenolkan anggaran kegiatan OPD.

Kemudian menjual aset daerah, atau seperti saran Kemenkeu, dapat mengajukan pinjaman daerah ke pemerintah melalui Kemenkeu. Sejak Kemenkeu merilis alokasi kurang bayar dan lebih bayar ke APBD tahun 2024 serta Inpres No. 1/2025 penghematan besar-besaran APBN-APBD, praktis hampir seluruh Pemda di Tanah Air mengawali tahun 2025 dengan kondisi defisit anggaran.

(*)

Bagikan