Tren Baru ASN Di Sulsel, Mundur Jabatan Dan Pangkas Tunjangan Pegawai

angkaberita – Sulsel merupakan jantung ekonomi di timur Indonesia. Saat Pilkada, ASN di sana mendapat sorotan lantaran tudingan afiliasi dan aksi dukung mendukung. Namun, pejabat di sana juga lebih terbuka, termasuk urusan jabatan.

Terbaru, tren ASN di sana ialah mundur dari jabatan. Selebihnya tak sungkan pangkas TPP demi kepentingan publik. Kepri dan Sulsel memang berbeda, tapi keduanya sama-sama menjadi jantung ekonomi di wilayah masing-masing, meskipun dengan skala berbeda.

Kejutan diawali dengan pengakuan blak-blakan Pj. Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharudin beberapa tahun lalu. Kata dia, Pemprov bangkrut lantaran salah urus APBD. Bahtiar pernah Pj. Gubernur Kepri. Pengakuan dia mengagetkan Kemenkeu.

Nah, terkini di tengah kebijakan efisiensi anggaran, sejumlah pejabat Pemda di sana mengundurkan diri. Di Pemprov Sulsel, Kepala BPKAD mereka mengundurkan diri. Di Pemkab Bone, Kepala Bappeda mereka juga mengundurkan diri. Spekulasi pun merebak, apalagi terjadi sehabis Pilkada. Dua OPD itu, semisal, juga menjadi kritikan Mendagri.

Baca juga :  Tahun 2025 PPN Naik, Pemda (Di Kepri) Kecipratan Duitnya?

Mendagri beberapa waktu lalu memberi lampu hijau KDH merombak pejabatnya tanpa perlu menunggu waktu enam bulan selepas pelantikan. Di MK, seorang ASN juga menguji pasal ketentuan izin Mendagri bagi perombakan pejabat di daerah.

Paling gres, Pemprov memangkas TPP ASN di sana hingga 50 persen demi perbaikan jalan rusak dan saluran irigasi. Tersirat, itulah nama lain ASN menjadi instrumen pembangunan. Bagaimana di Kepri? Kondisinya berbeda. Di Pemprov semisal, KDH merumahkan ratusan tenaga honorer.

Gubernur juga hanya menghentikan pembayaran gaji Stafsus, bukan meniadakan sementara waktu mereka hingga APBD tidak defisit. Di Pemko Tanjungpinang, KDH baru berubah sikap 180 derajat soal TPP ASN. Beda saat kampanye dan setelah menjabat dengan menyodorkan angka defisit lebih besar.

Baca juga :  Bursa Caketum Golkar Sehabis Pilpres, Duel Kubu Hipmi vs Kadin?

Pemangkasan, kalaupun dilakukan, semata karena defisit akibat penerimaan lebih kecil dari belanja daerah. Alias defisit APBD, meskipun jelas belanja daerah, terutama belanja pegawai penyedot terbesar. Tidak ada keberanian memangkas TPP demi alasan, semisal membiayai anggaran seragam sekolah gratis.

Selebihnya, belum ada pejabat berani mengundurkan diri. Kondisinya, tersirat, mereka wait and see sembari menunggu perubahan arah angin sehabis Pillkada menunggu momen perombakan pejabat. Itulah risiko jika reformasi birokrasi dipahami sebatas pemangkasan urusan perizinan investasi daerah. Bukan perampingan OPD atau penataan ulang Tukin sebagai kompensasi kinerja ASN.

(*)

Bagikan