angkaberita.id - Belum reda target stunting meleset, BKKBN kembali memantik kontroversi. Terbaru soal setiap keluarga melahirkan satu perempuan demi menekan tren penurunan kelahiran. Kontan sejumlah kalangan, termasuk psikolog, mengkritisi lontaran tadi.
Vera Hadiwidjojo, Psikolog Anak dan Remaja di Jakarta menyebut ide tadi tak menyelesaikan masalah. Sebab, pemicu tren penurunan kelahiran bukan perempuan. Tapi, banyak faktor pemicunya. Dia menyarankan BKKBN fokus mengurus peningkatan kesejahteran keluarga.
Sebab, lanjut dia, jamnan kesejahteran dapat membuat setiap keluarga aman dan nyaman memiliki momongan. Sedangkan faktor pemicu penurunan kelahiran, kata dia seperti kecenderungan menunda usia pernikahan atau menunda memiliki momongan di kalangan pasutri.
Faktor lainnya, ada sebagian pasutri memilih child free atau hanya memiliki satu anak saja. Selebihnya, mayoritas perempuan kini pola pikir hidupnya, termasuk urusan menikah, mulai berubah. Banyak mengutamakan pendidikan dan karier. "Faktor lainnya, ada sebagian mengklaim child free, (seperti) di kota-kota besar di Jawa," kata Vera, seperti dikutip republika, kemarin,
Sebelumnya Hasto Wardoyo, Kepala BKKBN, berharap setiap keluarga di Tanah Air melahirkan satu perempuan demi menekan penurunan kelahiran. "Saya berharap para perempuan nanti punya anak rata-rata satu anak perempuan. Kalau di desa ada 1.000 perempuan maka harus ada 1.000 bayi perempuan lahir," kata Hasto.
Seperti diketahui, angka pernikahan di Indonesia turun menjadi 1,5-1,7 juta pasutri dalam setahun. Sebelumnya rata-rata 2 juta pernikahan per tahun. Akibatnya angka kelahiran secara nasional merosot di level 2,1. Tren serupa juga terjadi di dunia, khususnya di Asia Timur. Jepang, China dan Korsel sejak beberapa tahun terakhir ketakutan dengan tren demografi mereka.
(*)