angkaberita.id

Maju Caleg DPRD Dan Passive Income

ilustrasi kekuasaan elektoral lewat pileg via potretnews.com

Maju Caleg DPRD Dan Passive Income

Pramono*)

Kini agaknya ada pergeseran cara pandang masyarakat terhadap Caleg, atau ikut maju Nyaleg, terutama mereka bertarung di DPRD Kabupaten/Kota. Kekinian, kita mengenal bisnis passive income lewat perdagangan retail, semisal waralaba Alfamart atau Indomaret. Kemudian buka kos-kosan mulai per bulan sewa Rp 300-an ribu.

Tapi, sekarang perebutan kursi di DPRD, juga terjadi, untuk sebagian, cara pandang seperti itu. Yakni, passive income dengan beradu duduk ke kursi legislatif. Cara berpikirnya sama, hanya beda di pola pendekatan saja.

Kalau buka, atau berinvestasi ke waralaba seperti Alfamart dengan tujuh gondola standar, atau rak, standard modalnya Rp 550 juta, di luar ruko atau tempat jualan. Balik modalnya, istilahnya return on investment-nya, Rp 55 juta per tahun paling kecil. Dan berlaku kelipatan sesuai hasil penjualan.

Katakanlah per tahun Rp 110 juta kali 5 tahun minimal kontrak waralaba. Dapatlah Rp 550 juta bersih. Lalu kalau buka kos-kosan, bangunan dan tanah untuk kelas eksekutif. Dengan 20 kamar diperlukan modal Rp 800 juta-Rp 1 miliar. Jika okupansi, alias tingkat hunian kamar kos, rerata 80 persen terisi, dengan harga per kamar Rp 1 juta per bulan. Maka, dapatlah Rp 18 juta kali 12 bulan kali 5 tahun. Muncul angka Rp 1,8 miliar.

Jadi Caleg DPRD Kabupaten/Kota

Untuk suara aman dibutuhkan suara sesuai jumlah BPP per kursi. Nah, rata-rata BPP setiap dapil, semisal di Tanjungpinang, adalah 3.500. Kalau Caleg berinvestasi ke calon pemilih per kepala Rp 200 ribu, maka diperlukan modal investasi Rp 200 ribu kali 3.500, atau setara Rp 700 juta. Tambah biaya ini dan itu, diperlukan investasi politik sebesar Rp 900 juta.

Passive Income-nya? Seperti diatur PP No. 18/2017 dan Permendagri No. 62/2017, kemudian diturunkan menjadi Perda di daerah, pendapatan take home pay berupa gaji, tunjangan, honor dinas luar dua kali sebulan, rerata Rp 45 juta di tangan. Duit tadi di luar dana Pokir.

Sedangkan dana Pokir besarannya tergantung masing-masing kabupaten/kota. Tapi, sebagai gambaran, taruhlah Pokir rerata Rp 20 juta, maka per bulan Caleg duduk di DPRD membawa pulang duit Rp 65 juta. Kali lima tahun periode duduk sebagai legislator di DPRD, hasilnya Rp 3,9 miliar.

Itu pendapatan kotor selama lima tahun, belum dipotong pungutan parpol pengusung sebesar 20 persen. Jatuhnya masih bawa pulang, dalam lima tahun, kalau dibulatkan Rp 4 miliar, sekitar Rp 3,2 miliar. Rp 800 juta setor ke Parpol. Jadi, kalau dihiting-hitung, masih untung. Bahkan, dibanding investasi buka waralaba Alfamart atau Indomaret! (*)

*) Pemerhati Politik Di Tanjungpinang

DISCLAIMER: Setiap tulisan di rubrik kolom sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya masing-masing

Bagikan
Exit mobile version