Heboh Kebijakan No Work No Pay, Mulai Merembet Ke Batam?
angkaberita.id - Konon, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi setara pembukaan ratusan ribu pekerjaan. Tapi, klaim Gubernur Ansar perekonomian Kepri tumbuh, bahkan tertinggi di Sumatera selama kuartal III tahun 2022, agaknya berujung jatuh pingsan puluhan pekerja saat Job Fair di Batam, dua pekan lalu, akibat tingginya angka pengangguran di Bumi Segantang Lada.
Terbukti, sejumlah perusahaan berancang-ancang merumahkan pekerja mereka seiring menguatnya desakan agar Menaker merestui kebijakan "No Work No Pay", alias perumahan pekerja demi mengantisipasi ancaman PHK, seperti terjadi di sejumlah industri padat karya di Tanah Air, khususnya di Jabodetabek.
Apalagi resesi menghantui perekonomian di Tanah Air tahun depan. Terakhir, beredar kabar angin sejumlah perusahaan di Batam telah menerapkan itu. "Tidak PHK, tapi sebulan dirumahkan. Bergaji giliran masuk kerja," tutur seorang pekerja di Batam mengomentari nasib sejawatnya, belum lama ini.
Sebelumnya di depan DPR, Apindo mendesak pemerintah melalui Menaker Ida Fauziyah merestui kebijakan fleksibilitas jam kerja dengan prinsip No Work No Pay, alias "Tak Kerje Tak Gajian". "Kalau bisa dipertimbangkan, menambah satu lagi yaitu harapan kami ada satu Permenaker," sebut Anton J. Supit, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Selasa pekan lalu.
Apindo berdalih demi mengantisipasi terjadinya PHK massal. Dengan begitu, ketika industri tengah lesu pekerja tak harus terkena PHK. Menaker Ida, di forum sama, membeberkan hingga September 2022, hanya terjadi 10.765 kasus PHK, turun dibanding dua tahun sebelumnya.
Upah Naik
Kalangan pekerja, melalui serikat pekerja, meskipun mengakui pengaturan kebijakan itu dalam UU Ketenagakerjaan, langsung menolak. Mereka menuding, keinginan itu hanya akal-akalan pengusaha agar terdapat payung hukum legitimasi jika mereka nantinya merumahkan pekerja dengan dalih kondisi ekonomi lesu.
Serikat pekerja juga menilai desakan Permenaker kebijakan "No Work No Pay" hanya cara pengusaha mencari alasan menghindar dari kewajiban membayar hak-hak pekerja. Sebab pengusaha bertanggung jawab memastikan kesejahteraan pekerja. Apalagi desakan kebijakan tadi gencar jelang penetapan UMP dan UMK 2023 di sepuluh hari terakhir bulan November ini.
Terkait penetapan UMP, sebagian serikat pekerja menuntut pemerintah mengesampingkan PP No. 36/2021. Sebab hanya membuat UMP mengecil. Sebelumnya Menaker Ida memastikan UMP 2023 akan akan, meskipun rujukannya tetap UU No. 11 Tahun 2020 dan PP No. 36/2021. Disebut kisarannya 5-7 persen.
Terpisah, Wakil Menaker Afriansyah Noor berharap pengusaha tak terbebani kenaikan UMP 2023. Dia juga meminta pekerja tak menuntut kenikan UMP-UMK hingga belasan persen. Di Kepri, terutama Batam, isu upah selalu memantik aksi demo pekerja. Kemenaker akan menetapkan UMP pada 20 November dan UMK pada 30 November mendatang.
Apalagi tahun ini, Gubernur Ansar mengklaim ekonomi Kepri tumbuh, bahkan tertinggi di Sumatera selama kuartal III tahun 2022. Dengan Batam, untuk sebagian, sebagai penopang pertumbuhan itu. Merujuk Investment Award 2022 BP Batam, sejumlah perusahaan di Batam terus bertumbuh, meski inflasi Kepri melebihi inflasi nasional.
Kabar baiknya, klaim pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Kepri, keduanya, terhitung tinggi di Sumatera dapat menjadi bekal Pemda di Kepri mendapatkan formula jalan tengah menghadapi gaduh tarik ulur upah di Kepri, khususnya di Batam kelak!
(*)