angkaberita.id

Buralimar, Pensiun Pilih Cucu Ketimbang Lawan Uzur

buralimar kadispar kepri/dokumentasi pribadi

buralimar nongki-nongki bersama kolega dan keluarga/dokumemtasi pribadi

Buralimar, Pensiun Pilih Cucu Ketimbang Lawan Uzur

Bagi Buralimar, Kepala Dinas Pariwisata Kepri sebelum Luki Zaiman Prawira, usia pensiun harus dinikmati. Karenanya, ketika genap berusia 60 tahun, dia memilih berkumpul dengan cucu bercengkerama ketimbang sibuk melawan uzur

TANGGAL 1 Juli kemarin, dia resmi pamit dari Pemprov Kepri dan kelit kelindan birokrasi di Bumi Segantang Lada. Meskipun tidak dengan dunia pariwisata, cinta keduanya sejak lima tahun terakhir, setelah Gubernur Nurdin mempercayainya menakhodai biduk Dispar Kepri.

Terbukti, dia masih berangan menjadikan Natuna dan Anambas menjadi gerbang wisata internasional ke Kepri, syukur-syukur ke Tanah Air. Katanya, masih banyak pekerjaan rumah memajukan pariwisata di Kepri belum sempat tertuntaskan. Namun, pada akhirnya, dia tahu diri.

Kini, janji berkumpul cucu dan meriung dengan keluarga harus dipenuhi. “Nikmati pensiun dulu ngumpul dengan cucu,” ucapnya ringan menjawab soal rutinitas dirinya setelah setelah lengser dari kursi pembesar Kepri, pekan lalu.

Dia lantas bercerita, kini hari-harinya dinikmati dengan nongkrong bersama teman lama, sembari sesekali menghangatkan kenangan masa lalu dengan bernyanyi. Meski demikian, ketika disinggung urusan wisata Kepri, dengan tajam mengalir analisis dan isi pemikirannya.

Tak lupa, dia juga berkisah ikhtiar Kepri bertahan hidup selama terjangan COVID-19 sejak 2020. Lalu apa sejatinya daya tarik pariwisata di Kepri? “(Keunggulan) wisata Kepri destinasi berbasis alam, seperti laut,” sebut Buralimar, pejabat teras Pemko Batam di era Walikota Ahmad Dahlan.

Karena, lanjut dia, 96 persen wilayah Kepri berupa perairan. Karenanya, wisata bahari tak berlebihan menjadi prioritas pengembangan. “Kalaupun ada event lain, tentunya diarahkan di destinasi pantai, dengan pemandangan laut dan pulau-pulau,” sebut Pak Bur, panggilan akrab sejawatnya di Kemenpar RI.

Meskipun kaya daya tarik, mengubahnya menjadi atraksi menarik merupakan urusan lain. Kata Pak Bur, urusan satu ini tak semudah menyaksikan debur ombak di sekujur pantai di Bumi Segantang Lada. “Akses!” tegasnya. Membuka akses Kepri menjadi, dan sepertinya masih, tantangan terberat pariwisata.

Dengan jumlah pulau tembus 2408 buah, jika akses laut dikembangkan diperlukan armada laut besar dan mahal. Sebaliknya, jika memaksimalkan pintu udara, banyak fasilitas bandara di Kepri perlu sentuhan revitalisasi agar penerbangan komersial tak melulu take off atau landing ke Hang Nadim saja.

Belum lagi, urusan mengajegkan penerbangan reguler dan charter flight ke bandara internasional di Kepri. Kabar baiknya, jika pariwisata ukurannya kacamata 3A, pekerjaan rumah terberat di Kepri, sekali lagi, tinggal urusan akses.

Sebab, amenitas di Kepri, sebut saja Nongsa dan Lagoi, telah skala global. Atraksi wisata, dalam istilah Menpar Sandiaga Uno, juga cocok buat syuting film kelas Hollywood. “Kita tidak cukup dengan akses darat saja, tapi akses laut (terpenting),” beber Pak Bur. Terutama, lanjutnya, gerbang batas dengan Negeri Singa.

Pintu laut ke Singapura dan Malaysia harus benar-benar dijaga, syukur-syukur diintensifkan optimalisasinya. Sarannya, untuk sebagian, bukan isapan jempol. Terbukti, lonjakan tarif tiket kapal feri ke Singapura telah bikin kelimpungan skenario pemulihan pariwisata di Kepri dalam dua bulan terakhir.

Begitu juga tiket pesawat, kini juga bakal naik seiring kenaikan airpor tax. “Harga tiket udara dan laut harus terjangkau seperti sebelum COVID-19,” ujar dia seakan menyindir situasi tiket feri sekarang melonjak 100 persen. Akses udara, menurutnya, perlu dihadirkan persaingan dengan mengundang operator asing ke rute di Kepri. “Bukan monopoli satu atau dua maskapai saja,” curhat Pak Bur tanpa merinci maskapainya.

Sport Tourism?

Kenapa begitu? Karena Singapura-Malaysia, data BPS, merupakan nyawa pariwisata di Kepri berdasarkan jumlah arus kunjungan sebelum dan sesudah pandemi COVID-19. Kepri, berbeda dengan Bali, harus memanfaatkan “bekal alam” ini dengan menghidupkan kembali skema kerjasama wisata Sijori, Singapura-Johor-Kepri.

Sport tourism dapat menjadi pintu masuk ikhtiar ke situ. Sebab, terbukti daya tarik hajatan itu tinggi, seperti Tour de Bintan, Bintan Triathlon dan sebagainya. Pendeknya, harus diperbanyak, suka tidak suka, hajatan wisata melibatkan dan atau pakai rumus Sijori. Syukur-syukur bisa setiap bulan sekali.

Kreativitas diperlukan dalam mengemas pariwisata. Kini tak zamannya jualan glondongan atraksi wisata, by nature, tapi menurutnya juga harus mengkreasi sesuai kebutuhan pasar, by nurture, dengan mengemas hajatan kreatif sebagai pendorong arus kunjungan ke Kepri. Kuncinya, untuk sebagaian, tourism linkage networking, alias kerja keroyokan meramaikan pasar wisata di Kepri.

Pemprov dan Pemko/Pemkab di Kepri, instansi vertikal di pusat dan daerah. Pendeknya, meminjam sepakbola ala Belanda, Tourim Total Football. Sebab, tegas Pak Bur, “Jasad pariwisata ada di destinasi, (sedangkan) rohnya di pemasaran,” Namun, ingat dia, setiap ikhtiar harus dibarengi dengan SOP baku. Artinya, jangan berawal dan berakhir di rencana, tanpa pernah tereksekusi.

Itulah, menurut dia, mengelola pariwisata tidak bisa by mood, atau sebentar ke sana, sebentar ingin ke sini. “Jangan memakai jurus dewa mabuk,” Pak Bur membagikan resep sukses menjadikan Kepri runner up penghasil wisman terbanyak ke Tanah Air tahun 2019, setelah lama mengantre di urutan ketiga nasional.

Resep serupa juga membawa Kepri menjadi tujuan wisata halal ketiga di Tanah Air tahun 2018. Nah, geografis Kepri banjir desa, sekitar 275 desa lima kabupaten se-Kepri, juga sayang dilewatkan potensinya. Apalagi jika melihat Desa Ekang di Bintan sukses mendulang PAD. Ujungnya, kolaborasi pemangku kepentingan dan guidance krusial dalam menghidupkan pariwisata. Kerja wisata bukan kerja keinginan, tapi kerja eksekusi.

Lima tahun menakhodai Dispar Kepri, Pak Bur, mengakui COVID-19 telah membuat kerja-kerja eksekusinya menjadi tertatih, seperti hajatan nasional dan internasional terpaksa on hold. Pandemi juga telah menghilangkan sedikit mood berkreativitas, sehingga banyak ikhtiar kerja kolaborasi dengan pemangku kepentingan tak sempat terealisasi paripurna.

Padahal, dia meyakini anggaran kecil bukan alasan tak berbuat mengembangkan pariwisata di Kepri. Kuncinya tadi, kolaborasi. “Belum berhasil membuat stakeholder dan masyarakat meyakini pentingnya sektor pariwisata,” curhat dia soal pekerjaan rumah belum tuntas dijawab sebagai Kadispar.

Di akhir, pria kelahiran Bagan Siapi-api, Riau, mengaku cara berpikir pengelolaan pariwisata masih terpaku pariwisata secara masif, meskipun sejatinya semua sektor bisa dikemas menjadi atraksi wisata. Akur Pak Bur! (*)

UPDATE: Penambahan Kata “Pensiun” Di Judul

Bagikan
Exit mobile version