angkaberita.id

Kepri Berburu PAD Laut, Kenapa Izin Tambang Pasir Kuarsa Lebih Realistis?

ilustrasi penambangan pasir kuarsa via kumparan.com

Kepri Berburu PAD Laut, Kenapa Izin Tambang Pasir Kuarsa Lebih Realistis?

angkaberita.id - Seiring kembalinya sebagaian perizinan tambang ke daerah, Kepri agaknya bersiap menangkap peluang itu. Pertambangan pasir kuarsa dinilai lebih masuk akal dibanding pasir laut. Kenapa?

Kendati sempat terdengar pendapatan pasir laut berpotensi mengalirkan duit PAD hingga triliunan, namun geliat industri pertambangan pasir kuarsa di Kepri justru paling terasa. Paling tidak secara wacana. Kepri, untuk sebagian, kaya dua komoditas tadi. Pasar calon pembelinya juga, nyata, tersedia: Singapura!

Perpres No. 55 Tahun 2022, untuk sebagian, diyakini bukan semata pendelegasian wewenang perizinan. Namun juga ikhtiar pemerintah menjaga agar APBD sejumlah daerah tak tumbang diterjang pandemi COVID-19. Sektor tambang, selama pandemi, juga terbukti tak terpengaruh.

Ekonomi sejumlah daerah di Tanah Air, semisal di Sulawesi, sebagian juga terdongkrak pertambangan. Sehingga, secara nasional, ekonomi juga masih bertahan dari hantaman pandemi COVID-19. Khusus Kepri, situasi serupa juga terjadi. Pandemi benar-benar memaksa Gubernur dan DPRD Kepri harus memutar akal agar Kepri tetap berjaya seperti di masa sebelum pandemi.

Meskipun setahun terakhir, berdasarkan data BPS, tetap menjadi provinsi terkaya di Sumatera berkat sektor manufaktur berbasis ekspor di Batam. Tahun 2022, dalam upaya pemulihan ekonomi, Kepri mengambil strategi menggeber kerja infrastruktur. Jika merujuk kondisi PDRB tahun 2018, tak salah pilihan taktik itu.

Sebab, data BPS, tiga sektor penopang ekonomi di tahun itu, bukan hanya manufaktur, tapi juga pertambangan dan konstruksi. Kecuali Batam, sektor konstruksi biasanya mengandalkan pembiayaan APBN dan APBD. Sedangkan Batam, saat itu, sektor properti tumbuh, meskipun Kepri terbilang paling sulit warga memiliki hunian sendiri. Sehingga lebih banyak mengontrak atau sewa lazimnya DKI Jakarta.

Nah, terbitnya Perpres izin tambang tadi, menjadi kesempatan diversifikasi sumber PAD. Meskipun APBD menjanjikan dana perimbangan, ukuran keuangan daerah sejatinya di PAD. Sektor tambang menjadi peluang mendulang pendapatan PAD secara cepat. Ing Iskandarsyah, Analis Ekonomi Kepri di Tanjungpinang, tak menampik skenario itu.

Dia menegaskan, sepanjang penambangan dilakukan sesuai ketentuan dan telah memenuhi segala persyaratan, tidak menjadi persoalan. Bahkan, menurutnya, PAD sektor pertambangan terbilang paling cepat mengisi kas daerah. Istilah dia, terbitkan izin, keruk dan kapalkan. "Terima kontribusi PAD lewat retribusi," ujar dia, pada satu kesempatan.

Selain PNBP lewat retribusi, kata Ketua Komisi II DPRD Kepri 2019-2020, sebelum maju ke Pilgub Kepri 2020, juga terdapat potensi pajak. Malah dia mendorong, jika pemerintah membuka kran perizinan, mendorong BUMD Kepri turun terlibat, dengan menggarap sektor penunjang, sekalian ke bisnis inti, dengan melobi ke pusat terkait kuota, konsesi dan kompensasi.

Pada titik itu, boleh dibilang, izin pasir laut dan pasir kuarsa menjadi pilihan masuk akal di Kepri, meskipun tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, terungkap dari bibir Ridwan Djamaluddin, Dirjen Minerba Kementerian ESDM, tak semua pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) pasir laut beres.

Rebutan PNBP

Di depan DPR, seperti dilansir CNBC Indonesia, dia membeberkan mangkraknya puluhan izin tambang pasir laut, termasuk di Kepri. Total, terdapat 33 IUP tidak beroperasi karena belum ada proyek pembangunan. "33 tidak aktif karena tidak ada pembeli, sebelumnya untuk proyek pembangunan nasional di Utara Jakarta termasuk reklamasi, dan refinery di Tuban, Jawa Timur," kata Ridwan, awal tahun 2022.

Saat itu, dia mengaku terdapat 69 IUP penambangan pasir diberikan, namun hanya 12 aktif berproduksi masuk kegiatan eksplorasi, sedangkan 33 IUP lainnya operasi produksi 33 (tidak aktif) , dan 15 adalah wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). Dengan sebaran tambang di atas 12 mil laut berada di Riau, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Riau, Banten, dan Sulawesi Selatan.

Penghentian izin ekspor pasir laut tahun 2003 dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan memperparah kondisi mati suri itu. Kedua Kementerian, terpaksa moratorium izin, lantaran terjadi benturan regulasi Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tertuma soal PNBP. Muasalnya PP No. 5/2021.

Gesekan menguat seiring terbitnya PP No. 85/2021. Tarif PNBP pasir laut mengacu ke KKP, meskipun Kementerian ESDM memiliki argumentasi pembanding lewat PP No.96/2021. Pasir laut, tegas beleid itu, masuk golongan pertambangan mineral dan tambang batu baru. Begitu juga tarif PNPB-nya, dengan tameng PP No.81/2019. Sedangkan Pasir Kuarsa, termasuk di Natuna, disebut-sebut sudah masuk investor besar.

(*)

Bagikan
Exit mobile version