Menguji VTL, Kepri-Singapura Siapa Lebih Haus Plesiran?
angkaberita.id - Seiring keputusan sepihak Singapura membuka pintu lautnya ke Tanah Air melalui skema Vaccinated Travel Lane (VTL) mulai 25 Februari pekan depan, ikhtiar Kepri selama 1,5 tahun memikat Wisman asli Singapura plesiran ke Nongsa-Lagoi agaknya segera gulung tenda.
Alih-alih mendatangkan Wisman, dengan kebijakan VTL Singapura, bukan mustahil, justru banjir WNI plesiran ke Negeri Merlion melalui Nongsa-Lagoi. Beda dengan skema travel bubble Nongsa-Lagoi. Sebab, dengan biaya PCR berkisar 200-300 SGD dan kewajiban isolasi mandiri (SNH) sepulangnya dari Nongsa-Lagoi, bukan hati gembira menjadi oleh-oleh WN asli Singapura, tapi jadwal kehidupan mereka terancam berantakan.
Selain karakter wisman asli Singapura ke Kepri, sebelum pandemi COVID-19, tipikal pelancong pergi pagi pulang sore, berbekal visa kunjungan keluarga dan sebagainya, juga mereka sejatinya Wisman bermodal selisih nilai tukar mata uang. Sehingga dengan habit seperti itu, kewajiban SHN menjadi momok. Apalagi, rerata Wisman asli Singapura lebih memilih plesiran short time, alias 2-3 hari di Kepri.
Praktis, kecuali WN asli Singapura benar-benar ingin berlibur dan bermodal tebal, skema travel bubble Nongsa-Lagoi sejak 24 Januari 2022 tak melahirkan insentif sama sekali, meskipun bebas karantina dan bebas visa kunjungan. Sebab, begitu 2-3 hari habis muter-muter (bubbling) di Nongsa-Lagoi, mereka harus tujuh hari ngumpet di rumah, tak bisa keluyuran ke mana-mana.
Padahal, untuk sebagian, urusan minta izin libur meninggalkan pekerjaan di Singapura konon sulit, kecuali pekerja bersangkutan sudah memiliki pekerja pengganti selama bubbling dan SHN nantinya. Praktis, waktu cuti kerja mereka habis buat bengong di rumah setibanya dari Nongsa-Lagoi. Diyakini, situasi seperti itu membuat WN asli Singapura enggan menjajal travel bubble di Nongsa-Lagoi.
Apalagi, tak sedikit alasan mereka plesiran ke Kepri tak semata ke Nongsa-Lagoi, tapi ke lokasi lain, seperti bertemu keluarga, anak istri, dan sebagainya. Dengan travel bubble, kalaupun bisa bertemu keluarga ketemuannya di Nongsa atau Lagoi. Tak heran, sejak dibuka 14 November 2021, dan dengan skema bebas karantina plus bebas visa kunjungan per 24 Januari 2022, tetap saja nihil kunjungan ke Nongsa-Lagoi.
"Dengan biaya PCR dan kewajiban SHN 7, mereka sepertinya enggan ke Nongsa atau Lagoi," kata Rudi Chua, praktisi usaha wisata di Kepri, belum lama ini. Apalagi, menurutnya, pemerintah Singapura sepertinya lebih nyaman dengan skema VTL. Terbukti, skema itu dipakai ke sejumlah negara. Meski demikian, travel bubble bukannya tanpa prospek, semisal diperluas dengan WNA bekerja atau berdiam di Singapura, alias ekspatriat.
Belum jelas respon Pemprov Kepri terhadap kebijakan sepihak VTL Singapura, termasuk kelanjutan travel bubble di Nongsa-Lagoi. "Kalau berhasil sukses TB (travel bubble) kita usulkan VTL Indonesia," jawab Buralimar, Kadispar Kepri, per WA, belum lama ini. Terpisah, Edi Sutrisno Ketua Dewan Pariwisata Batam mengaku, VTL merupakan peluang sekaligus menjadi win win solution bagi pariwisata Kepri.
Alasan dia, dengan VTL cakupan plesiran tak terkungkung di Nongsa-Lagoi, tapi se-Kepri. "Dengan skema VTL lebih widen (tujuan wisman plesiran)," kata Edi. Persoalannya, karena sepihak dari Singapura dengan sendirinya tak ada kewajiban Indonesia meresiprokal kebijakan itu. Hanya, sekiranya Indonesia juga akhirnya meresiprokal skema VTL Singapura, siapa kira-kira akan lebih banyak mendapatkan manfaat kebijakan itu.
Sederhananya, dengan VTL Kepri-Singapura siapa nantinya sebenarnya lebih haus plesiran? Memang Singapura menerapkan kuota, sepekan 700 WNI masuk ke Singapura melalui Nongsa dan Lagoi, sama banyak. Bahkan, masih dipermudah dengan persyaratan cukup rapid antigen setibanya di Singapura, alias tak perlu PCR.
Boleh jadi, dengan VTL bakal ada WN asli Singapura masuk ke Kepri. Begitu juga akan banyak WNI masuk ke Singapura, lewat Nongsa-Lagoi, meskipun tak ada keharusan asli Kepri. Jika skenarionya seperti itu, mudah cara mengujinya. Dengan kuota 700 WNI per pekan boleh masuk ke Singapura, kira-kira pada tenggat sama, berapa WN Singapura masuk ke Kepri lewat pintu sama.
Kalau setiap pekannya sama besar, berarti keduanya sama-sama ingin plesiran. Jika lebih banyak Singapura, berarti benar skema travel bubble tak mengena di perhitungan WN asli Singapura. Tapi, kalau lebih banyak WNI ke Singapura, apalagi dari luar Kepri, lebih baik tutup pintu resiprokal dan mulai jor-joran garap wisata lokal dan wisatawan domestik!
(*)