angkaberita.id

Nanti Pajak Daerah Tinggal 14 Jenis, Justru Kas Pemda Langsung Terisi!

pajak daerah/foto via binus.ac.id

Nanti Pajak Daerah Tinggal 14 Jenis, Justru Kas Pemda Langsung Terisi!

angkaberita.id - Lantaran sepenuhnya tergantung ke dana perimbangan, Pemda mengeluh kas kosong kerap terdengar ke publik, termasuk di Kepri. Ke depan, melalui RUU Hubungan Keuangan Pusat Daerah (RUU), pemerintah bakal mengoptimalkan desentralisasi fiskal melalui penyederhaan pajak daerah dan perluasan basis pajak, termasuk menerapkan opsen pajak.

Terutama ke tiga jenis pungutan, yakni Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor serta Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan. Konsekuensinya, secara teori, kas daerah tak akan kosong lantaran begitu pajak terpungut, dana bagi hasil pungutan, juga secara langsung masuk ke kas daerah masing-masing.

Pajak Kendaraan Bermotor dan BBNKB ke kas kabupaten/kota dan Pajak Mineral Bukan Logan dan Batuan ke kas provinsi. Skenario itu terealisasi jika pemerintah dan DPR nantinya mengesahkan RUU menjadi payung hukum desentralisasi fiskal. Sehingga daerah memiliki kewenangan dan kewajiban mengurus pendanaan sendiri.

Setelah 20 tahun desentralisasi fiskal berjalan, RUU nantinya juga menawarkan skenario baru desentralisasi fiskal dengan memandirikan daerah melalui skema transfer keuangan daerah, pembiayaan daerah dan dana abadi daerah. Opsen pajak menjadi strategi inisiatif merealisasikan tujuan itu.

Apa itu opsen pajak? Laman ddtc dengan gamblang menjelaskan, opsen sebagai pungutan tambahan berdasarkan persentase tertentu. Sebagai pungutan tambahan, subjek dan wajib pajak opsen mengikuti pajak yang ditumpangi (diopsenkan). Begitu pula objek pajak opsen juga mengikuti objek pajak yang diopsenkan. Semisal, wajib dan objek pajak opsen BBNKB sama dengan wajib dan objek BBNKB.

Namun, berbeda dengan pajak pada umumnya, opsen tidak dikenakan berdasarkan pada nilai transaksi atau nilai objek pajak. Dasar pengenaan opsen pada besaran pajak terutang yang diopsenkan. Berarti cara menghitung opsen ialah tarif opsen dikalikan besaran pajak yang diopsenkan.

Contohnya, jika pemerintah menetapkan tarif opsen BBNKB sebesar 30 persen, maka tarif itu dikalikan besaran BBNKB terutang (tarif BBNKB dikalikan dasar pengenaan pajak). Dengan demikian, adanya opsen BBNKB membuat beban wajib pajak bertambah maksimal 6 persen (tarif opsen 30 persen dikali tarif maksimal BBNKB 20 persen).

Namun, dalam RUU HKPD, pemerintah berencana menurunkan tarif PKB, BBNKB, dan MBLB. Penyesuaian tarif dilakukan agar beban wajib pajak tidak bertambah secara siginifikan, bahkan relatif tetap. Selain itu, guna menyederhanakan administrasi, opsen akan dipungut secara bersamaan dengan pajak yang diopsenkan.

Nah, penambahan opsen pajak MBLB untuk provinsi diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di daerah. Sedangkan skema opsen PKB dan BBNKB, sejatinya, merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Sebab, mekanisme bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota selama ini menimbulkan masalah lantaran keterlambatan akibat penyaluran secara periodik.

Dengan skema opsen, konsekuensinya ketika wajib pajak membayar pajak provinsi seketika bagian kabupaten/kota atas pajak terkait dapat diterima secara paralel. Sebaliknya, opsen MBLB dari pajak kabupaten/kota kepada provinsi dapat diterima tepat waktu.

Pada tahun 2018, skema opsen sempat diajukan pemerintah melalui RUU Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Pernah juga diterpakan sebagai jenis pajak daerah sampai tahun 1987, opsen pajak penjualan bensin dan pajak rumah tangga.

courtesy ddtc

Rasionalisasi Pajak Daerah

Terpisah, Kemenkeu RI dan Komisi XI DPR menyepakati jenis pajak daerah dari 16 menjadi 14, dan retribusi daerah menjadi 18 dari sebelumnya 32 jenis pungutan. Selain penyederhanaan jenis pajak daerah, juga perluasan basis pajak. Nantinya RUU terdiri 12 Bab, dengan 193 pasal. Satu bab mengatur ulang ketentuan pajak dan retribusi daerah (PDRD).

"Dalam UU HKPD retribusi daerah juga dilakukan simplifikasi dari total 32 jenis menjadi 18 jenis," kata Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI, Astera Primanto Bhakti, seperti dilansir Katadata, Selasa (23/11/2021).

Selain penyederhanaan jenis pajak daerah, Astera mengungkapkan adanya perluasan basis PDRD, termasuk retribusi sawit. Aturan rinci nantinya melalui Peraturan Pemerintah (PP). RUU HKPD, lanjut Astera, juga akan merasionalisasi pajak daerah menjadi 7 pajak provinsi dan 8 pajak kabupaten dan kota.

Beberapa jenis pajak di dalamnya pajak alat berat sebagai pengganti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) alat berat atau besar. Lalu pajak barang jasa tertentu sebagai integrasi pajak parkir, hotel, restoran, hiburan dan pajak penerangan jalan (PPJ). RUU HKPD bahasan tingkat pertama di Panja terbagi 12 Bab dan 193 pasal. Separuh pasal di Bab II, berisi ketentuan perpajakan dan retribusi daerah.

Pembahasan menyusul Surat Presiden (Surpres) Nomor R22/Pres05/2021 tanggal 5 Mei 2021, Komisi XI membahasnya setelah terbit surat pimpinan DPR RI tanggal 22 Juni 2021 berisi penugasan ke Komisi XI.

"Komisi XI dan pemerintah telah menyelesaikan tahapan pembahasan RUU HKPD ini tanggal 22 November 2021, pembahasan secara komprehensif antar Komsi XI dan pemerintah pada Juni-Novermber 2021," ungkap Ketua Komisi XI DPR RI, Dito Ganinduto. Kini RUU menunggu pengesahan di paripurna sebelum menjadi perundangan.

Selain pengaturan pajak daerah, juga diatur nantinya transfer ke daerah, pengelolaan belanja daerah, pembiayaan utang daerah, pembentukan dana abadi daerah, sinergi pendanaan, hingga sinergi kebijakan fiskal nasional dan daerah.

Di Kepri, pada APBD 2022, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan turunan masih menjadi andalan, meskipun retribusi labuh jangkar juga mulai mencuatkan kembali harapan setelah Mendagri berkunjung ke Kabupaten Natuna. Sebagian kalangan di DPRD Kepri juga mulai mewacanakan revisi Perda Pajak Daerah. Sebab, untuk sebagian, Kepri masih tergantung ke dana perimbangan pusat. (*)

UPDATE: Terjadi Kekurangcermatan Penjudulan. Seharusnya 14 Jenis, Tertulis Sebelumnya 18 Pajak Daerah. Terima Kasih

Bagikan
Exit mobile version