angkaberita.id

Pro Kontra Penjabat KDH, Kenapa Kursi Sekda Krusial Di Tahun 2023?

pemilu 2019, penghitungan konversi suara ke kursinya menggunakan metode saint lague, bukan lagi bilangan pembagi pemilih/foto potretnews.com

bukan hanya jadwal pilkada, tarik ulur juga terjadi soal penjabat kepala daerah pada 2022-2023 lantaran terhitung lama masa penugasannya/foto ilustrasi via kedaipena.com

Pro Kontra Penjabat KDH, Kenapa Kursi Sekda Krusial Di Tahun 2023?

angkaberita.id- Kendati jadwal Pilkada 2024 masih tarik ulur di DPR, sekurangnya 24 gubernur dan 247 bupati/walikota akan menanggalkan jabatan mereka sebelum Pemilu 2024. Perlu penjabat kepala daerah demi meniadakan kekosongan pemerintahan di daerah.

Mencuat sejumlah skenario. Seperti menunjuk petinggi TNI-Polri penjabat kepala daerah, dan telah pernah dipraktekkan, termasuk di Pemprov Jabar. Kemudian, terdengar usulan perpanjangan masa jabatan kepala daerah, seperti usulan Djohermansyah Johan, mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri.

Dia mengklaim, itu jalan tengah terbaik. "Ada konsep di saya, diperpanjang saja masa jabatan Kepala Daerah yang sekarang," kata Djohermansyah, seperti dilansir merdeka, belum lama ini. Dia berdalih, kesinambungan diperlukan karena kekosongan kepala daerah kali ini terhitung panjang, yakni hampir dua tahun.

Kata dia, butuh konsentrasi lebih bagi penjabat kepala daerah nantinya, padahal mereka juga pejabat di kementerian atau lembaga negara terkait. Apalagi, klaim dia, tahun itu krusial karena menjelang berakhirnya masa pemerintahan Jokowi-Makruf, sehingga perlu konsentrasi penuh para pejabat di kementerian nantinya membantu pemerintah.

Dikhawatirkan, penugasan itu mengganggu kinerja mereka di instansi pemerintah asal. Beda, klaim Djohermansyah, jika memperpanjang kepala daerah petahana. "Reasoning-nya kayak gitu. Tapi belum ada UU-nya, belum ada aturannya kalau itu," kata Djohermansyah kendala usulannya.

Senada Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati. Dia lebih sepakat jadwal Pilkada dinormalkan, yakni tahun 2022 dan 2023. "Atau kalau sudah mepet di 2022, maka bisa dilakukan Pilkada di 2023. Untuk keserentakan seluruh daerah bisa di 2026/2027," jelas Ninis, sapaan akrabnya.

Kalaupun mental, dia menolak TNI-Polri mengisi kursi penjabat kepala daerah, namun setuju ASN mengerti birokrasi. Usulan Djohermanysah di mata Ferry Amsyari juga sulit teralisasi. Pakar Hukum Tata Negara itu menyebut perlu payung hukum. Presiden Jokowi perlu menerbitkan Perppu. "Kalau presiden arahnya ke sana, maka akan keluar perppu. Presiden kan enggak mau memperpanjang Anies," duga Amsari menganalisis. Anies dimaksud Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta.

Jalan tengahnya, seperti diusulkan Adi Prayitno Analis Politik Parameter Indonesia, pemerintah dapat menunjuk Sekda dibanding memperpanjang kepala daerah. Selain sama saja merusak demokrasi, juga Sekda terhitung lebih berpengalaman dan mengetahui persoalan daerah. Sekda juga jabatan karir, beda dengan kepala daerah.

"Yang masuk akal sekda. Karena sekda ini jabatan karir," sebut Adi. Sekda lanjutnya, juga merintis dan berkiprah di birokrasi sejak nol, sehingga mereka paham mengelola daerah dan menghadapi politisi. "Menurut saya jauh lebih penting dan tidak terlampau politis," kata Adi.

(*)

Bagikan
Exit mobile version