angkaberita.id

Kisah Kota (3): Guru Razia Beha, Heboh Aturan Pakaian Dalam Siswi SMA Di Korea!

dewan pendidikan kota seoul memerintahkan smp-sma keputrian di sana menghapus aturan kewajiban pakaian dalam berwarna putih polos pada seragam sekolah mereka menyusul protes kalangan siswi akibat sering kena razia kesopanan di sekolah. foto ilustrasi seragam pelajar sma di korea selatan/foto via pinterest.com

Kisah Kota (3): Guru Razia Beha, Heboh Aturan Pakaian Dalam Siswi SMA Di Korea!

angkaberita.id – Lelah terus-terusan menjadi sasaran razia guru sekolah, dibantu organisasi kemasyarakatan setempat, pelajar di Seoul melawan. Hasilnya, pemerintah melalui Dewan Pendidikan Kota Seoul, ibukota Korea Selatan, menghapus aturan kewajiban siswi SMP-SMA keputrian mamakai pakaian dalam seluruhnya berwarna putih polos.

Seperti dilansir Insider, Dewan Pendidikan Seoul memerintahkan sekolah di Seoul menghapus aturan merendahkan pelajar perempuan itu. Berdasarkan data, masih ada 31 dari 129 sekolah keputrian, dengan seluruh peserta didik perempuan, jenjang SMP dan SMA memberlakukan aturan konservatif itu.

Moon Jang-gil, anggota Dewan Pendidikan Seoul mengatakan, guru sekolah rutin merazia kepatuhan siswi. Kepada harian JongAng, dia mengungkapkan, guru mengecek satu per satu siswi pakaian dalam mereka. Kedapatan pakai baju dalam, maaf seperti bra dan celana dalam bermotif, langsung kena sanksi.

Sejumlah sekolah, bahkan menghukum pelajar pelanggar dengan nilai pelajaran. "Pakaian dalam sejenis lingeri dilarang," kata Moon. Aturan lainnya, siswi harus memakai baju lengan panjang sehingga saat mengangkat lengannya tak terlihat pakaian dalamnya. BBC Korea menulis, Dewan Pendidikan Seoul bahkan bergerak lebih maju, dengan memaksa sekolah penolak aturan baru itu.

Perubahan kebijakan dipicu hasil survei Asunaro, lembaga swadaya masyarakat khusus remaja di Negeri Gingseng, awal tahun ini. Dalam survei, mereka menerima 400 keluhan berkenaan dengan aturan itu. Sebagaian keluhan tanpa mencantumkan identitas siswi. Namun, di antaran keluhan, terungkap mereka tak nyaman saat guru laki-laki merazia mereka.

Selain merendahkan, juga mengganggu kenyamanan. Sebab, guru mengeceknya mulai bagian atas seragam sekolah dikenakan pelajar sekolah keputrian. Jubir Dewan Pendidikan Seoul mengaku, sebelum terbit aturan baru sulit memaksa pengelola sekolah menghilangkan kebijakan kolot itu secara sukarela.

"Kepala sekolah, anggota komite sekolah, kerapa melawan, terutama di sekolah swasta, sebab tidak ada kekuatan mengikat kepada sekolah itu," kata Jubir Dewan Pendidikan Seoul. Sejak terbitnya aturan baru, kini tinggal enam dari 31 sekolah masih mempertahankan aturan kolot itu. (*)

Bagikan
Exit mobile version