angkaberita.id

Aturan Baru BI, ‘Kredit COVID-19’ Boleh Lewat Channeling BPR-Pegadaian!

Ilustrasi kredit ke perbankan/Foto via tribulampung.com

bank indonesia mengubah aturan soal rasio intermediasi makroprudensial perbankan di tanah air saat penyaluran kreditnya/foto otomotifnet.gridoto.com

Aturan Baru BI, ‘Kredit COVID-19’ Boleh Lewat Channeling BPR-Pegadaian!

angkaberita.id - Agar kredit bank tak terkonsentrasi ke debitur berduit, Bank Indonesia (BI) melonggarkan ketentuan penyaluran kredit ke UMKM dan Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR) melalui channeling BPR, dan atau pembelian surat utang, termasuk di Kepri. Sehingga "Kredit COVID-19" terakses sektor dan warga terdampak pandemi.

Ketentuan itu, seperti dilansir Katadata, hanya sebagian dari sejumlah skenario penyaluran kredit demi pemenuhan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RIPM). Per 31 Agustus 2021, BI melonggarkan bank umum dan syariah di Tanah Air membantu upaya pemulihan ekonomi nasional (PEN) melalui akses permodalan.

BI mewajibkan bank memenuhi RIPM mencapai 30 persen pada 2024 secara bertahap. Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Juda Agung menjelaskan, bank dapat juga memenuhinya dengan membeli surat utang. Hanya, surat utang dimaksud dalam RIPM ialah surat berharga penggunaannya atau agunannya terkait pembiayaan inklusif.

"Surat berharga yang dibeli bank dapat dihitung sebagai pembiayan inklusif sepanjang memang underlying atau peruntukkanya untuk aktivitas sektor-sektor sifatnya inklusif," kata Juda, Jumat (3/9/2021). Ada tiga kriteria surat bergargaan pembiayaan inklusif (SBPI) dapat diperhitungkan sebagai RPIM.

Yakni, SBN inklusif, obligasi inklusif, medium term note (MTN) inklusif, dan surat berharga korporasi (SBK) inklusif. Nah, SBPI dengan agunan/underlying inklusif, antara lain efek beragun aset (EBA) inklusif, covered bond inklusif, covered MTN inklusif, Sukuk Bank Indonesia (Sukbi) inklusif.

SPBI untuk perdagangan portofolio inklusif, antara lain sertifikat deposito diterbitkan untuk pembiayaan inklusif. Juda menjelaskan, kini BI tengah berkonsolidasi dengan pemerintah agar menerbitkan SBN yang diterbitkan khusus untuk pembiayaan inklusif atau SBN inklusif.

"Nantinya ada seri-seri khusus SBN yang masuk dalam kategori inklusif. Akan ada labelnya, termasuk juga untuk yang syariah karena sebenarnya nature-nya sudah inklusif," kata Juda. Terkait kriteria sertifikat deposito untuk pembiayaan inklusif, menurut Juda, bank dapat membeli sertifikat deposito terbitan bank yang sudah melampaui target RPIM.

"Bagi bank memiliki kelebihan di dalam perhitungan RPIM-nya, bank bisa menerbitkan sertifikat deposito, dan ini dapat diperdagangkan," kata Juda. Pembiayaan melalui SBPI, lanjutnya, merupakan satu dari tiga kriteria pembiayaan demi memenuhi kewajiban RIPM.

Channeling BPR

Opsi lainya, Juda menjelaskan, bank juga dapat melakukan pembiayaan "Kredit COVID-19" ke UMKM dan atau perorangan berpenghasilan rendah (PBR) secara langsung dan rantai pasok, serta melalui lembaga keuangan/badan layanan.

Pembiayaan langsung dan rantai pasok mencakup pembiayaan ke UMKM, kelompok/koperasi UMKM, pembiayaan korporasi (non-UMKM) non-LK, dan pembiayaan inklusif berpenghasilan rendah. Sedangkan pembiayaan melalui lembaga keuangan/badan layanan dapat lewat BPR/BPRS.

Kemudian melalui fintech, modal ventura, pegadaian, PNM, SMF, Askrindo, hingga Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Saat pandemi COVID-19, berdasarkan Online Data System (ODS) Dinas Koperasi Dan UMKM Kepri, di Bumi Segantang Lada terdapat 116 UMKM tersebar di tujuh kabupaten/kota.

Aturan baru BI itu tertuang dalam PBI. Tujuannya, seperti dikatakan Erwin Haryono Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, "Meningkatkan inklusi ekonomi dan membuka akses keuangan serta memperkuat peran UMKM dalam pemulihan ekonomi nasional."

(*)

Bagikan
Exit mobile version