COVID-19: Ngurus Ekonomi, Kenapa Kepri Harus Belajar Dari Bangka Belitung?
angkaberita.id – Tak penting Bintanisasi atau UNRI Connection. Pemprov Kepri agaknya perlu belajar ngurus ekonomi dari Bangka Belitung (Babel). Selain ekonomi berhasil tumbuh selama triwulan I 2021, Kepri dalam banyak urusan justru memiliki kemiripan dengan Babel dibanding, semisal Riau, atau provinsi Sumatera daratan.
Kabar baiknya, seperti dikutip Katadata dari BPS, Babel dan Riau ekonominya tumbuh dengan PDRB mencatatkan kurva positif, sebesar 0,97 persen dan 0,41 persen periode Januari-Maret 2021. Sedangkan Kepri masih terkontraksi sebesar 1,19 persen. Praktis, dari 10 provinsi di Sumatera, hanya Babel-Riau sanggup menjaga kondisi ekonominya.
Kepri perlu berkiblat ke Babel, bukan saja segaris teritorialnya secara geografis, sama-sama di pantai timur daratan Sumatera, namun juga sama-sama kaya SDA. Jika Babel dengan timah, Kepri jauh lebih komplet, termasuk migas di Natuna. Secara demografi, Kepri dan Babel juga beda-beda tipis saja jumlah penduduknya.
Secara historis, keduanya juga berstatus provinsi baru. Kepri lepas dari Riau, Babel dari Sumatera Selatan. Kabar baiknya, Riau dan Sumatera Selatan merupakan pusat pertumbuhan ekonomi kunci di Negeri Swarnadwipa. Kepri dan Babel juga bagian dari 8 provinsi daerah kepulauan.
Saat ini, wakil mereka di Senayan tengah berjuang mengegolkan RUU Daerah Kepulauan di DPR. Bedanya, Kepri melalui Batam berstatus pusat pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Secara politis, untuk sebagian, terbilang lebih diperhitungkan dibanding Babel. Kedatangan Presiden Jokowi secara khusus ke Bintan beberapa waktu lalu, menjadi bukti sahih.
Hanya, Babel memiliki tetangga lebih powerful di Senayan. Figur asal Sumatera Selatan banyak menjadi tokoh pengambil keputusan di pusat, semisal di DPR dan kementerian. Diaspora mereka, untuk sebagian, juga terhitung banyak menduduki posisi strategis di sejumlah parpol.
SDA, khususnya industri ekstraksi diyakini menjadi jangkar pertumbuhan ekonomi Babel dan Riau. Babel dengan timah, dan Riau dengan ekspor hasil perkebunan. Kedua komoditas itu laku di pasaran dunia, bahkan timah merupakan "mata uang" masa depan seiring tren industri mobil listrik. Kepri bukannya tak punya, smelter di Bintan juga merupakan "baut" bagi struktur industri ramah lingkungan masa depan.
Tantangan terdekat selama pandemi COVID-19, tidak terjadi lonjakan kasus seperti di Jawa dan Bali. Seperti diketahui, akibat lonjakan kasus COVID-19 beberapa pekan terakhir, Presiden Jokowi memutuskan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa dan Bali, per 3-20 Juli 2021 di Jawa dan Bali.
Tak ada pilihan lain, meskipun secara ekonomi ibarat menjadi tekanan baru bagi kondisi ekonomi telah terpuruk selama tiga bulan terakhir. Kecuali DI Yogyakarta, ekonomi di 5 provinsi Jawa dan Bali mengalami kontraksi. Bali paling tinggi kontraksinya hingga triwulan I 2021, sebesar 9,85 persen.
Sedangkan ekonomi Jakarta anjlok 1,65 persen selama tiga bulan pertama tahun 2021. Begitu juga Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Hanya DI Yogyakarta tumbuh sebesar 6,14 persen. Ketimbang menunggu hasil PPKM di Jawa-Bali dua pekan mendatang, seyogyanya pemangku kepentingan mengoptimalkan PPKM Mikro, sebab Kepri memiliki gejala ekonomi sama di Jawa: Terkontraksi dan deflasi!
(*)