angkaberita.id

Demi Kedaulatan, Cen Desak Pemerintah Ambil Alih “Langit” Kepri Dari Singapura

cen sui lan, anggota komisi v dpr ri fraksi golkar dari kepri/foto via golkarpedia.com

cen sui lan, anggota dpr dari kepri saat berdiskusi dengan menhub budi karya sumadi di jakarta, baru-baru ini. cen, anggota fraksi golkar dpr, mendesak pemerintah melalui kemenhub mengambil alih pengelolaan fir kepri, sesuai perintah uu penerbangan terhitung per 2024 mendatang/foto via suaraserumpun.com

Demi Kedaulatan, Cen Desak Pemerintah Ambil Alih “Langit” Kepri Dari Singapura

angkaberita.id- Demi kedaulatan, termasuk kedaulatan ekonomi, Cen Sui Lan mendesak pemerintah melalui Kemenhub RI mengambil alih pengelolaan wilayah udara penerbangan Kepri (Flight Information Region/FIR) dari Singapura. Apalagi, isu FIR telah menjadi prioritas pemerintah sejak beberapa tahun terakhir.

“Langkah ini untuk memastikan kedaulatan kita, di wilayah udara,” kata Cen Sui Lan kepada Menhub, Budi Karya Sumadi, dalam Raker Komisi V dan Menhub di Jakarta, Rabu pekan lalu. Secara politik dan ekonomi, kontrol Singapura terhadap FIR Kepri merugikan Tanah Air.

Sebelumnya Direktur IAAW, Capt Soenaryo Yosopratomo, dalam tulisannya di Kompas.com, menerangkan FIR merupakan wilayah udara penyedia informasi penerbangan. Sehingga pengontrol FIR memiliki akses informasi lalu lintas penerbangan, termasuk pemasukkan negara.

Tanah Air, lanjut Soenaryo, menguasai dua FIR, yakni Makassar dan Jakarta. FIR Makassar mengelola wilayah udara Indonesia bagian timur, dan FIR Jakarta mengelola Indonesia bagian barat dengan total otoritas teritorial udara kelolaan sepanjang 8.541 Kilometer. Bahkan, Indonesia juga diminta mengelola wilayah udara Timor Leste dan Christmas Island di Australia.

Berbeda dengan wilayah "titipan" itu, wilayah udara strategis di Tanah Air justru berada dalam kendali Singapura sejak Indonesia merdeka. Per 1946, wilayah barat Indonesia di bawah kontrol Singapura sekitar 100 nautical miles, atau setara 1.825 Kilometer. Mencakup "langit" Tanjungpinang dan Natuna, Kepri. Konsekuensinya, pesawat Indonesia harus melapor ke Singapura jika melewati wilayah udara itu.

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) memberikan kontrol ke Singapura berdalih Indonesia belum mampu saat itu, khususnya di wilayah udara biasa disebut Sektor A, B dan C. Saat itu, kebijakan ICAO masuk akal. Namun, setelah 74 tahun Indonesia merdeka, situasi telah berubah. Kini, sepenuhnya otoritas penerbangan di Tanah Air sanggup mengelola FIR Kepri.

Duit Negara Hilang

Secara ekonomi, penguasaan Singapura terhadap Sektor A, B dan C mengakibatkan kas negara kehilangan pendaparan 5 juta dolar AS setahun dari Sektor A saja. Padahal tiga sektor itu luas, dan lalu lintas penerbangan di lokasi itu juga padat. Sehingga estimasi kehilangan pendapatan lebih dari itu.

Selain pendapatan, penerbangan di Tanah Air khususnya penerbangan jarak jauh dengan rute melewati FIR Kepri, sering diberi ketinggian jelajah tidak ekonomis. Sehingga berakibat biaya tinggi maskapai penerbangan. Semisal terbang Batam ke Jakarta harus mendapatkan persetujuan Singapura.

Begitu juga dengan pesawat tempur TNI, harus mendapatkan clearance dari Singapura saat melewati areal udara itu. Pemerintah melalui UU Penerbangan No. 1/2009, mengamanatkan pengelolaan FIR paling lambat 15 tahun sejak disahkan, alias tahun 2024. Kini, pemerintah proses negosiasi dengan Singapura.

Sektor A, B dan C mencakup wilayah udara Batam dan Natuna. Juga melibatkan Malaysia soal realignment Sektor B dan C, karena menghubungkan Sabah Serawak, Malaysia Timur ke Malaysia Barat, melalui Natuna Palmatak di Kepri.

Sehingga perlu perundingan menguntungkan ketiga pihak berpijak prinsip penghormatan kedaulatan masing-masing, lanjut implementasi teknis operasional. Perlunya pengambilalihan FIR Kepri juga disuarakan sejumlah akademisi, terutama menyangkut kepentingan geopolitik.

(*)

Bagikan
Exit mobile version