angkaberita.id

Sinyal Tambang Bauksit Di Masa Pandemi COVID-19, Bagaimana Gubernur Kepri Harus Bersikap?

setelah menarik seluruh izin sektor industru pertambangan, pemerintah melalui kemenko kemaritiman dna investasi memberikan sinyal pembukaan pertambangan bauksit, termasuk di kepri//foto via geologinesia.com

Sinyal Tambang Bauksit Di Masa Pandemi COVID-19, Bagaimana Gubernur Kepri Harus Bersikap?

angkaberita.id – Kendati telah menyeret sejumlah pejabat teras Pemprov Kepri ke jeruji besi, dan menyengat sebagian lainnya, pesona bauksit selama pandemi COVID-19 agaknya belum pudar. Bahkan, pemerintah melalui Kementerian Luhut mengirimkan sinyal lampu hijau eksplorasi ke sejumlah daerah penghasil, termasuk Kepri. Benarkah?

Bersama nikel dan tembaga, bauksit disebut krusial bagi stabilitas perekonomian di saat sektor industri lainnya tengkurap dihajar pandemi COVID-19. Kemenko Kemaritiman Dan Investasi tak menampik kondisi itu. Begitu juga dengan sejumlah kalangan di Kepri, di saat Pemprov Kepri kelimpungan memutar akal mencari sumber PAD demi pemulihan perekonomian di Bumi Segantang Lada.

Dengan kondisi APBD defisit, sumber PAD terbatas, bergantung terus-terusan ke dana perimbangan pusat di saat pandemi COVID-19 juga belum jaminan pembayaran kewajiban bulanan Pemda beres, seperti tunjangan kinerja daerah. Mengandalkan sektor manufaktur, tidak seluruhnya beroperasi dalam kapasitas penuh.

Sebagian masih beroperasi sekadar memenuhi kewajiban kontrak, kecuali siap menanggung konsekuensi wanprestasi. Pariwisata, seiring dengan pembukaan perbatasan dengan Singapura pada April bulan depan memang kabar gembira, namun diyakini tidak akan langsung memberikan manfaat skala penuh seperti sebelum pandemi.

Mengandalkan belanja pembangunan, APBD di Kepri sebagian besar dikonsentrasikan menanggulangi dampak pandemi, juga tak dimungkinkan dalam kondisi sekarang. Kabar buruknya, sebagian besar struktur APBD-nya bergantung duit perimbangan. Industri ekstrasi, termasuk pertambangan bauksit, bagi sebagian kalangan dianggap bekal “bertahan” dari guncangan ekonomi.

Sederhananya, kalau ingin dana segar (cash money) dalam kondisi cepat, jualan bauksit paling masuk akal. Meski demikian, agar tak terjebak angin surga dipertimbangkan betul untung ruginya menangkap peluang itu. Apalagi di Kepri, sejarah kebijakan pertambangan bauksit di masa lalu hanya berujung persoalan hukum dan rusaknya lanskap lingkungan.

Sejak pengesahan UU Cipta Kerja dan UU Minerba memang seluruh kebijakan, termasuk perizinan itu ditarik ke pusat. Namun dengan sinyal dari pusat itu, godaan membuka pertambangan bauksit di Bumi Segantang Lada mulai terbuka. Ibarat bermain bola, pusat telah berancang-ancang mengopernya bola demi bergulirnya permainan (Baca: pemulihan ekonomi).

“Dalam kondisi wabah COVID-19, sektor tambang tambang salah satu aktivitas yang mampu menyerap tenaga kerja, faktor pendorong devisa karena ekspor, nilainya juga besar,” ujar Iskarndarsyah, Analis Ekonomi Kepri di Tanjungpinang, melalui pesan WA, Rabu (24/3/2021) mengomentasi sinyal Kementerian Luhut soal pembukaan bauksit.

iskandarsyah/batam.tribunnews.com

Dengan kondisi pandemi baru landai pada awal tahun 2022, kondisi perekonomian selama setahun ke depan diyakini bakal seperti kondisi sekarang. Banyak PHK, industri tengkurap, berbagai sektor bisnis lempar handuk. Sebagian memilih tutup, sebagian beroperasi sekadar bertahan hidup.

Nah, sektor tambang terbilang masih berdenyut seiring masih adanya permintaan, terutama dari China sekaligus kekuatan perekonomian kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Jika ukurannya dana segar, eksplorasi bauksit terbilang paling masuk akal. “Kita dapat uang cash, retribusi, dan lain-lain,” kata mantan Ketua Komisi II DPRD Kepri, sebelum mencalonkan diri ke Pilbup Karimun tahun lalu.

Meski menggoda, Iskandarsyah mewanti-wanti eksploitasinya juga harus ramah lingkungan dan tidak serampangan. Karena itu, menurutnya, skenario sesuai dengan ketentuan itu, ialah bermitra dengan pemerintah pusat. Semisal Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, setelah melalui sejumlah pertimbangan, melihat bauksit menjadi satu dari sekian alternatif, Iskandarsyah memiliki usulan.

“Saya ingin menyarankan ke Gubernur (Ansar) agar pengelolaan pertambangan nanti, pemerintah daerah harus punya saham minimal 10 persen,” kata politisi PKS itu. Skemanya, lanjut Iskandarsyah, seperti kepemilikan saham Pemprov Kepri melalui BUMD Migas di pengelolaan blok migas Natuna dan Anambas.

“Mendapatkan PI (Participatory Interest) 10 persen di blok migas Natuna,” sebutnya. Dengan adanya saham, menurutnya Pemprov dalam mengontrol aktivitas pengelolaan pertambangan bauksit, dan ujungnya meningkatkan PAD. Senada dengan Iskandarsyah, Rudy Chua anggota Komisi II DPRD Kepri.

rudy chua/batam.tribunnews.com

Menurutnya, dibanding investasi di sektor maritim, sektor pertambangan balik modalnya memang terbilang cepat. “Kalau investasi di industri maritim, ROI sekitar 10-15 tahun,” kata Rudi menjelaskan soal return on investment (ROI), Selasa (23/3/2021), merespon sinyal dari Kementerian Luhut. Dalam tafsir dia, sinyal itu tak jauh dari perspektif berpikir sang patron Kemenko Kemaritiman dan Investasi.

“Pak Luhut seorang businessman, dia pasti berpikir secara bisnis,” Rudi menganalisa sinyalemen Kementerian Luhut berkenaan pembukaan pertambangan bauksit, termasuk di Kepri. Seperti Iskandarsyah, Rudi cenderung sepakat pengelolaan pertambangannya pemerintah pusat, melalui BUMN seperti Antam dan daerah dilibatkan melalui BUMD.

Cara itu, menurutnya, lebih menjamin pengelolaan pascapenambangan. Apalagi, berdasar UU Minerba, kebijakan industri esktrasi sepenuhnya di tangan pusat. Opsi konsensi ke swasta, Rudi menilai lebih banyak dampak dibanding manfaat. “Contohnya kondisi lokasi bekas tambang bauksit di Bintan sekarang,” kritik Rudi.

Di tengah situasi pandemi COVID-19 sekarang, pilihan kebijakan Gubernur Ansar memulihkan perekonomian di Kepri terbatas. Selain penghematan demi menambal defisit APBD, Pemprov kata Iskandarsyah juga harus kreatif dan inovatif memikat dana segar masuk. Labuh jangkar membantu, meski belum dapat diharapkan sepenuhnya dalam waktu dekat dan cepat.

Apalagi, perekonomian dunia juga berimbas ke industri ekspedisi laut. Gubernur Ansar sendiri mengakui, pendapatan dari labuh jangkar bakal dicadangkan sebagai substitusi kebijakan relaksasi kepada pengusaha atau investor, termasuk pemangkasan pajak dan retribusi demi memikat arus masuk dana segar.

“Kita tak bisa harap bantuan keuangan dari pusat. (Apalagi) pusat juga punya beban yang besar, pendapatan negara (juga) masih di bawah target,” kata ekonom jebolan kampus Belanda itu. Opsinya, Kepri harus menggenjot PAD hingga 50 persen dari struktur APBD sekarang. “Selama ini, kita (PAD) mandiri antara 30-35 persen saja,” jelas Iskandarsyah.

Labuh jangkar, menurutnya, sumber PAD meski belum dalam waktu dekat. “Karena COVID-19, transportasi laut dunia masih belum lancar,” kata Ing, panggilan akrabnya mengingatkan ke Pemprov Kepri. Berkaca pada struktur PDR BKepri tahun 2018, tiga sektor pernah menjadi nyawa perekonomian di Bumi Segantang Lada, yakni konstruksi, manufaktur dan pertambangan. Dengan pariwisata menjadi penopang berikutnya.

(*)

Bagikan
Exit mobile version